PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem respirasi
memiliki fungsi utama untuk memasok oksigen ke dalam tubuh serta membuang CO2
dari dalam tubuh.Kita sering mendengar istilah respirasi eksternal dan
internal. Pada dasarnya, pengertian respirasi eksternal sama dengan bernapas,
sedangkan respirasi internal atau respirasi seluler ialah proses penggunaan
oksigen oleh sel tubuh dan pembuangan zat sisa metabolisme sel yang berupa CO2.Penyelenggaraan
respirasi harus didukung oleh alat pernapasan yang sesuai, yaitu alat yang
dapat digunakan oleh hewan untuk melakukan pertukaran gas dengan
lingkungannya.Alat yang dimaksud dapat berupa alat pernapasan khusus ataupun
tidak.
Oksigen yang
diperoleh hewan dari lingkungannya digunakan dalam proses fosforilasi oksidatif
untuk menghasilkan ATP.Sebenarnya, hewan dapat menghasilkan ATP tanpa
oksigen.Proses semacam itu disebut respirasi anaerob. Akan tetapi, proses
tersebut tidak dapat menghasilkan ATP dalam jumlah banyak. Respirasi yang dapat
menghasilkan ATP dalam jumlah banyak ialah respirasi aerob. Dalam proses
anaerob, sebuah molekul glukosa hanya menghasilkan dua molekul ATP, sementara
dalam proses aerob, molekul yang sama akan menghasilkan 36 atau 38 molekul
ATP.Oleh karena itu, hampir semua hewan sangat sangat bergantung pada proses
respirasi(pembentukan ATP) secara aerob.Respirasi sel (internal) akan
menghasilkan zat sisa berupa CO2 dan air,yang harus segera dikeluarkan dari
sel.(Isnaeni, 2006:191-192)
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar
belakang di atas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa
saja organ pernapasan pada hewan?
2. Jelaskan
pengaturan respirasi dan pertukaran gas!
3. Jelaskan
mekanisme respirasi pada vertebrata dan invertebrata!
1.3 Tujuan
Dari rumusan
masalah tersebut maka tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Menjelaskan organ pernapasan pada hewan
2. Menjelaskan pengaturan respirasi dan pertukaran gas
3. Menjelaskan
mekanisme respirasi pada vertebrata dan invertebrata.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Organ pernapasan pada hewan
Alat respirasi adalah alat atau bagian tubuh
tempat 02 dapat berdifusi masuk dan sebaliknya C02 dapat
berdifusi keluar. Alat respirasi pada
hewan bervariasi antara hewan yang satu dengan hewan yang lain, ada yang berupa
paru-paru, insang, kulit, trakea, dan paruparu buku, bahkan ada beberapa
organisme yang belum mempunyai alat khusus sehingga oksigen berdifusi langsung
dari lingkungan ke dalam tubuh, contohnya pada hewan bersel satu, porifera, dan
coelenterata. Pada ketiga hewan ini oksigen berdifusi dari lingkungan melalui
rongga tubuh.
2.2
Pertukaran Gas dan Pengaturan Respirasi
2.2.1 Pertukaran Gas
Pertukaran Gas O2 Dan CO2
Pertukaran gas
antara tubuh hewan dan lingkungannya selalu terjadi pada lingkungan aquatic
maupun terrestrial. Bernafas, baik di udara ataupun di air, masing-masing
mengandung keuntungan dan kerugian.
Bagi hewan yang bernafas yang di air, kerugian
yang pertama ialah adanya kenyataan bahwa dibandingkan dengan udara, molekul
air jauh lebih padat dan lebih sulit bergerak atau mengalir. Molekul aiar
kira-kira 1000 kali lebih padat dan 60 kali lebih sulit mengalir dari pada
udara. Jadi, dibandingkan dengan udara, air jauh lebih sulit mengalir ke organ
pernafasan. Oleh karena itu, untuk mengalirkan air ke organ pernafasannya,
hewan aquatic haris mengeluarkan energy lebih banyak dari pada energy yang
digunakan oleh hewan terrestrial.
Berbeda dari hewan aquatic, hewan yang bernafas
di udara memperoleh keuntungan karena tidak memerlukan banyak energy untuk
mengalirkan udara ke dalam organ pernafasannya. Akan tetapi, hewan yang
bernafas di udara harus mengeluarkan energy tambahan untuk melawan gaya
grafitasi.
Keuntungan dan kerugian berikutnya berkaitan
dengan adanya perbedaan antara kandungan oksigen di udara dan air. Kandungan
oksigen dalam air jauh lebih rendah dari pada kandungan oksigen di udara.
Kandungan oksigen dalam air adalah 10 ml O2 per liter, sedangkan kandungan
oksigen di udara 200 ml per liter. Jadi, hewan yang bernafas di udara lebih
mudah memperoleh oksigen dari pada hewan akuatik.
Namun, hewan akuatik memperoleh keuntungan lain.
Berkaitan dengan tingginya kelarutan CO2 dalam air, yang mencapai 20-30 kali
lebih besar dari pada kelarutannya di udara. Hal ini menyebabkan hewan akuatik
sangat mudah membuang CO2 ke ingkungannya, dan hampir tidak memiliki masalah
yang berkaitan dengan pembuangan CO2. Berkaitan dengan hal itu, rangsang utama
untuk bernafas pada hewan akuatik adalah O2, sedangkan pada hewan terrestrial,
stimulus utama untuk bermafas adalah CO2.
Air mempunyai kapasitas lebih panas dari pada
udara. Hal ini berarti bahwa air lebih
efektif untuk mengurangi panas dan suhunya tidak mudah berubah. Keadaan ini
sangat menguntukan bagi hewan yang hidup di air, yang umumnya bersifat
ektotermik. Berbeda dengan air, udara memiliki kapasitas panas yang rendah
sehingga suhu udara sangat mudah berubah.
Pada amfibia, pengambilan O2 dan pengeluaran CO2
dapat terjadi melalui paru-paru maupun kulit pada Rana temporaria, pengambilan oksigen melalui paru-paru 3 kali lebih
besar dibandingkan melalui kulit. Pada Rana
esculenta, paru-paru dan kulit memainkan peran yang sama dalam hal
pengambilan O2. Pengambilan oksigen terjadi selam hewan bernafas, yaitu pada
fase inspirasi, sedangkan pembunangan CO2 terjadi pada fase ekspirasi.
Inspirasi ialah masuknya udara dari atmosfer ke dalam organ pernafasan,
sedangkan ekspirasi adalah kebalikannya. Pada katak, inspirasi diawali dengan
kontraksi otot di dasar mulut, kemudian rongga muut meluas sehingga terjadi
tekanan negative di dalamnya. Selanjutnya, nosetril tiba-tiba terbuka dan udara
pun mengalir masuk melalui nostril.
System respiratori pada burung berupa paru-paru
yang di lengkapi dengan sejumlah kantong udara yang besar dan memiliki membrane
tebal. Pada burung, gerakan inspirasi terjadi karena kontraksi otot-otot
respiratori yang mendorong tulang-tulang iga kea rah depan sehingga
menghasilkan gerakan sternum ke depan dan ke bawah. Tulang-tulang iga lainnya
bergerak ke arah lateral dan menyebabkan peningkatan volume rongga tubuh. Pada
kondisi tersebut paru-paru dan katong udara ikut mengembang. Akibatnya, tekanan
pada paru-paru dan kantong udara turun sehingga udara atmosfer masuk ke
dalamnya.
Pada mamalia, fase inspirasi merupakan proses
aktif yang terjadi karena adanya kontraksi otot inspiratori (otot diantara tulang-tulang
iga dan digfragma). Kontarsi otot tersebut akan meningkatkan volume rongga dada
dan menyebabkan paru-paru mengembang serta timbul tekanan negative di dalammya,
sehingga udra atmosfer pun segera masuk paru-paru berbeda dengan fase inspirasi
yang bersifat aktif, fase ekspirasi merupakan proses pasif. Ekspirasi terjadi
karena adanya relaksasi otot inspiratori dan pengerutan dinding alveoli.
Transpor O2
Transpor
oksigen dalam darah terjadi dengan dua cara, yaitu dengan cara sederhana
(terlarut dalam plasma darah ) atau dengan cara diikat oleh pigmen respirasi,
yaitu senyawa khusus yang dapat mengikat dan melepas oksigen secara
bolak-balik. Beberapa hewan invertebrata sederhana mentranspor oksigen dengan
cara melarutkannya dalam darah. Sebenarnya, cara semacam itu tidak efektif,
namun masih dapat memenuhi kebutuhan tersebut karena invertebrata sederhana
umumnya memiliki tingkat metabolisme yang tendah.
Hewan
yang memiliki tingkat perkembangan labih tinggi biasanya mempunyai aktifitas
metabolisme yang lebih tinggi biasanya mempunyai aktifitas metabolisme yang
lebih tinggi dan ukuran tubuh lebuh besar. Mereka memerlukan oksigen dalam
jumlah yang lebih besar pula. Oleh karena itu, hewan tingkat tinggi memerlukan
cara pengangkutan oksigen yang lebih efektif, yakni dengan bantuan pigmen
respirasi.
Pigmen
respirasi merupakan protein dalam darah (dalam sel darah atau plasma) yangg
memiliki afinitas/ daya gabung tinggi terhadap oksigen. Pigmen respirasi sangat
diperlukan oleh darah / cairan tubuh untuk meningkatkan kapasitas pengangkutan
oksigen. Ada beberapa macam pigmen respirasi yang dapat ditemukan pada berbagai
hewan, seperti yang disajikan pada tabel 8.1.
Keberadaan
pigmen respirasi dalam darah/ cairan tubuh benar-benar dapat meningkatkan
kapasitas pengangkutan oksigen secara bermakna. Sebagai contoh, keberadaan
pigmen hemoglobin dalam darah mamalia dapat meningkatkan kapasitas pengangkutan
O2 oleh darah sebesar 20 kali lipat sehingga setiap 100 ml darah
dapat membawa 20 ml oksigen. Tanpa hemoglobin, darah hanya dapat mengangkut
oksigen sebanyak 1 ml per 100 ml darah.
Tabel
8.1 Berbagai macam pigmen respirasi pada hewan dan ciri-cirinya
Nama Pigmen
|
Jenis Logam
|
Lokasi
|
Warna Pigmen
|
Contoh Hewan
|
|
Teroksigenasi
|
Tak Teroksigenasi
|
||||
Hemosianin
|
Cu++
|
Plasma
|
Biru
|
Tak berwarna
|
ketam, udang laut, siput (Gastropoda), cephalopoda.
|
Klorokruorin
|
Fe ++
|
Plasma
|
Hijau
|
Hijau
|
Cacing Polokhaeta (pada keempat familinya
|
Hemeritrin
|
Fe++
|
Plasma dan sel darah
|
Merah
|
Kuning pucat
|
Sipunkulid, brakhiopoda, beberapa Annelida
|
Hemoglobin
|
Fe++
|
Plasma dan sel darah
|
Merah
|
Keunguan
|
Beberapa cacing pipih, beberapa Moluska, hampir
semua Vertebrata
|
Hemoglobin
(biasa disingkat Hb) merupakan pigmen respiratori yang paling dikenal, paling
banyak dijumpai, dan cara kerjanya paling efisien. Hb ditemukan dalam darah
manusia, Protozoa, dan kebanyakan filum hewan. Hb tersusun atas senyawa
porfirin besi (hemin) yang berikatan dengan protein globin (lihat gambar 8.2).
pada daerah yang memiliki tekanan/konsentrasi oksigen tinggi, seperti pada
permukaan alveoli paru-paru, Hb sangat mudah berikatan dengan oksigen dan
membentuk oksihemoglobin.
Sementara,
pada daerah yang memiliki tekanan oksigen rendah atau pH rendah, oksihemoglobin
sangat mudah terurai dan memebebaskan oksigen, sesuai dengan reaksi berukut
Tekanan O2 tinggi
Hb + O2 HbO2
Oksigen
akan berikatan dengan hemin, tepatnya pada Fe++ yang terdapat pada pusat gugus
tersebut, dengan suatu ikatan yang longgar/lemah. Harus diingat bahwa proses
pengikatan molekul oksigen pada hemin tersebut bukanlah peristiwa oksidasi,
melainkan penggabungan antara Fe++ pada gugus hemin dan molekul O2.
Gambaran
skematis struktur molekul hemoglobin manusia
Mekanisme
oksigenasi dan deoksigenasi Hb pada bagian hemin
Penggabungan
Hb dan O2 menjadi HbO2 atau proses kebalikannya dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain konsentrasi oksigen di lingkungan hewan, seperti telah
diuraikan sebelumnya. Konsentrasi oksigen di suatu lingkungan akan menentukan
besarnya tekanan parsial gas tersebut. Hal ini akan berpengaruh terhadap
kejenuhan Hb oleh oksigen.
Kurva
pelepasan oksigen Hb untuk memperlihatkan pengaruh pH, Jika Ph turun afinitas
Hb terhadap oksigen berkurang dan lebih mudah melepas oksigen ke jaringan.
(efek Bohr)
Transpor CO2
Pada
bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa aktivitas metabolisme sel akan
menghasilkan zat sisa, antara lain CO2 dan air. Air yang terbentuk
dari peoses tersebut dinamakan air metabolik. Keberadaan air metabolik di dalam
tubuh tidak menimbulkan masalah yang rumit karena masih dapat dimanfaatkan oleh
sel tubuh. Namun, keberadaan CO2 dapat menimbulkan gangguan
fisiologis yang penting. CO2 sangat mudah berikatan dengan air
membentuk asam karbonat yang meiliki kekuatan untuk menciptakan kondisi asam.
Oleh karena itu, CO2 yang terbentuk di jaringan harus segera
diangkut dan dikeluarkan dari tubuh.
Reaksi
antara CO2 dan air terjadi melalui persamaan reaksi berikut.
CO2 + H2O H2CO3
Reaksi pembentukan asam karbonat dapat
terjadi dalam cairan jaringan/ruang ekstrasel, plasma, maupun di dalam sel
darah merah. Pembentukan asm karbonat (H2CO3) yang
terjadi da dalam sel darah merah berlangsung sangat cepat (disebut reaksi
cepat) karena di dalamnya terdapat enzim kaobonat anhidrase yang berperan
sebagai katalis.
Darah mengangkut CO2 dalam
beberapa bentuk, yaitu sebagai senyawa karbamino (ikatan antara CO2
dan Hb), CO2 terlarut dalam plasma, asam karbonat (H2CO3,
hasil reaksi antara CO2 dan air), ion karbonat (HCO3-)
dan senyawa bikarbonat (NaHCO3 dan KHCO3, bentuk yang
paling banyak). H2CO3 merupakan senyawa asam yang labil
dan mudah terionisasi dengan menghasilkan ion H+ dan HCO2-.
Akan tetapi, transpor CO2 dalam bentuk H2CO3
dan HCO3- sering kali menyebabkan terjadinya penurunan pH
karena keduanya bersifat asam. Keadaan jaringan yang asam akan dapat mengganggu
kerja enzim dan aktifitas metabolisme sel.
Oleh karena itu, peluang timbulnya
suasana asam harus dihindarkan dengan cra membentuk senyawa yang bersifat
sedikit basa (senyawa bikarbonat). Dalam proses tersebut, ion HCO3-(ion
bikarbonat) akan berikatan dengan ion Na+ atau K+ yang
banyak terdapat dalam jaringan, membentuk NaHCO3 dan KHCO3
(senyawa bikarbonat).
Pengangkutan CO2 dalam bentuk
senyawa bikarbonat merupakan cara untuk mempertahankan keseimbangan pH.
Mekanisme mempertahankan pH dengan cara seperti itu dinamakan mekanisme
buffering mempertahankan keseimbangan pH merupakan tugas tambahan bagi sistem
respirasi, di luar tugas utamanya untuk mentranspor O2 dan CO2.
Sistem respirasi juga memiliki fungsi
lain, yaitu menjaga keseimbangan elektrik dalam darah, yang dilaksanakan melaui
mekanisme HCO3/Cl-
transporter atau chloride shift atau pertukaran HCO3/Cl-.
Chloride shift mekanisme untuk
menjaga keseimbangan elektrik antara plasma darah dan sel darah merah, dengan
mengatur perpindahan ion Cl- ke arah tertentu (ke dalam atau luar
sel), sebagai imbangan bagi perpindahan ion HCO3- ke arah
yang berlawanan dengan arah yang ditempuh ion Cl-.
Keterangan :
HCO3- atau Cl-
transporter (Choride shift)
Mekanisme bufering menjaga homoestatis
Ph
Bagan mekanisme buffer dan HCO3-
atau Cl- transporter
2.2.2
Pengaturan pernapasan
Respirasi pada hewan merupakan proses
yang diatur oleh saraf untuk mencukupi kebutuhan akan oksigen dan membuang CO2
secara efektif. Pengaturan respirasi dapat berlangsung secara kimiawi maupun
saratif (lihat gambar 8.5). pada dasarnya, pengaturan tersebut dimasudkan untuk
menjaga keseimbangan kadar oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Hal ini
penting karena kekurangan oksigen maupum kelebihan karbondioksida dalam
darah/cairan tubuh akan mengganggu proses fisiologis secara keseluruhan.
Pengendalian kadar atau tekanan CO2
dalam darah
Kita dapat memahami bahwa pada saat
kadar karbondioksida meningkat (misalnya selama aktif melakukan kegiatan),
kemoreseptor di medula (pusat respirasi) terangsang. Hal ini menyebabkna impuls
saraf dijalarkan di sepanjang serabut eferen ke organ efektor (otot dada,
jantung, dan pembuluh darah). Impuls yang sampai pada organ efektor tersebut
menimbulkan proses kompleks yang menyebabkan peningkatan laju ventilasi dan
pelepasan CO2. Impuls yang sampai ke jantung dan pembuluh darah pada
jaringan yang mengalami penimbunan CO2 akan mendorong timbulnya
respons yang akan mempermudah pelepasan CO2 dari tubuh, sekaligus
meningkatkan pemasukan oksigen ke dalam tubuh.
Pengaturan respirasi secara kimiawi pada
hewan terestrial lebih banyak dirangsang oleh adanya peningkatan kadar CO2
dalam darah dari pada oleh penurunan kadar oksigen. Pengaturan respirasi secara
sarafi dilakukan oleh sekelompok sel saraf pada pons varolli dan medula
oblongata. Pada pons bagian atas terdapat pneumotaxic center, yaitu pusat pernapasan yang berfungsi sebagai
pengatur kerja pusat saraf yang lebih rendah, yang terdapat di medula
oblongata. Pusat saraf yang lebih rendah tersebut ialah pusat inspiratori dan
pusat ekspiratori, yang mengendalikan inspirasi dan ekspirasi yang dilakukan
hewan. Selain ketiga pusat tersebut, pengaturan respirasi juga dilakukan oleh strech receptor (reseptor regangan) dan
saraf vagus, yang membawa rangsang dari
organ pernapasan ke pusat ekapiratori. Strech
receptor yaitu reseptor yang terdapat pada bronkhus dan jaringan paru-paru,
berfungsi untuk memantau keadaan paru-paru meregang maksimal (saat inspirasi).
Kemoresptor yang peka terhadap CO2
juga ditemukan pada badan karotid dan aorta. Reseptor di bagian ini memantau
kadar CO2 secara langsung, tetapi peranannya tidak sebesar peran
eseptor sejenis yang terdapat di medula oblongata. Hal ini berarti bahwa
sekalipun saraf yang menghubungkan bagian tersebut dengan otak diputuskan,
respons untuk menurunkan kadar CO2 akan tetap terselenggara.
Sebagian reseptor di badan karoid dan aortik juga merespons penurunan kadar
oksigen (pO2).
Hal ini terpenting yang harus diatur dan
berkaitan langsung dengan pengendalian homeostasis kadar/tekanan O2
dan CO2 adalah kedalaman dan laju pernapasan. Faktor yang paling
menentukaaan kedalaman dan laju pernapasan ialah konsentrasi karbondioksida,
yang biasanya dinyatakan dengan PCO2. Perubahan pCO2 akan
dipantau oleh kemoreseptor yang terdapat di pusta respiratori di medula. Pusat
respiratori tersebut sebenarnya merespons penurunan pH (peningkatan keasaman)
cairan serebrospinal. Peningkatan keasaman pada cairan tersebut merupakan
cermin yang tepat bagi adanya peningkatan pCO2 di arteri. Peningkatan
pCO2 di arteri akan menjadi sumber rangsang bagi dimulainya proses
pembuangan CO2.
Pembuangan CO2 dan pemasokan
oksigen harus sesuai dengan kebutuhan tubuh hewan, yang dari waktu ke waktu
dapat sangat bervariasi. Pada saat laju metabolisme meningkat, kebutuhan
oksigen dan pembentukan karbondioksida juga meningkat. Apabila saat tersebut
darah tidak mengandung cukup oksigen untuk memenuhi kebutuhannya, hewan akan
mengalami kondisi hipoksa atau bahkan asfiksia (keadaan tidak terdapat oksigen
dalam jaringan tubuh). Sebaliknya, apabila kadar oksigen dalam sel/tubuh
terlalu tinggi, dapar terjadi oksidasi yang tidak diharapkan, yang dapat
mengakibatkan kehancuran sel-sel tubuh. Pasokan oksigen yang tidak memadai
npada umumnya berkaitan erat dengan adanya timbunan karbondioksida. Sementara
itu, tumbunan karbondioksida dalam tubuh dapat meninbulkan berbagai gangguan
yang tidak diinginkan, antara lain gangguan metabolisme seperti telah diuraikan
sebelumnya.
2.3 Mekanisme pernapasan pada
vertebrata dan avertebrata
2.3.1 Mekanisme pernapsan pada
vertebrata
1 Sistem Respirasi Pada Ikan
Ikan bernapas pada insang yang terdapat di sisi kanan
dan kiri kepala (kecuali ikan Dipnoi yang bernapas dengan paru-paru). Selain
berfungsi sebagai alat pernapasan, insang juga berfungsi sebagai alat ekskresi
dan transportasi garam-garam. Oksigen dalam air akan berdifusi ke dalam sel-sel
insang. Darah di dalam pembuluh darah pada insang mengikat oksigen dan
membawanya beredar ke seluruh jaringan tubuh, darah akan melepaskan dan mengikat
karbondioksida serta membawanya ke insang. Dari insang, karbondioksida keluar
dari tubuh ke air secara difusi.
Insang
(branchia) akan tersusun atas bagian-bagian berikut ini:
a. Tutup insang (operculum). Hanya
terdapat pada ikan bertulang sejati, sedangkan pada ikan bertulang rawan, tidak
terdapat tutup insang. Operculum berfungsi melindungi bagian kepala dan
mengatur mekanisme aliran air sewaktu bernapas,
b. Membrane brankiostega (selaput tipis di tepi
operculum), berfungsi sebagai katup pada waktu air masuk ke dalam rongga mulut,
c. Lengkung insang (arkus brankialis), sebagai
tempat melekatnya tulang tapis insang dan daun insang, mempunyai banyak
saluran-saluran darah dan saluran syaraf,
d. Tulang tapis insang, berfungsi
dalam sistem pencernaan untuk mencegah keluarnya organisme makanan melalui
celah insang,
e. Daun insang, berfungsi dalam sistem pernapasan
dan peredaran darah, tempat terjadinya pertukaran gas O2 dengan CO2,
f. Lembaran (filamen) insang
(holobran kialis) berwarna kemerahan,
g. Saringan insang (tapis insang) berfungsi
untuk menjaga agar tidak ada benda asing yang masuk ke dalam rongga insang.
Insang
berbentuk lembaran-lembaran tipis berwarna merah muda dan selalu lembab. Bagian
terluar dari insang berhubungan dengan air, sedangkan bagian dalam berhubungan
erat dengan kapiler-kapiler darah. Tiap lembaran insang terdiri dari sepasang
filamen, dan tiap filamen mengandung banyak lapisan tipis (lamela). Pada
filamen terdapat pembuluh darah yang memiliki banyak kapiler sehingga
memungkinkan O2 berdifusi masuk dan CO2 berdifusi keluar.
Insang pada ikan bertulang sejati ditutupi oleh tutup insang yang disebut
operculum, sedangkan insang pada ikan bertulang rawan tidak ditutupi oleh
operculum.
Insang tidak
saja berfungsi sebagai alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi sebagai alat
ekskresi garam-garam, penyaring makanan, alat pertukaran ion, dan
osmoregulator. Beberapa jenis ikan mempunyai labirin yang merupakan perluasan
ke atas dari insang dan membentuk lipatan-lipatan sehingga merupakan rongga-rongga
tidak teratur. Labirin ini berfungsi menyimpan cadangan O2 sehingga
ikan tahan pada kondisi yang kekurangan O2. Contoh ikan yang
mempunyai labirin adalah ikan gabus dan ikan lele. Untuk menyimpan cadangan O2,
selain dengan labirin, ikan mempunyai gelembung renang yang terletak di dekat
punggung.
Mekanisme pernapasan pada ikan
Mekanisme pernapasan pada ikan diatur oleh mulut dan tutup insang. Pada
waktu tutup insang mengembang, membran brankiostega menempel rapat pada tubuh,
sehingga air masuk lewat mulut. Sebaliknya jika mulut ditutup, tutup insang
mengempis, rongga faring menyempit, dan membran brankiostega melonggar sehingga
air keluar melalui celah dari tutup insang. Air dengan oksigen yang larut di
dalamnya membasahi filamen insang yang penuh kapiler darah dan karbon dioksida
ikut keluar dari tubuh bersama air melalu celah tutup insang. Ikan juga
mempuyai gelembung renang yang berfungsi untuk menyimpan oksigen dan membantu
gerakan ikan naik turun.
Pada beberapa jenis ikan, misalnya gabus, lele atau gurami, rongga
insangnya mempunyai perluasan ke atas yang berupa lipatan-lipatan tidak teratur
yang disebut labirin. Rongga labirin berfungsi menyimpan udara sehingga jenis
ikan tersebut dapat hidup di air kotor dan kekurangan oksigen.
Selain dimiliki oleh ikan, insang juga dimiliki oleh katak pada fase
berudu, yaitu insang luar. Hewan yang memiliki insang luar sepanjang hidupnya
adalah salamander.
Hal-hal yang berkaitan dengan sistem pernapasan ialah perairan harus
mengandung O2 cukup banyak bila perairan kurang O2, ikan
akan menuju ke permukaan, ke tempat pemasukkan air dan menuju tempat air yang
berarus. Selain itu daun insang harus dalam keadaan lembab.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kebutuhan ikan akan O2 antara lain :
1. Ukuran dan umur (standia hidup) : ikan-ikan kecil membutuhkan lebih banyak O2,
1. Ukuran dan umur (standia hidup) : ikan-ikan kecil membutuhkan lebih banyak O2,
2. Aktivitas
ikan : yang aktif berenang perlu lebih banyak O2,
3. Jenis
kelamin : ikan betina membutuhkan lebih banyak O2.
2. Sistem Respirasi pada Burung
Alat pernapasan pada burung adalah paru-paru. Ukuran paru-paru relativ
kecil dibandingkan ukuran tubuh burung. Paru-paru burung terbentuk oleh bronkus
primer, bronkus sekunder, dan pembuluh bronkiolus. Bronkus primer berhubungan
dengan mesobronkus. Mesobronkus merupakan bronkiolus terbesar. Mesobronkus
bercabang menjadi dua set bronkus sekunder arterior dan posterior yang disebut
ventrobronkus dan dorsobronkus dihubungkan oleh parobronkus. Paru-paru burung
memiliki ±1000 buah parabronkus yang bergaris tengah ±0,5 mm. Paru-paru burung
memiliki perluasan yang disebut kantong udara yang mengisi daerah selangka dada
atas, dada bawah, daerah perut, daerah tulang humerus dan daerah leher.
Berturut-turut dari luar ke dalam. Susunan alat pernapasan burung adalah
sebagai berikut:
a. Lubang hidung,
b. Celah
tekak pada dasar faring, berhubungan dengan trakea,
c. Trakea,
berupa pipa dengan penebalan tulang rawan berbentuk cincin yang tersusun di
sepanjang trakea,
d. Siring
(alat suara), terletak di bagian bawah trakea. Dalam siring terdapat otot
sternotrakealis yang menghubungkan tulang dada dan trakea, serta berfungsi
untuk menimbulkan suara. Selain itu terdapat juga otot siringialis yang
menghubungkan siring dengan dinding trakea sebelah dalam. Dalam rongga siring
terdapat selaput yang mudah bergetar. Getaran selaput suara tergantung besar
kecilnya ruangan siring yang diatur oleh otot sternotrakealis dan otot
siringalis,
e. Bifurkasi
trakea, yaitu percabangan trakea menjadi dua bronkus kanan dan kiri,
f. Bronkus
(cabang trakea) terletak di antara siring dan paru-paru,
g. Paru-paru
dengan selaput pembungkus paru-paru yang disebut pleura.
Pada burung, tempat berdifusinya gas pernapasan hanya terjadi di paru-paru.
Paru-paru burung berjumlah sepasang dan terletak dalam rongga dada yang
dilindungi oleh tulang rusuk.
Paru-paru burung berhubungan dengan kantong udara
melalui perantaraan bronkus rekurens. Selain berfungsi sebagai alat bantu pernapasan
saat terbang, kantong udara juga membantu memperbesar ruang siring sehingga
dapat memperkeras suara. Kantong udara juga berfungsi mencegah hilangnya panas
dengan menyelubungi alat-alat dalam untuk mencegah kedinginan dan mengubah
massa jenis tubuh pada burung-burung perenang.
Perubahan massa jenis terjadi dengan cara memperbesar
atau memperkecil kantong udara. Kantong udara terdapat pada pangkal leher
(servikal), ruang dada bagian depan (toraks anterior), antar tulang selangka
(korakoid), ruang dada bagian belakang (toraks posterior), rongga perut (saccus
abdominalis), ketiak (saccus axillaris).
Jalur pernapasan pada burung berawal di lubang hidung.
Pada tempat ini, udara masuk kemudian diteruskan pada celah tekak yang terdapat
pada dasar faring yang menghubungkan trakea. Trakeanya panjang berupa pipa
bertulang rawan yang berbentuk cincin, dan bagian akhir trakea bercabang
menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Dalam bronkus pada
pangkal trakea terdapat sirink (alat suara yang terletak pada bagian bawah
trakea) yang pada bagian dalamnya terdapat lipatan-lipatan berupa selaput yang
dapat bergetar. Bergetarnya selaput itu menimbulkan suara. Bronkus bercabang
lagi menjadi mesobronkus yang merupakan bronkus sekunder dan dapat dibedakan
menjadi ventrobronkus (di bagian ventral) dan dorsobronkus (di bagian dorsal).
Ventrobronkus dihubungkan dengan dorsobronkus, oleh banyak parabronkus (100
atau lebih). .
Parabronkus berupa tabung- tabung kecil. Di
parabronkus bermuara banyak kapiler sehingga memungkinkan udara berdifusi.
Selain paru-paru, burung memiliki 8 atau 9 perluasan paru-paru atau pundi-pundi
hawa (sakus pneumatikus) yang menyebar sampai ke perut, leher, dan sayap.
Pundi-pundi hawa berhubungan dengan paru-paru dan berselaput tipis. Di
pundi-pundi hawa tidak terjadi difusi gas pernapasan, pundi-pundi hawa hanya
berfungsi sebagai penyimpan cadangan oksigen dan meringankan tubuh. Karena
adanya pundi-pundi hawa maka pernapasan pada burung menjadi efisien. .
Udara pada pundi-pundi hawa dimanfaatkan hanya pada
saat udara (O2) di paru-paru berkurang, yakni saat burung sedang mengepakkan
sayapnya. Saat sayap mengepak atau diangkat ke atas maka kantung hawa di tulang
korakoid terjepit sehingga oksigen pada tempat itu masuk ke paru-paru. Sebaliknya,
ekspirasi terjadi apabila otot interkostal relaksasi maka tulang rusuk dan
tulang dada kembali ke posisi semula, sehingga rongga dada mengecil dan tekanan
menjadi lebih besar dari tekanan di udara luar akibatnya udara dari paru-paru
yang kaya karbondioksida keluar. Bersamaan dengan mengecilnya rongga dada,
udara dari kantung hawa masuk ke paru-paru dan terjadi pelepasan oksigen dalam
pembuluh kapiler di paru-paru. Jadi, pelepasan oksigen di paru-paru dapat
terjadi pada saat ekspirasi maupun inspirasi. .
Selain itu, pada waktu burung tidak terbang,
pernapasan terjadi karena gerakan tulang dada sehingga tulang-tulang rusuk
bergerak ke muka dan ke arah bawah. Akibatnya, rongga dada membesar dan
paru-paru akan mengempis sehingga udara dari kantong udara kembali ke
paru-paru. Jadi, udara segar mengalir melalui parabronkus pada waktu inspirasi
dan ekspirasi sehingga fungsi paru-paru burung lebih efisien daripada paru-paru
mamalia. Kecepatan respirasi pada berbagai hewan berbeda bergantung dari
berbagai hal, antara lain, aktifitas, kesehatan, dan bobot tubuh
3. sistem
respirasi pada amphibi
Pada katak, oksigen berdifusi lewat selaput
rongga mulut, kulit, dan paru-paru. Kecuali pada fase berudu bernapas dengan
insang karena hidupnya di air. Selaput rongga mulut dapat berfungsi sebagai
alat pernapasan karma tipis dan banyak terdapat kapiler yang bermuara di tempat
itu. Pada saat terjadi gerakan rongga mulut dan faring, Iubang hidung terbuka
dan glotis tertutup sehingga udara berada di rongga mulut dan berdifusi masuk
melalui selaput rongga mulut yang tipis. Selain bernapas dengan selaput rongga
mulut, katak bernapas pula dengan kulit, ini dimungkinkan karma kulitnya selalu
dalam keadaan basah dan mengandung banyak kapiler sehingga gas pernapasan mudah
berdifusi. Oksigen yang masuk lewat kulit akan melewati vena kulit (vena
kutanea) kemudian dibawa ke jantung untuk diedarkan ke seluruh tubuh.
Sebaliknya karbon dioksida dari jaringan akan di bawa ke jantung, dari jantung
dipompa ke kulit dan paru-paru lewat arteri kulit pare-paru (arteri pulmo
kutanea). Dengan demikian pertukaran oksigen dan karbon dioksida dapat
terjadi di kulit.
Selain bernapas dengan selaput rongga mulut dan
kulit, katak bernapas juga dengan paru-paru walaupun paru-parunya belum sebaik
paru-paru mamalia. Katak mempunyai sepasang paru-paru yang berbentuk gelembung
tempat bermuaranya kapiler darah. Permukaan paru-paru diperbesar oleh adanya
bentuk- bentuk seperti kantung sehingga gas pernapasan dapat berdifusi.
Paru-paru dengan rongga mulut dihubungkan oleh bronkus yang pendek.
Dalam paru-paru terjadi mekanisme inspirasi dan
ekspirasi yang keduanya terjadi saat mulut tertutup. Fase inspirasi adalah saat
udara (kaya oksigen) yang masuk lewat selaput rongga mulut dan kulit berdifusi
pada gelembung-gelembung di paru-paru. Mekanisme inspirasi adalah sebagai
berikut. Otot Sternohioideus berkonstraksi sehingga rongga mulut
membesar, akibatnya oksigen masuk melalui koane.
Setelah itu koane menutup dan otot rahang bawah
dan otot geniohioideus berkontraksi sehingga rongga mulut mengecil. Mengecilnya
rongga mulut mendorong oksigen masuk ke paru-paru lewat celah-celah. Dalam
paru-paru terjadi pertukaran gas, oksigen diikat oleh darah yang berada dalam
kapiler dinding paru-paru dan sebaliknya, karbon dioksida dilepaskan ke
lingkungan. Mekanisme ekspirasi adalah sebagai berikut. Otot-otot perut dan
sternohioideus berkontraksi sehingga udara dalam paru-paru tertekan keluar dan
masuk ke dalam rongga mulut. Celah tekak menutup dan sebaliknya koane membuka.
Bersamaan dengan itu, otot rahang bawah berkontraksi yang juga diikuti dengan
berkontraksinya geniohioideus sehingga rongga mulut mengecil. Dengan
mengecilnya rongga mulut maka udara yang kaya karbondioksida keluar
4. Respirasi reptil
Paru-paru reptilia berada dalam rongga dada dan
dilindungi oleh tulang rusuk. Paru-paru reptilia lebih sederhana, hanya dengan
beberapa lipatan dinding yang berfungsi memperbesar permukaan pertukaran gas.
Pada reptilia pertukaran gas tidak efektif.
Pada kadal, kura-kura, dan buaya paru-paru lebih
kompleks, dengan beberapa belahanbelahan yang membuat paru-parunya bertekstur
seperti spon. Paru-paru pada beberapa jenis kadal misalnya bunglon Afrika
mempunyai pundi-pundi hawa cadangan yang memungkinkan hewan tersebut melayang
di udara.
2.3.3
mekanisme respirasi pada invertebrata
1.
respirasi serangga
Proses respirasi pada serangga, sama
dengan pada organisme lain, merupakan proses pengambilan oksigen (O2),
untuk diproses dalam mitokhondria. Baik serangga terestrial maupun akuatik membutuhkan
O2 dan membuang CO2, namun pada keduanya terdapat
perbedaan jelas: di udara terdapat kl. 20% oksigen, sedang di air 10%. Oleh
karenanya kecepatan diffusinya juga berbeda, di air 3 x 106 lebih kecil
daripada kecepatan diffusi O2 di udara.
Sistem pernafasan pada serangga
mengenal dua sistem, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup.
Digunakan alat atau organ yang disebut spirakulum (spiracle),
juga tabung-tabung trakhea dan trakheola. Tekanan total
dari udara sebenarnya merupakan jumlah tekanan gas N2, O2,
CO2 dan gas-gas lain. O2 sendiri masuk ke dalam jaringan
dengan satu proses tunggal yaitu adanya tekanan udara dalam jaringan. Tekanan O2
dengan demikian harus lebih besar daripada tekanan udara dalam jaringan,
sebaliknya tekanan CO2 dalam jaringan harus lebih besar dibanding
yang ada di udara.
Pada umumnya serangga akuatik kecil
luas permukaan tubuhnya lebih besar daripada volumenya, sehingga diffusi O2
dapat berjalan dengan baik berhubung luas permukaan yang cukup untuk akomodasi
aliran O2 dari luar tubuh.
Sebaliknya pada serangga yang
ukurannya lebih besar, harus dibantu dengan menggunakan kantung udara
(air-sacs), yang mengumpulkan udara dengan mekanisme kontraksi, yang harus
didukung oleh suatu sistem pemanfaatan energi. Contohnya pada beberapa jenis
belalang yang mampu hidup di dalam air.
Sistem respirasi terbuka
banyak digunakan oleh serangga-serangga darat dan beberapa jenis serangga air,
sedang sistem tertutup digunakan oleh serangga air, yang tidak
menggunakan spirakulum, antara lain untuk mencegah supaya jangan terjadi
evapotranspirasi.
Pada kepik air (Belastomatidae)
digunakan apa yang disebut "insang fisis" atau physical gill
digunakan untuk mengumpulkan gelembung, dan jaringan mengambil O2
dari dalam gelembung-gelembung udara yang disimpan. Jika tekanan parsial O2
menurun, tekanan udara di dalam air menjadi lebih besar, akan ada gerakan udara
dari dalam air ke dalam tubuh serangga, sehingga terkumpullah
gelembung-gelembung udara. Apabila di dalam gelembung udara yang disaring
tersebut sudah terkandung terlalu banyak N2, maka serangga akan
muncul ke permukaan dan membuka mulut.
Sebaliknya terdapat juga serangga
yang mampu tinggal lama di dalam air dengan bantuan suatu organ yang disebut plastron,
suatu filamen udara. Dengan alat ini maka CO2 yang terbentuk
dibuang, dan O2 yang terlarut diambil langsung. Bangunan ini
sering juga disebut sebagai insang fisis khusus (special physical gill).
Karenanya serangga mampu bertahan di dalam air dalam jangka waktu yang lebih
lama. Serangga air juga ada yang memanfaatkan insang trakheal (tracheal gill).
(M. Abercrombie, 1993)
Gambar mekanisme dan morfologi respirasi serangga
Jika otot perut belalang
berkontraksi maka trakea mexrupih sehingga udara kaya CO2 keluar. Sebaliknya,
jika otot perut belalang berelaksasi maka trakea kembali pada volume semula
sehingga tekanan udara menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan di luar sebagai
akibatnya udara di luar yang kaya O2 masuk ke trakea.
Sistem trakea berfungsi mengangkut O2
dan mengedarkannya ke seluruh tubuh, dan sebaliknya mengangkut CO2
basil respirasi untuk dikeluarkan dari tubuh. Dengan demikian, darah pada
serangga hanya berfungsi mengangkut sari makanan dan bukan untuk mengangkut gas
pernapasan..
Di bagian ujung trakeolus terdapat
cairan sehingga udara mudah berdifusi ke jaringan. Pada serangga air seperti
jentik nyamuk udara diperoleh dengan menjulurkan tabung pernapasan ke
perxnukaan air untuk mengambil udara.
Serangga air tertentu mempunyai
gelembung udara sehingga dapat menyelam di air dalam waktu lama. Misalnya,
kepik Notonecta sp. mempunyai gelembung udara di organ yang menyerupai rambut
pada permukaan ventral. Selama menyelam, O2 dalam gelembung
dipindahkan melalui sistem trakea ke sel-sel pernapasan.
Selain itu, ada pula serangga yang
mempunyai insang trakea yang berfungsi menyerap udara dari air, atau
pengambilan udara melalui cabang-cabang halus serupa insang. Selanjutnya dari
cabang halus ini oksigen diedarkan melalui pembuluh trakea.
Pada kepik air (Belastomatidae)
digunakan "insang fisis" atau physical gill digunakan untuk
mengumpulkan gelembung, dan jaringan mengambil O2 dari dalam
gelembung-gelembung udara yang disimpan. Jika tekanan parsial O2
menurun,tekanan udara di dalam air menjadi lebih besar, akan ada gerakan udara
dari dalam air ke dalam tubuh serangga, sehingga terkumpullah
gelembung-gelembung udara. Apabila di dalam gelembung udara yang disaring
tersebut sudah terkan¬dung terlalu banyak N2, maka serangga akan muncul ke
permukaan dan membuka mulut.
Sebaliknya terdapat juga serangga
yang mampu tinggal lama di dalam air dengan bantuan suatu organ yang disebut
plastron, suatu filamen udara. Dengan alat ini maka CO2 yang
terbentuk dibuang, dan O2 yang terlarut diambil langsung (bukan
dalam ujud gelembung udara). Bangunan ini sering juga disebut sebagai insang
fisis khusus (special physical gill). Karenanya serangga mampu bertahan di
dalam air dalam jangka waktu yang lebih lama. Serangga air juga ada yang
memanfaatkan insang trakheal (tracheal gill), yang merupakan insang biologis,
berfungsi karena gerak biologis.
Ø Filum Protozoa
Respirasi dengan
cara aerob atau anaerob. Pada respirasi aerob terjadi oksidasi dengan O2
yang masuk dalam tubuh dengan cara difusi dan osmosis melalui seluruh permukaan
tubuh, sedang pada anaerob terjadi pembongkaran zat yang kompleks menjadi zat
yang sederhana dengan menggunakan enzim-enzim tanpa memerlukan oksigen. Hasil
kedua peristiwa itu akan sama yakni dihasilkan energi dan zat sisa-sisa yang
akan ditampung dalam vakuola kontraktil sebagai zat ekskresi.
Ø Filum Porifera (Hewan Spons)
Sebetulnya spons
tidak mempunyai alat atau organ pernafasan khusus, kendati demikian mereka
dalam hal respirasi bersifat aerobik. Dalam hal ini yang bertugas
menangkap/mendifusikan oksigen yang terlarut di dalam air medianya bila di
jajaran luar adalah sel-sel epidermis (sel-sel pinakosit), sedangkan pada
jajaran dalam yang bertugas adalah sel-sel leher (khoanosit) selanjutnya
oksigen yang telah berdifusi ke dalam kedua jenis sel tersebut diedarkan ke
seluruh tubuh oleh amoebosit. Berhubung hewan spons bersifat sesil artinya
tidak mengadakan perpindahan tempat sedangkan hidupnya sepenuhnya tergantung
akan kaya tidaknnya kandungan material (oksigen, partikel makanan) dari air
yang merupakan medianya, maka ketika Porifera masih dalam fase larva yang sanggup
mengadakan pergerakan yaitu berenang-renang mengenbara kian kemari dengan
bulu-bulu getarnya, ia akan memilih tempat yang strategis dalam arti yang kaya
akan kandungan material yang dibutuhkan untuk kepentingan hidup.
Bila air yang
merupakan media hidupnya itu mengalami penyusutan kandungan oksigennya, maka
hal ini akan mempengaruhi kehidupan Porifera yang bersangkutan, artinya
tubuhnya juga akan mengalami penyusutan sehingga menjadi kecil dan bila
kekurangan sampai melampaui batas toleransinya maka Poriferanya akan mati.
Gambar anatomi
porifera
Ø Filum Coelenterata (Hewan Berongga)
Hewan Hydra “pertukaran gas pada hydra terjadi
secara langsung pada permukaan tubuhnya. Hal ini karena Hydra tidak mempunyai organ khusus untuk pernafasan, pembuangan
hasil ekskresi, dan juga tidak mempunyai darah serta sistem peredaran darah.
Semua organ-organ itu bagi Hydra
tidak diperlukan, sebab tubuhnya tersusun atas deretan sel-sel yang sebagian
besar masih bebas bersentuhan langsung dengan air yang ada di sekitarnya. Di
samping itu dinding tubuh Hydra
merupakan dinding yang tipis, oleh sebab itu pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida maupun zat-zat sampah dari bahan nitrogen tidak menjadi
persoalan bagi tubuh Hydra.
Pertukaran zat
tersebut berlangsung secara langsung dengan dunia luar secara difusi dan
osmosis melalui membran dari masing-masing sel. Dengan perkataan lain proses
pernafasan maupun pembuangan sisa metabolisme dilakukan secara mandiri oleh
masing-masing sel ynag bersangkutan.
Hewan
Scypozoa “seperti halnya hydra, Ubur-ubur ini tidak
mempunyai alat respirasi maupun ekskresi yang khusus. Kedua proses tersebut
dilakukan secara langsung melalui seluruh permukaan tubuhnya. Dalam hal ini
sistem saluran air dan sistem saluran gastrovaskular sangat membantu dalam
memperlancar proses respirasi maupun ekskresi.
Gas-gas O2
yang terlarut di dalam air akan masuk secara difusi masuk kedalam lapisan
epidermis maupun gastrodermis tubuh ubur-ubur. Sebaliknya gas-gas O2
yang dihasilkan dari proses respirasi akan dikeluarkan dari tubuhnya secara
difusi. Demikian halnya dengan zat-zat sampah, terutama yang berupa zat-zat
nitrogen sebagai sisa-sisa metabolisme, akan dibuang secara langsung oleh
sel-sel epidermis maupun gastrodermis ke lingkungan luar tubuh.
Hewan
Anthozoa “seperti halnya Coelenterata yang lain, tidak
mempunyai alat khusus untuk pernafasan maupun pembuangan hasil ekskresi. Dalam
hal ini pernafasan baik pemasukan oksigen yang terlarut di dalam air laut,
maupun pengeluaran gas karbondioksida berlangsung secara difusi-osmosis secara
langsung melalui semua permukaan tubuhnya. Yang dimaksud dengan permukaan tubuh
ialah baik permukaan epidermis maupun permukaan gastrodermis yang menghadap
kearah liang atau rongga gastrovaskuler. Dalam hal ini, aliran air yang timbul
di dalam saluran gastrovaskuler disebabkan oleh gerak sapu dari rambut-rambut
getar yang berjajar-jajar di bagian dinding stomodeum maupun dinding gastrovaskular
(coelenteron). Gerak rambut getar yang ada pada dinding gastrovaskular
menimbulkan aliran air ke luar. Kedua mekanisme ini sangat membantu dalam hal
pertukaran gas maupun sisa-sisa metabolisme lainnya.
Ø Filum Platyhelminthes
Cacing pipih
belum memiliki alat pernafasan khusus. Pengambilan oksigen bagi anggota yang
hidup bebas dilakukan secara difusi melalui permukaan tubuh. Sementara anggota
yang hidup sebagai endoparasit bernafas secara anaerob, artinya respirasi
berlangsung tanpa oksigen. Hal ini terjadi karena cacing endoparasit hidup pada
lingkungan yang kekurangan oksigen.
Ø Filum Nemathelminthes
Cacing Ascaris tidak mempunyai alat respirasi.
Respirasi dilakukan secara anaerob. Energi diperoleh dengan cara mengubah
glikogen menjadi CO2 dan asam lemak yang diekskresikan melalui kutikula. Namun
sebenarnya Ascaris dapat mengkonsumsi
oksigen kalau di lingkungannya tersedia. Jika oksigen tersedia, gas itu diambil
oleh hemoglobin yang ada di dalam dinding tubuh dan cairan pseudosoel.
Ø Filum Annelida
Cacing tanah bernapas
dengan kulitnya, sebab kulitnya bersifat lembab, tipis, banyak mengandung
kapiler-kapiler darah.
Ø Filum Mollusca
Sebagian besar
Mollusca organ respirasinya adalah insang. Insang diadaptasikan untuk
pertukaran gas oksigen dan kabondioksida dalam air melalui permukaan insang
yang luas dan berbentuk membran yang tipis. Pada Mollusca, insang disebut juga
ktinidium (Yunani : kteis; sebuah sisir). Ktenidia terdiri atas sebuah filamen
(= lamela) yang ditutupi silia. Gerakan silia menyebabkan air melintasi
permukaan filamen, oksigen berdifusi melintasi membran menuju ke darah, dan
karbondioksida berdifusi keluar. Pada beberapa Mollusca seperti remis dan
bivalvia lain, silia pada insang juga berperan menyaring partikel makanan,
kemudian mengirimnya ke mulut dalam bentuk benang lendir. Setelah insang aliran
air biasanya menuju anus dan saluran keluar ginjal sambil membawa bahan yang
akan dibuang. Pada beberapa Mollusca, air masuk melalui incurent siphon dan
keluar melalui excurent siphon. Sebelum mencapai insang aliran air yang masuk
dideteksi oleh organ sensorik (osphradium) yang dapat berfungsi mendeteksi
endapan lumpur, makanan atau predator.
Beberapa
Mollusca yang tidak memiliki insang, maka pertukaran gas respirasi terjadi
secara langsung melalui permukaan mantel. Keong memiliki kemampuan adaptasi
intuk kehidupan darat yaitu dengan hilangnya insang, maka mantel yang
dimilikinya dimodifikasi menjadi sebuah paru-paru untuk pernapasan udara.
Beberapa keong (pulmoat) kembali ke habitat air, namun tetap mempertahankan
paru-parunya. Untuk itu mereka terlihat sering merambat naik ke permukaan air
untuk mengambil udara.
Ø Filum Echinodermata
Organ respirasi
pada Asterias adalah insang, atau papula dan kaki tabung. Papula merupakan
organ respirasi utama. Mereka adalah sederhana, kontraktil, transparan, hasil
pertumbuhan dari dinding tubuh pada permukaan aboral mempunyai ephithelium
bersilia pada permukaan sebelah luar dan sebelah dalamnya. Itu merupakan
derivat atau perubahan lanjut dari coelom dan sisa lumennya berhubungan
langsung dengan coelom. Pertukaran O2 dan CO2 terjadi di antara air laut dan
cairan tubuh dari insang-insangnya. Silia pada epithelium mempunyai peranan
vital dalam menggerakkan cairan coelom dan dalam menciptakan air untuk
pernapasan keluar masuk di dalam air laut. Di samping dindingnya tipis, kaya
akan percabangan dan bagia-bagian tubuh lembab, juga bertindak sebagai
organ-organ respirasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem respirasi ada dua
macam, yaitu respirasi eksternal dan respirasi internal. Respirasi seluler
adalah proses masuknya O2 ke dalam sel dan dikeluarkan CO2 dan ATP yang dimana
CO2 dibuang dan ATP digunakan. Organ respirasi hewan:
a.
Hewan
Akuatik menggunakan kulit dan insang,
b.
Hewan
terrestrial menggunakan paru-paru difusi, paru-paru buku, paru-paru alveolar
dan trakea.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Isnaeni,Wiwi.2006.Fisiologi
Hewan.Yogyakarta:Kanisius
Ø Kastawi,Yusuf.Zoologi Avertebrata.Malang:FMIPA UM
Ø Goenarso,Darmadi.2005.Fisiologi
Hewan.UT
Ø http://aprianatitik.wordpress.com/arsip
diacces tanggal 24 Juni 2012
Ø http://ginapodia.blogspot.com/2009/05/sistem-respirasi-serangga.html
diacces tanggal 24 Juni 2012
http://gurungeblog.wordpress.com/2008/11/01/sistem-pernapasan-hewan/
diacces tanggal 24 Juni 2012
No comments:
Post a Comment