BAB I
PENDAHULUAN
Coklat
mengandung berbagai macam senyawa yang
bervariasi jenisnya, seperti lemak jenuh, polifenol, sterol, di- dan triterpen,
alkohol alifatik, dan metilxantin (Knight, I., et al., 2000). Kokoa, komposisi
utama dari coklat, kaya akan senyawa polifenol, terutama sekali flavan-3-ols,
seperti epicatechin, catechin, dan procyandin (Scalbert, A., et al., 2000). Senyawa polifenol secara
luas terdistribusi dalam sayuran, buah-buahan, dan pada minuman seperti teh,
yang dikonsumsi kebanyakan orang setiap harinya (Scalbert, A., et al., 2000).
Dari studi epidemiological diperoleh
fakta bahwa asupan makanan yang mengandung banyak flavanoid, senyawa turunan
polifenol, dapat menguarangi resiko terkena penyakit jantung koroner (Hertog,
M.G. L., et al., 1995). Hal ini disebabkan flavanoid dapat berperan sebagai
antioksidan (Fuhrman, B., et al., 2001). Modifikasi oksidatif LDL memegang
peran penting dalam atherogenesis (Steinberg, D., et al., 1989), dan agen yang
mampu mencegah oksidasi LDL pada dinding arteri bisa memperlambat serangan
atherosclerosis (Fuhrman, B., et al., 2001).
Bubuk
kokoa dan coklat memiliki potensi sebagai antioksidan dan dapat menginhibisi
oksidasi LDL secara invitro (Kondo, K., et al., 1996). Studi sebelumnya
menunjukkan bahwa coklat dapat meningkatkan kapasitas antioksidan di dalam
plasma (Serafini, M., et al., 2003), menurunkan kereaktifan formasi asam 2-thiobarbituric dalam plasma (Rein, K.,
et al., 1996), dan menginhibisi oksidasi LDL secara ex vivo (Kondo, K., et al.,
1996). Dewasa ini telah diketahui bahwa dengan mengkonsumsi polifenol kokoa
untuk jangka waktu yang panjang juga dapat meningkatkan kapasitas antioksidan
di dalam plasma dan menginhibisi oksidasi LDL secara ex vivo (Wan, Y., et al.,
2000). Namun penelitian yang berhubungan langsung dengan efek jangka panjang
konsumsi coklat terhadap peroksidasi lipid secara in vivo sangat langka
(Mathur, S., et al., 2002).
Seringkali
coklat dipostulatkan memiliki efek
hypercholesterolemic karena memiliki kandungan lemak jenuh sangat tinggi.
Namun hasil penelitian secara klinis
menunjukkan
bahwa konsumsi coklat tidak memiliki efek terhadap jumlah serum total dan
kolesterol LDL (Kris-Etherton, P.M., et al., 1994). Sedangkan konsumsi kokoa
atau dark chocolate mungkin dapat
memberikan keuntungan pada serum lipid. Penelitian dewasa ini menunjukkan bahwa
mengkonsumsi dark chocolate dapat meningkatkan
konsentrasi kolesterol HDL sebesar 4% (Wan, Y., et al., 2001).
Komsumsi
coklat dapat memberikan efek pada peroksidasi lipid secara ex vivo telah
diketahui, namun penelitian tentang efek jangka panjang konsumsi coklat
terhadap peroksidasi lipid secara in vivo belum ada publikasi. Selain itu,
penelitian sebelumnya tidak menjawab pertanyaan tentang perubahan konsentrasi
HDL yang berhubungan dengan asam lemak dari coklat atau kokoa itu sendiri.
Sehingga hal ini mendorong pengadaan penelitian klinis untuk mempelajari efek
mengkonsumsi coklat dalam jangka waktu yang lama terhadap serum lipid dan
peroksidasi lipid secara ex vivo dan in vivo. Untuk membedakan antara efek
polifenol dan asam lemak coklat dalam induksi peroksidasi lipid, maka coklat
yang digunakan mengandung jumlah asam lemak yang sama, namun berbeda dalam
jumlah kandungan polifenol.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah
Singkat Coklat
Coklat sering disebut sebagai makanan psikoaktif. Coklat atau kakao
merupakan tanaman perkebunan berupa pohon yang dikenal di Indonesia sejak tahun
1560, namun baru menjadi komoditi yang penting sejak tahun 1951. Coklat yang
dapat dijumpai saat ini merupakan hasil olahan dari biji buah cokelat atau
disebut buah kakao dengan nama latin Theobroma
cacao L. Sesuai namanya, Theobroma
artinya makanan atau santapan dewa. Berasal dari bahasa Yunani, Theos yang artinya dewa dan broma yang artinya makanan. Pohon kokoa
merupakan tanaman asli dari hutan tropis Amazon yang memiliki kelembapan sangat
tinggi. Tetapi varietas lainnya juga bisa ditemukan di Meksiko dan Peru.
Klasifikasi botani tanaman kakao adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L
Jenis kakao yang
terbanyak dibudidayakan adalah jenis:
a) Criollo (Criollo Amerika Tengah dan Amerika
Selatan) yang menghasilkan biji kakao
bermutu sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia, fine flavour cocoa, choiced cocoa atau edel cocoa.
b) Forastero yang menghasilkan biji kakao
bermutu sedang dan dikenal sebagai ordinary
cocoa atau bulk cocoa.
c) Trinitario yang merupakan hibrida alami dari
Criollo dan Forastero sehingga menghasilkan biji kakao yang dapat termasuk fine flavour cocoa atau bulk cocoa. Jenis Trinitario yang
banyak ditanam di Indonesia adalah Hibrid Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone
Hybrida (Kakao lind).
Gambar 2.1 Pohon Kakao
2.2 Coklat dan
Kandungan yang terdapat di Dalamnya
Kokoa atau coklat merupakan bahan makanan yang mengandung lebih dari
600 komponen. Coklat yang dikenal saat ini merupakan hasil olahan biji coklat
yang dicampur dengan bubuk kokoa, gula, dan susu. Coklat mengandung berbagai macam senyawa yang bervariasi jenisnya, seperti lemak
jenuh, polifenol, sterol, di- dan triterpen, alkohol alifatik, dan metilxantin
(Knight, I., et al., 2000). Hal ini dapat menjelaskan bahwa secara alami coklat
sangat kompleks. Berikut adalah komponen utama penyusun coklat (Nielsen, 1995):
- cocoa butter (54%)
- protein (11,5%)
- serat (3-10%)
- asam organik (9,5%)
- selulosa (9%)
- air (5%)
- garam mineral (2,6%)
- theobromin (1,2 %)
- gula (1%)
- kafein (0,2%)
Selain itu, di dalam coklat juga mengandung
senyawa-senyawa bioaktif seperti flavonoid (terutama catechin dan procyanidin),
metilxantin, anandamin dan polifenol serta turunannya. Beberapa senyawa
bioaktif di dalam coklat ini secara teori dapat mempengaruhi emosi,
kesehatan dan kenyamanan pada orang yang
memakannya. Seperti theobromin dan kafein yang berfungsi sebagai stimulan.
Selain itu coklat juga mengandung tiramin dan feniletil amin, yang sifatnya
mirip amfetamin, stimulan untuk sistem saraf pusat. Feniletil amin dapat
meningkatkan serapan triptofan ke dalam otak yang kemudian akan menghasilkan
dopamin. Dampak dopamin adalah munculnya perasaan senang dan perbaikan suasana
hati. Tetapi, senyawa ini hanya sedikit terkandung di dalam coklat dan dapat
ditemukan pula pada makanan lain yang dikonsumsi pada umumnya. Coklat juga
mengandung triptofan. Triptofan merupakan asam amino esensial. Triptofan
merupakan senyawa penentu laju produksi modulasi mood pada sistem saraf
serotonin.
Kokoa dan coklat merupakan sumber antioksidan polifenol
paling tinggi. Pada awalnya polifenol di dalam coklat hanya berperan di dalam
memberikan cita rasa dan aroma pada coklat. Namun pada penelitian dewasa ini
menunjukkan bahwa polifenol merupakan zat antioksidan yang memiliki kemungkinan
menguntungkan bagi kesehatan manusia. Flavonoid dan polifenol juga mampu
menurunkan tingkat kolesterol, mengurangi resiko tekanan darah tinggi,
melindungi tubuh dari penyakit, serta mengurangi efek-efek penuaan, dan
membersihkan radikal yang dapat merusak sel tubuh, akhirnya dapat mengakibatkan
kanker.
2.2.1 Lipid
Lipid merupakan senyawa yang dapat menyediakan energi untuk
aktivitas sehari-hari di dalam membantu untuk mensuplai nutrisi untuk tubuh.
Coklat merupakan salah satu sumber minor dari lipid. Hampir 60% lemak biasanya
berasal dari susu, keju, krim, daging, mentega, dan margarin (Gregory, J., et
al., 1990). Meskipun pola konsumsi bervariasi untuk tiap negara, namun secara
keseluruhan hampir sama. Penggolongan lipid:
·
Lipid sederhana, contohnya fats & oils, wax
·
Lipid kompleks, contohnya
glikolipid, fosfolipid, lipoprotein
·
Turunan lipid, contohnya
sterol, karotenoid, dan terpen.
Tetapi, ada penggolongan lipid lain yang dibedakan melalui kandungan
asam lemaknya. Setidaknya ada tiga kelas utama lipid:
- Saturated Fatty Acid (SFA)
Memiliki rantai linier, tidak ada ikatan rangkap. Pada
temperatur kamar wujudnya adalah padat. Jenis lipid ini biasanya paling banyak
ditemukan pada hewan. Namun lipid jenis ini dapat ditemukan pula pada minyak
kelapa, minyak kelapa sawit, dan mentega. Makanan yang mengandung lipid jenis
akan meningkatkan kadar kolesterol LDL dalam tubuh.
- Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA)
Suatu asam lemak yang memiliki dua atau lebih ikatan
rangkap. Pada temperatur kamar wujudnya adalah cair. Kadar PUFA sangat tinggi
pada minyak ikan, bunga matahari, jagung, dan minyak kedelai. Konsumsi PUFA
dapat menurunkan kadar kolesterol LDL di dalam peredaran darah. Sehingga dapat
membantu mencegah terkena penyakit jantung.
- Monounsaturated Fatty Acid (MUFA)
Suatu asam lemak yang memiliki satu ikatan rangkap. MUFA
dapat ditemukan pada minyak zaitun, kacang tanah, dan biji kanola. Berdasarkan
penelitian, konsumsi MUFA dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL dalam darah.
Studi epidemologis pada penduduk Mediterania yang banyak mengkonsumsi zaitum
menyimpulkan efek positif bagi kesehatan jantung.
50-57% biji coklat terdiri dari bubuk kakao, yang akan
mempengaruhi titik leleh coklat. Bubuk kakao ini mengandung 34% asam stearat
(18:0), 34% asam oleat (18:1), 25% asam palmitat (16:0), dan 2% asam linolenat
(18:3) (Otton, et al., 1998).
Pada umumnya, konsumsi SFA berhubungan dengan
peningkatan resiko penyakit jantung koroner, karena kemampuan SFA di dalam
meningakatkan jumlah lipid di dalam plasma dan lipoprotein. Selain itu, SFA
juga dapat meningkatkan trombosis (Laioren, D., 1997). Sebaliknya, berdasarkan
eksperimen diketahui bahwa Unsaturated
Fatty Acid dapat menurunkan faktor aterogenik (Keys, A., et al., 1986). Hal
inilah yang menyebabkan timbulnya anggapan bahwa tingginya kadar SFA dalam
coklat dapat mengganggu sistem jantung. Asam stearat dan asam palmitat
merupakan asam lemak paling utama pada total SFA yang dikonsumsi melalui
daging. Meskipun asam stearat termasuk asam lemak jenuh (SFA), namun terbukti
tidak meningkatkan kadar kolesterol di dalam tubuh, tidak seperti SFA yang
lain. Seperti telah diketahui bahwa SFA dapat meningkatkan kadar kolesterol.
Tetapi perkembangan penelitian menunjukkan bahwa rupanya tidak semua SFA
memiliki efek hiperkolesterolemik (Denke, M. A., et al., 1994).
Gambar 2.2 Struktur asam oleat
Gambar 2.3 Struktur asam palmitat
Gambar 2.4 Struktur asam stearat
Berdasarkan fakta hasil penelitian (Mustad, V. A., et
al., 2000), asam stearat adalah asam lemak yang unik. Tidak seperti asam lemak
jenuh yang lain, asam sterat memiliki efek yang netral pada kadar kolesterol di
dalam darah, yang sangat penting di dalam menjaga kesehatan
jantung/kardiovaskular. Sifat dari asam stearat ini hampir sama dengan asam
oleat (MUFA).
2.2.2 Polifenol dalam coklat
Kokoa, komposisi utama dari coklat, kaya akan senyawa polifenol,
terutama sekali flavan-3-ols, seperti epicatechin,
catechin, dan procyandin (Scalbert, A., et al., 2000). Senyawa polifenol secara
luas terdistribusi dalam sayuran, buah-buahan, dan pada minuman seperti teh,
yang dikonsumsi kebanyakan orang setiap harinya (Scalbert, A., et al., 2000).
Gambar 2.5 struktur catechin
dan epicatechin
Gambar 2.6 struktur dimer procyanidin
Saat ini telah diidentifikasi setidaknya 8000 variasi
senyawa polifenol. Polifenol merupakan substansi paling umum yang terdapat di
dalam tumbuh-tumbuhan. Senyawa polifenol di dalam tumbuhan berperan di dalam
menjalankan metabolisme, menyediakan predator untuk pertahanan hidup, membentuk
warna yang sempurna untuk buah-buahan dan sayuran, dan mencegah pertumbuhan
yang prematur.
Kokoa dan coklat merupakan sumber antioksidan polifenol
paling tinggi. Pada awalnya, polifenol di dalam coklat hanya berperan di dalam
memberikan cita rasa dan aroma pada coklat. Namun, penelitian dewasa ini
menunjukkan bahwa polifenol merupakan antioksidan yang memberikan keuntungan
bagi kesehatan manusia. Kandungan polifenol paling tinggi terdapat pada kokoa,
diikuti produk kokoa seperti dark
chocolate dan milk chocolate.
Berdasarkan eksperimen, di dalam 1,5 ons milk
chocolate terdapat 205-300 mg polifenol. Sedangkan pada 5 ons anggur merah
terdapat 210 mg polifenol. Jumlah polifenol di dalam coklat empat kali lebih
banyak dibandingkan polifenol di dalam teh.
2.2.3 Flavonoid dalam coklat
Flavonoid merupakan senyawa turunan polifenol. Struktur dasar
(kerangka utama) dari senyawa flavonoid adalah adanya dua cincin aromatik yang
mengandung oksigen yang terhidrogenasi. Flavonoid dapat dibagi menjadi 13 kelas
didasarkan atas hidroksilasi dan oksidasi pada cincin aromatik. Klasifikasi
flavonoid contohnya adalah antosianin (senyawa pigmentasi), flavonol (seperti
quersetin), isoflavon ( genistein dan diadzein), flavanol (catechin), dan proantosianidin. Flavonoid utama yang terkandung di
dalam coklat adalah catechin, epicatechin, dan procyanidin.
Senyawa ini memiliki kemampuan sebagai antioksidan dengan cara
menangkap radikal bebas yang terdapat di dalam tubuh. Selain itu flavonoid juga
dapat membentuk khelat redoks dengan ion logam yang aktif. Berdasarkan
penelitian, flavonoid terbukti dapat mengurangi resiko terkena penyakit jantung
koroner, menginhibisi oksidasi kolesterol LDL, dan berperan di dalam sistem
imun tubuh.
Gambar 2.7 kerangka dasar flavonoid
Gambar 2.8 Berbagai
senyawa turunan flavonoid
2.3 Kolesterol
dan Kesehatan
Kolesterol ialah sejenis lemak putih yang berbentuk kristal padat
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kolesterol selalu terdapat pada sel hewan
dan manusia, tetapi tidak terdapat pada tumbuhan. Kolesterol bisa terdapat
dalam keadaan bebas atau terikat sebagai ester dari asam-asam lemak di dalam
sel, terutama di otak, sumsum tulang belakang, darah, dan empedu. Secara kimia,
kolesterol adalah sterol yang terdiri dari cincin fenantren jenuh yang mengikat
delapan atom karbon pada rantai samping dengan gugus metil.
Kolesterol di dalam tubuh berasal dari makanan dan dari
hasil sintesis tubuh sendiri. Makanan yang dianggap sebagai sumber kolesterol
adalah kuning telur, yang mengandung lebih dari 275 mg kolesterol per butir,
otak sapi yang mengandung 2000 mg/100 gr. Sedangkan daging, mentega, ikan, dan
keju mengandung kolesterol sekitar 400 mg/100 gr. Kolesterol yang diproduksi
oleh tubuh merupakan sintesis dari makanan, terutama yang mengandung
karbohidrat. Setiap sel di dalam tubuh dibungkus dengan selaput pelindung yang
sebagian terdiri dari kolesterol. Sehingga kolesterol ini sangat penting untuk
tubuh, maka tubuh kita memproduksinya agar kebutuhan tubuh selalu terpenuhi.
Semua makanan yang berasal dari hewan mengandung
kolesterol karena hewan sendiri sanggup memproduksi kolesterol. Sebaliknya,
semua makanan nabati bebas dari kolesterol. Kolesterol terdiri dari senyawa
lipid atau lemak yang tak larut dalam air, sehingga tidak dapat bercampur
dengan air. Sebaliknya, darah terdiri dari banyak cairan. Agar kolesterol dapat
dapat diangkut melalui peredaran darah, maka tubuh harus membungkus kolesterol
di dalam protein yang disebut lipoprotein. Lipoprotein ini mengelilingi
kolesterol dan memproteksinya dari darah. Lipoprotein mengapung dalam peredaran
darah untuk membawa kolesterol ke bagian tubuh yang lain.
Lipoprotein yang mengangkut kolesterol ada dua jenis,
yaitu Low Density Lipoprotein (LDL)
dan High Density Lipoprotein (HDL).
Kolesterol HDL bertindak sebagai pembersih dan pengangkut semua kelebihan
kolesterol dari pembuluh darah. Kadar kolesterol HDL yang tinggi di dalam darah
akan mengurangi resiko penyakit jantung koroner. Kolesterol HDL dikenal dengan
sebutan kolesterol ‘baik’. Sedangkan kolesterol LDL akan mengangkut kolesterol
dan lemak lain dan membawanya ke dalam
sel. Kolesterol LDL ini dikenal sebagai kolesterol ‘buruk’ karena
membawa kolesterol ke dalam pembuluh darah. Sehingga kadar kolesterol yang
tinggi di dalam darah akan meningkatkan resiko terkena atherosclerosis dan
penyakit jantung koroner.
2.4 Antioksidan
Antioksidan merupakan suatu substansi yang membantu mencegah atau
mengurangi kerusakan oksidatif akibat oksigen atau nitrogen yang reaktif.
Kerusakan akibat oksidasi terhadap tubuh, sel, dan jaringan dapat berkontribusi
pada munculnya penyakit seperti kanker dan jantung. Antioksidan di dalam
peredaran darah dapat membantu mengeliminasi radikal bebas tersebut. Radikal
bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil (mempunyai
satu elektron atau lebih yang tanpa pasangan), sehingga untuk memperoleh
pasangan elektron senyawa ini sangat reaktif dan merusak jaringan. Senyawa
radikal bebas tersebut timbul akibat berbagai proses kimia kompleks dalam
tubuh, berupa hasil sampingan dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang
berlangsung pada waktu bernapas, metabolisme sel, olahraga yang berlebihan,
peradangan atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan seperti asap kendaraan
bermotor, asap rokok, bahan pencemar, dan radiasi matahari atau radiasi kosmis.
Buah-buahan, sayuran, dan kacang-kacangan memiliki sifat sebagai antioksidan.
Flavonoid dan phytochemical,
ditemukan pada tanaman tradisional, juga bersifat sebagai antioksidan.
Berikut adalah cara kerja antioksidan di dalam tubuh:
1.
Secara teori Lewis, atom
oksigen yang stabil memiliki empat pasang elektron. Metabolisme tubuh kita
dapat merampas elektron atom oksigen itu sehingga atom ini berubah menjadi
radikal bebas. Tentu saja atom oksigen mempunyai kecenderungan untuk memperoleh
kembali (atau mendapat ganti) elektron yang terampas tadi, dengan jalan
membajak elektron dari molekul apapun yang ditemukan.
2.
Jika radikal bebas
tersebut kemudian merampas satu elektron
dari molekul yang ada pada dinding sel, maka terbentuklah radikal bebas
yang baru. Hal inilah yang menyebabkan munculnya reaksi berantai.
3.
Reaksi berantai yang dilakukan
oleh oksigen tersebut akan merusak membran sel, dan menimbulkan kehancuran
sampai terbentuk lubang yang dapat
dimasuki oleh benih kanker dan kuman penyakit lain.
4.
Karena susunan molekulnya,
suatu senyawa antioksidan dapat memberi elektron dengan cuma-cuma kepada
molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali. Molekul antioksidan ini akan
memutuskan reaksi berantai yang
berbahaya tersebut. Dalam reaksi radikal dikenal dengan sebutan reaksi
terminasi.
Dua jenis antioksidan
yang digunakan dalam produk pangan adalah antioksidan alami dan sintetis.
Vitamin E adalah antioksidan alami paling terkenal dan terdapat dalam jumlah
yang cukup dalam seluruh minyak nabati. Antioksidan alami lain yakni sesamol
dan gosipol, terdapat dalam minyak wijen dan minyak biji kapas. Pala dan
paprika juga mengandung senyawa dengan aktivitas sebagai antioksidan. Sedangkan
jenis antioksidan sintetis yang pada umumnya digunakan dalam produk pangan
adalah BHA (butylated hidroxyanisole), BHT (butylated hydroxytoluen),
PG (propil galat) dan TBHQ (tert-butylhydoxynisole).
2.5 Peroksidasi
Lipid
Peroksidasi lipid dapat didefinisikan sebagai reaksi pengurangan
oksidatif dari molekul lipid, terutama dalam hal pengurangan ikatan rangkap
dari karbon. Penelitian tentang peroksidasi lipid ini pertama kali dikemukakan
oleh seorang chemist dari Swiss yang bernama Nicolas-Théodore de Saussure pada
sekitar tahun 1800 menggunakan manometer sederhana yang terbuat dari merkuri.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
|
|
Gambar 3.1 Diagram global penelitian
3.2 Subjek Penelitian
Pada penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah 45 orang
sukarelawan yang sehat dan bukan perokok. Sukarelawan ini terdiri atas pria
(n=12) dan wanita (n=33) dengan umur rata-rata 26 tahun (batas umur antara
19-49 tahun). Sukarelawan ini berasal dari daerah Kuopio di Finlandia bagian
Timur. Penelitian ini sebelumnya diiklankan pada koran kampus dan juga
dikirimkan melalui email di University of
Kuopio. Sukarelawan ini diseleksi terlebih dahulu melalui wawancara dan
harus memenuhi kriteria seperti berikut:
1.
Tidak mengalami obesitas (Body Mass Index/BMI < 32 kg/m2)
2.
Tidak secara reguler menggunakan
obat-obatan atau suplemen yang mengandung antioksidan (β-Karoten, vitamin C
atau E) atau yang komposisi lipid rendah
3.
Tidak terjangkit penyakit
kronis seperti diabetes, CHD (Coronary
Heart Disease), atau penyakit berat lainnya
4.
Bersedia untuk mengkonsumsi 75
gram coklat setiap harinya selama 3 minggu untuk keperluan analisis
Semua sukarelawan harus membaca dan menyetujui prosedur
eksperimen yang akan dilakukan. Prosedur penelitian yang telah baku sudah
disetujui oleh Research Ethics Commite,
Hospital District of Northern Savo.
3.3 Desain
Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 3 minggu studi suplementasi klinik.
Penelitian tidak dilakukan secara acak. Para sukarelawan dipersilahkan untuk
memilih coklat yang ingin mereka makan sebanyak 75 gram setiap harinya. Ada 3
macam coklat yang dapat dipilih, yaitu white
chocolate (kelompok WC), dark
chocolate (kelompok DC), atau dark
chocolate yang kaya akan polifenol kokoa (kelompok HPC). Dari 45 orang
sukarelawan, 5 pria dan 10 wanita berada di kelompok WC, 3 pria dan 12 wanita
berada di kelompok DC, serta 4 pria dan 11 wanita berada di kelompok HPC.
Kandungan nutrisi yang terkandung dalam coklat yang diteliti ditunjukkan pada
tabel 3.1. Asupan polifenol untuk setiap jenis coklat berbeda, pada kelompok WC
jumlahnya kurang dari 1 mg, untuk kelompok DC 274 mg, sedangkan pada kelompok
HPC adalah 418 mg.
Tabel 3.1 Kandungan nutrisi di dalam coklat yang
diteliti
Nutrisi/100 g coklat
|
WC
|
DC
|
HPC
|
Energi (kkal)
|
560
|
515
|
560
|
Protein (g)
|
7.6
|
6.0
|
7.1
|
Karbohidrat (g)
|
53.0
|
46.0
|
53.4
|
Lemak(g)
|
35.0
|
33.0
|
35.7
|
Asam Miristik (14:0)
(g)
|
1.0
|
0.4
|
0.5
|
Asam Palmitat (16:0)
(g)
|
8.1
|
6.6
|
6.9
|
Asam Stearat (18:0)
(g)
|
8.0
|
7.0
|
7.5
|
Asam Oleat (18:1n-9)
(g)
|
8.8
|
7.6
|
8.0
|
Asam Linoleat
(18:2n-6) (g)
|
1.2
|
0.9
|
1.0
|
Asam Linolenat
(18:3n-3) (g)
|
0.1
|
0.1
|
0.1
|
Jumlah total Catechins (mg)
|
0.3
|
365.5
|
556.8
|
Catechins (mg)
|
0.0
|
25.2
|
99.2
|
Epicatechins (mg)
|
0.0
|
151.5
|
227.0
|
Gallocatechins (mg)
|
0.3
|
23.1
|
16.4
|
Epigallocatechins (mg)
|
0.0
|
3.2
|
11.9
|
Catechin gallates (mg)
|
0.0
|
7.7
|
9.4
|
Epicatechin gallates (mg)
|
0.0
|
0.5
|
0.6
|
Epigallocatehin gallates (mg)
|
0.0
|
46.2
|
43.7
|
Procyanidins (mg)
|
0.0
|
108.1
|
148.6
|
Coklat yang digunakan pada penelitian ini
dibagi dalam 21 hari penyajian, dan sukarelawan diinstruksikan untuk
mengkonsumsi per harinya 3 porsi. 1 minggu sebelum penelitian ini dilakukan,
sukarelawan tidak diperkenankan meminum teh, anggur merah, kokoa, dan coklat
jenis lain. Pelarangan ini juga berlaku selama periode penelitian. Sukarelawan
juga harus menghindari penggunaan alkohol dan analgesik. Selain itu sukarelawan
juga harus berlatih fisik 1 hari sebelum penelitian.
Kandungan nutrisi coklat dianalisis
menggunakan Nutricia Software (version
2.5; Social Insurance Institution, Helsinki, Finland). Sampel darah
dianalisis menggunakan tabung vakum Venoject (Terumo, Tokyo, Japan) setelah dibiarkan semalaman (10
jam). Semua pengukuran diambil pada awal sebelum penelitian dan di akhir
periode 3 minggu suplementasi.
Berikut adalah tahap-tahap pekerjaan yang
dilakukan oleh para sukarelawan:
1.
Sukarelawan
diberikan informasi mengenai penelitian yang dilakukan
2.
Menyetujui
dan menandatangani formulir perjanjian
3.
Sampel
darah sukarelawan (melakukan puasa terlebih dahulu) dianalisis
4.
Melakukan
konsultasi dengan ahli nutrisi untuk mengecek food record selama 4 hari
5.
Memakan
coklat selama 3 minggu periode penelitian
6.
Setelah
3 minggu periode penelitian, sampel darah dianalisis kembali
7.
Melakukan
konsultasi kembali dengan ahli nutrisi untuk mengecek food record selama 4 hari
3.4 Analisis Lipid
dan Lipoprotein dalam Serum
Kolesterol (Konelab, Espoo,
Finlandia) dan trigeliserida (Roche
Diagnostics, Mannheim, Jerman) di dalam serum darah ditentukan dengan
menggunakan tes kolorimetri secara enzimatik. Supernatan yang diperoleh dari
hasil sentrifugasi sampel darah diendapkan dengan menggunakan magnesium klorida
dextran sulfat. Kemudian ditentukan konsentrasi kolesterol HDL. Sedangkan
konsentrasi kolesterol LDL ditentukan melalui pengukuran konsentrasi kolesterol
secara langsung (Konelab).
3.5 Analisis Asam
Lemak LDL
Serum dan asam lemak LDL dianalisis setelah diekstraksi
menggunakan kloroform-metanol dan metilasi menggunakan asam sulfat-metanol.
Asam lemak yang telah termetilasi dianalisis menggunakan kromatografi gas (HP
5890; Hewlett-Packard, Palo alto, CA,
USA) yang dilengkapi oleh Flame
Ionization Detector (FID) dan kolom kapiler NB-351 (HNU-Nordion, Helsinki,
Finlandia).
Untuk mengisolasi kolesterol LDL,
sejumlah serum yang mengandung LDL diendapkan menggunakan bufer heparin.
Endapan yang diperoleh diresuspensi menggunakan bufer fosfat-Saline (PBS),
kemudian ditentukan konsentrasi kolesterol LDL di dalam serum. Sisa suspensi
yang diperoleh kemudian ditentukan pula konsentrasi LDL-diena terkonjugasi dan
asam lemak LDL. Jumlah asam lemak dan konsentrasi LDL di dalam serum diungkapkan
dalam bentuk persentase jumlah total asam lemak.
Selain itu, dari serum ini pula
ditentukan aktivitas dari berbagai senyawa seperti aspartat aminotransferase
(ASAT), alanin aminotransferase (ALAT), γ-glutamiltransferase (γ-GT), dan
kreatin menggunakan Clinical Chemistry
Analyzer (Konelab).
3.6 Analisis
Resistensi Lipid di dalam Serum terhadap Oksidasi
Analisis resistensi lipid ini telah dilakukan pada penelitian
sebelumnya (Nyyssonen, K., et al., 1997). Serum darah dilarutkan dalam 0,02
mol/l PBS dengan pH 7,4 hingga konsentrasi akhir 0,67%. Kemudian 2 ml larutan
tersebut ditambahkan 100 µL CuCl2 1 mmol/L. Penambahan CuCl2 dilakukan untuk menginisiasi terjadinya
oksidasi. Kemudian larutan dipanaskan pada temperatur 30°C. Selanjutnya
ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang 234 nm pada temperatur 30°C.
Pengukuran absorban bertujuan untuk memonitor perubahan konformasi dari diena
terkonjugasi. Pengukuran absorban dilakukan menggunakan Beckman DU-640i spectrophotometer (Beckman Instruments, Fullerton, CA, USA) yang dilengkapi enam
tempat pengukuran secara bersamaan yang otomatis.
3.7 Penentuan
LDL-diena Terkonjugasi di dalam Serum
Prosedur analisis LDL-diena terkonjugasi ini telah
dipubliksikan sebelumnya (Porkkala-Sarataho, E. K., et al., 1998). Endapan
lipid yang diperoleh pada percobaan isolasi LDL sebelumnya diekstraksi
menggunakan kloroform-metanol (3:1). Kemudian hasil ekstraksi dievaporasi
menggunakan nitrogen. Hasil evaporasi ini dilarutkan dalam sikloheksan.
Selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang 234 nm dan 300 nm.
Secara spektrofotometri akan diperoleh konsentrasi LDL-diena terkonjugasi.
3.8 Analisis Asam
Lemak Hidroksi dalam Plasma
Asam
lemak hidroksi C18 diukur menggunakan kromatografi
gas/spektrofotometri massa (Agilent Technologies,
Espoo, Finlandia). Prosedur ini pun telah dipublikasikan sebelumnya (Kaikkonen,
J., et al., 2004). Asam lemak plasma dan asam lemak hidroperoksida distabilkan
dengan hidrogenasi menggunakan platinum sebagai katalis, saponifikasi,
esterifikasi menggunakan diazometan. Untuk memisahkan asam lemak hidroksi dari
asam lemak dilakukan ekstraksi fasa padat pada kolom mini. Analisis lebih
diprioritaskan pada gugus hidroksi dimetilasi dan tetrametil amonium
hidroksida. Konsentrasi asam lemak monohidroksi (OHFA) dan ester metil
ditentukan dengan menggunakan spektrofotometri massa Electron Impact (EI). Sebagai standar dalam digunakan OHFA C17 dan C19.
3.9 Analisis F2-Isoprostan
dalam plasma
Prostaglandin F2α sebagai standar dalam ditambahkan ke
dalam plasma. Kemudian F2-Isoprostan diekstraksi menggunakan C18
dan mini kolom silika. Campuran yang diperoleh dikonversi menjadi
pentafluorobenzil ester trimetilsilil dan dianalisis menggunakan kromatografi
gas/spektrofotometri massa (Agilent
Technologies).
3.10 Analisis Catechin dan Procyanidin pada Coklat
Metode yang sebelumnya pernah dipublikasikan adalah metode starting point (Arts, I. C. W., et al., 1998). Metode ini dilakukan dengan cara
mengekstraksi catechin selama 1 jam
menggunakan metanol (MeOH) 70-90% pada temperatur kamar atau 30 menit
menggunakan 90% MeOH pada temperatur 90°C. Perbedaan kondisi ini disesuaikan
dengan tipe sampel. Kita membandingkan kondisi ekstraksi menggunakan coklat
yang berbeda. Pertama adalah coklat yang mengandung bubuk kokoa dan coklat yang
lain tidak mengandung bubuk kokoa.
Pada percobaan ini digunakan variasi
temperatur, yaitu antara temperatur kamar hingga 90°C dan juga waktu ekstraksi
yang berbeda, yaitu antara 30 menit hingga dua jam. pelarut yang digunakan
untuk ekstraksi adalah 30-100% metanol atau asetonitril dan 0-1M asam
hidroklorida (HCl). Kemudian dibandingkan hasilnya untuk menentukan kondisi
yang terbaik bagi ekstraksi catechin.
Analisis catechin dilakukan menggunakan Kromatografi Cair Tingkat Tinggi
(HPLC) yang dilengkapi detektor elektroda kolorimetri (ESA Inc., Chelmsford, MA., USA). Detektor ini terdiri dari delapan
pasang elektroda pengukur pada dua tempat yang terpisah. Penentuan potensial
dapat diatur terpisah untuk masing-masing elektroda. Potensial yang digunakan
adalah antara 100 hingga 700 mV. Sinyal kuantifikasi untuk setiap catechin diperoleh pada chanel 5 dengan
potensial 520 mV. Kolom analitik yang digunakan adalah inertsil C18,
150x3 mm (GL Sciences, Tokyo, Japan).
Fasa gerak yang digunakan terdiri dari dua eluen:
1.
50 mM bufer fosfat
pH 2,3 dan MeOH dengan perbandingan 90:10 (v/v)
2.
50 mM bufer fosfat
pH 2,3 dan MeOH-ACN dengan perbandingan 40:40:20 (v/v/v)
Analit dipisahkan dengan gradien elusi selama 40 menit. Waktu
retensi yang digunakan adalah 0,3 ml/menit. Untuk analisis procyanidin digunakan HPLC pula.
Sebanyak 10-30 mg coklat ditimbang
kemudian dimasukkan ke vial ekstraksi. Selanjutnya ditambahkan 2,5 ml MeOH 50%
yang mengandung 0,1 M HCl. Sampel diinkubasi selama 2 jam pada temperatur 50°C.
Setelah selesai inkubasi, sampel disentrifuga pada kecepatan 2400 rpm selama 10
menit. Supernatan hasil sentrifuga dimasukkan ke tabung volumetri, kemudian
ditambahkan MeOH 50%. Sampel dianalisis menggunakan HPLC. Analisis dilakukan
secara triplo.
3.11 Analisis
Statistik
Hasil percobaan diungkapkan dalam bentuk rata-rata (± standar
deviasi). Perbedaan nilai pengukuran antara periode awal dan setelah periode 3
minggu suplementasi dibandingkan menggunakan t-test. Nilai rata-rata
dibandingkan menggunakan Analysis of
Variance (ANOVA). Perbedaan nilai p=0,05 atau p<0,05 dianggap
signifikan. Analisis korelasi sederhana dan regresi linier digunakan untuk
memperkirakan perubahan formasi analisis diena terkonjugasi. Untuk analisis
statistik ini memanfaatkan SPSS Software
(version 10.0; SPSS, Inc., Chicago,
IL, USA).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisis
Lipid dan LDL
Semua sukarelawan telah selesai mengikuti semua tahap
penelitian, dan tidak ditemukan hal-hal yang dapat merugikan sukarelawan. Hasil
analisis secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Penentuan BMI dan serum sebelum dan sesudah
suplementasi
Parameter
|
WC
(n =15)
|
DC
(n = 15)
|
HPC
(n =15)
|
p
|
|||
Awal
|
Perubahan
|
Awal
|
Perubahan
|
Awal
|
Perubahan
|
||
BMI (kg/m2)
|
22,3 ± 2,3
|
-0,4 ± 1,0
|
21,5
±2,9
|
0,1 ± 0,2
|
24,1 ± 3,5
|
0,3 ± 0,3
|
0,012
|
Serum
ASAT (U/l)
|
23 ± 7
|
-2 ± 7
|
22 ± 8
|
2 ± 12
|
20 ± 6
|
4 ± 9
|
0,230
|
Serum ALAT (U/l)
|
24 ± 13
|
-1 ±
15
|
17 ±
8
|
-2 ±
7
|
16 ± 9
|
4 ± 18
|
0,478
|
Serum γ-GT (U/l)
|
15 ± 7
|
0 ± 5
|
14 ± 6
|
-0 ± 3
|
18 ± 11
|
1 ± 7
|
0,741
|
Serum kreatin (µmol/l)
|
85 ± 11
|
0 ± 9
|
79 ± 7
|
1 ± 6
|
84 ± 11
|
2 ± 7
|
0,842
|
Serum total kolesterol (mmol/l)
|
5,21 ± 0,72
|
-0,02 ± 0,51
|
4,74 ± 0,90
|
0,08 ± 0,49
|
4,99 ± 1,01
|
0,12 ± 0,47
|
0,710
|
Kolesterol LDL dalam serum (mmol/l)
|
2,80 ± 0,57
|
0,17 ± 0,6
|
2,57 ± 0,68
|
0,00 ± 0,37
|
2,82 ± 0,62
|
0,00 ± 0,39
|
0,627
|
Kolesterol HDL dalam serum (mmol/l)
|
1,49 ± 0,32
|
-0,00 ± 0,14
|
1,41 ± 0,38
|
0,14 ± 0,15
|
1,38 ± 0,29
|
0,18 ± 0,12
|
<0,001
|
Perbandingan LDL/HDL dalam serum
|
1,98 ± 0,66
|
-0,17 ± 0,42
|
1,96 ± 0,89
|
-0,19 ± 0,33
|
2,08 ± 0,53
|
-0,20 ± 0,36
|
0,013
|
Trigliserida dalam serum (mmol/l)
|
1,45 ± 0,74
|
-0,15 ± 0,59
|
1,12 ± 0,55
|
-0,21 ± 0,46
|
0,95 ± 0,35
|
0,00 ± 0,49
|
0,336
|
TRAP dalam plasma (µmol/l)
|
1057 ± 206
|
22 ± 134
|
973 ± 176
|
85,1 ± 250
|
1155 ± 170
|
91,5 ± 229
|
0,657
|
Resistensi lipid terhadap oksidasi (waktu
lag, menit)
|
118 ± 43
|
6 ± 31
|
122 ± 35
|
4 ± 32
|
160 ± 61
|
-3 ± 28
|
0,711
|
LDL-diena terkonjugasi (µmol/mmol
kolesterol)
|
16,3 ± 3,1
|
-4,0 ± 6,9
|
16,7 ± 2,6
|
-5,9 ± 7,6
|
15,5 ± 2,7
|
-4,6 ± 5,7
|
0,496
|
F2-isoprostanes dalam plasma(pg/ml)
|
43,4 ±13,8
|
-2,5 ± 7,9
|
48,7 ± 22,0
|
-5,3 ± 15,9
|
45,4 ± 11,2
|
-0,9 ± 8,1
|
0,554
|
Selama penelitian ini, rata-rata berat badan sukarelawan
menurun untuk kelompok WC (-1,1 ± 2,7 kg) dan meningkat sedikit untuk kelompok DC
(0,4 ± 0,7 kg) juga untuk kelompok HPC (0,8 ± 0,9 kg). Selama penelitian pula,
total energi meningkat dan proporsi lemak meningkat, sedangkan proporsi protein
dan karbohidrat menurun. Nutrisi yang masuk adalah sama untuk setiap kelompok,
hal ini ditunjukkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Food Record selama 4 hari
Nutrisi per hari
|
WC (n=15)
|
DC (n=15)
|
HPC (n=15)
|
p
|
|||
Awal
|
Perubahan
|
Awal
|
Perubahan
|
Awal
|
Perubahan
|
||
Energi (MJ/hari)
|
7,9 ± 1,4
|
1,8 ± 1,2
|
7,9 ± 1,6
|
1,3 ± 1,5
|
8,1 ± 1,5
|
1,9 ± 2,6
|
0,666
|
Protein (%E)
|
15,3 ± 2,7
|
-2,3 ± 2,1
|
15,2 ± 2,8
|
-2,0 ± 2,0
|
16,1 ± 2,5
|
-2,5 ± 1,9
|
0,792
|
Karbohidrat (%E)
|
52,8 ± 4,3
|
-4,1 ± 4,3
|
51,7 ± 7,3
|
-5,1 ± 5,5
|
51,5 ± 9,4
|
-3,9 ± 5,8
|
0,781
|
Total Lemak (%E)
|
30,5 ± 4,4
|
5,9 ± 4,2
|
32,8 ± 6,0
|
5,3 ± 4,8
|
31,4 ± 7,3
|
6,0 ± 6,6
|
0,924
|
SAFAs (%E)
|
12,2 ± 2,4
|
3,6 ± 2,5
|
13,9 ± 3,2
|
2,1 ± 2,4
|
11,9 ± 2,4
|
2,8 ± 2,6
|
0,304
|
MUFAs (%E)
|
10,1 ± 1,6
|
0,6 ± 1,7
|
10,4 ± 2,2
|
0,5 ± 2,0
|
11,0 ± 3,5
|
-0,6 ± 3,0
|
0,305
|
PUFAs (%E)
|
5,3 ± 1,7
|
-0,9 ± 1,8
|
4,7 ± 1,3
|
-0,6 ± 1,2
|
5,4 ± 2,0
|
-0,9 ± 2,2
|
0,850
|
Serat (gr)
|
19,9 ± 4,9
|
3,8 ± 4,2
|
24,4 ± 11,0
|
2,5 ± 5,7
|
23,5 ± 10,0
|
3,4 ± 5,8
|
0,787
|
Vit E (mg)
|
8,6 ± 2,2
|
0,3 ± 2,8
|
8,7 ± 3,3
|
-0,4 ± 1,9
|
9,3 ± 3,6
|
-0,9 ± 3,3
|
0,509
|
Vit C (mg)
|
116 ± 79
|
13,4 ± 72,1
|
143 ± 63
|
-42,7 ± 76,9
|
154 ± 122
|
-8,0 ± 120,8
|
0,257
|
Beta karoten (µg)
|
3136 ± 1985
|
-1109 ± 2731
|
2381 ± 1494
|
143 ± 1995
|
3069 ± 2082
|
-407 ±1566
|
0,290
|
Folat (µg)
|
247 ± 73
|
0,4 ± 62,7
|
272 ± 70
|
-35,4 ± 70,6
|
265 ± 94
|
-1,7 ± 79,5
|
0,312
|
Secara keseluruhan, penelitian ini berjalan lancar. Setiap
instruksi dilakukan dengan baik oleh setiap sukarelawan. Setiap sukarelawan
tidak dibolehkan untuk mengkonsumsi teh, anggur merah, kokoa, dan coklat lain
selain coklat yang digunakan pada penelitian.
Selama periode suplementasi, proporsi
asam stearat (18:0) dan asam linoleat (18:2n-6) di dalam serum meningkat. Sedangkan
proporsi asam miristat (14:0), asam palmitat (16:0) dan asam α-Linolenat
(18:2n-3) di dalam serum menurun. Perubahan proporsi asam miristat di dalam
serum berbeda cukup signifikan antara kelompok WC dan HPC. Namun, untuk asam
lemak lain di dalam serum tidak ada perbedaan yang berarti antara ketiga
kelompok.
Di dalam kolesterol LDL, proporsi asam
stearat meningkat, sedangkan asam miristat, asam palmitat, asam α-Linolenat,
dan asam arakidonat menurun (Tabel 4.3). Perubahan proporsi asam miristat di
dalam kolesterol LDL antara kelompok DC dan HPC cukup berbeda. Sedangkan
perubahan proporsi asam arakidonat secara statistik berbeda antara kelompok WC
dan HPC.
Tabel 4.3 Presentase asam lemak dalam jumlah total asam lemak
dalam serum dan LDL sebelum dan sesudah suplementasi
Asam Lemak
|
WC (n=15)
|
DC (n=15)
|
HPC (n=15)
|
p
|
|||
Awal
|
Perubahan
|
Awal
|
Perubahan
|
Awal
|
Perubahan
|
||
Asam lemak dalam serum
|
|
|
|
|
|
|
|
Myristic
acid (14:0)
|
1,8 ± 0,7
|
-0,4 ± 0,7
|
1,7 ± 0,5
|
-0,4 ± 0,4
|
1,4 ± 0,3
|
-0,0 ± 0,4
|
0,037
|
Palmitic
acid (16:0)
|
26,2 ± 1,4
|
-0,9 ± 1,3
|
25,4 ± 2,6
|
-0,8 ± 1,1
|
25,0 ± 1,1
|
0,0 ± 1,4
|
0,103
|
Stearic
acid (18:0)
|
6,5 ± 0,5
|
0,8 ± 0,6
|
6,7 ± 0,7
|
0,7 ± 0,8
|
6,6 ± 0,6
|
0,8 ± 0,5
|
0,631
|
Oleic
acid (18:1n-9)
|
22,7 ± 2,0
|
0,0 ± 1,9
|
22,2 ± 2,3
|
-0,5 ± 2,1
|
21,8 ± 2,3
|
0,0 ± 2,1
|
0,762
|
Linoleic
acid (18:2n-6)
|
25,5 ± 2,1
|
1,3 ± 2,0
|
27,0 ± 4,0
|
1,5 ± 2,2
|
27,7 ± 2,3
|
0,3 ± 2,8
|
0,307
|
Asam lemak dalam LDL
|
|
|
|
|
|
|
|
Myristic
acid (14:0)
|
2,1 ± 0,7
|
-0,4 ± 0,7
|
2,4 ± 1,1
|
-0,6 ± 0,6
|
1,9 ± 0,7
|
0,1 ± 0,4
|
0,016
|
Palmitic
acid (16:0)
|
24,5 ± 1,4
|
-0.8 ± 1,9
|
24,3 ± 2,3
|
-0,9 ± 1,8
|
23,0 ± 1,3
|
0,3 ± 1,7
|
0,156
|
Stearic
acid (18:0)
|
4,9 ± 0,6
|
0,7 ± 0,6
|
5,0 ± 0,6
|
0,6 ± 0,5
|
4,9 ± 0,6
|
0,8 ± 0,7
|
0,735
|
Oleic
acid (18:1n-9)
|
24,9 ± 2,2
|
-0,2 ± 2,0
|
24,0 ± 3,0
|
-0,1 ± 2,4
|
23,5 ± 2,2
|
0,6 ± 2,0
|
0,551
|
Linoleic
acid (18:2n-6)
|
27,5 ± 2,7
|
1,4 ± 2,9
|
28,3 ± 4,4
|
1,8 ± 2,6
|
30,2 ± 2,6
|
-0,4 ± 3,2
|
0,105
|
4.2
Hasil Analisis HDL dan Peroksidasi Lipid
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kolesterol HDL di dalam
serum meningkat untuk kelompok DC dan HPC (11,4% dan 13,7% berturut-turut),
sedangkan untuk kelompok WC mengalami penurunan sebesar 2,9%. Untuk
perbandingan kolesterol LDL/HDL nilainya meningkat pada kelompok WC (0,17 ±
0,42) tetapi menurun untuk kelompok DC
dan HPC (-0,19 ± 0,33 dan -0,20 ± 0,36 berturut-turut). Hasil percobaan tidak menunjukkan
perubahan yang berarti pada jumlah total serum, kolesterol LDL, dan konsentrasi
trigliserida untuk semua kelompok penelitian.
Untuk melihat penurunan peroksidasi lipid
akibat konsumsi coklat dapat ditentukan melalui perubahan formasi diena terkonjugasi.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang signifikan dari jumlah
diena terkonjugasi sebesar rata-rata 11,9% (p< 0,001) untuk semua kelompok.
4.3 Hasil Analisis Catechin pada Coklat
Coklat merupakan makanan yang mengandung berbagai macam senyawa
polifenol yang bervariasi terutama catechin
yang secara intensif dipelajari pada penelitian ini dalam hubungannya dengan
kemungkinan berefek pada kesehatan. Catechin
di alam berada dalam bentuk aglikon, tetapi dapat mengalami polimerisasi menjadi
struktur oligomerik. Di dalam coklat, senyawa catechin ini berbentuk monomernya (de Pascual-Teresa, S., et al.,
2000) dan dalam bentuk oligomerik seperti di-, tri-, dan tetramer (Natsume, M.,
et al., 2000). Catechin merupakan
senyawa yang labil dan reaktif yang mudah terdekomposisi pada temperatur tinggi
dan pada kondisi sangat asam atau sangat basa. Sehingga tes ekstraksi dilakukan
pada berbagai kondisi. Catechin lebih
stabil pada kondisi asam yang lemah, sehingga harus ditentukan efek dari
penambahan HCl.
Efisiensi ekstraksi catechin
dari coklat sangat bergantung pada temperatur yang digunakan. Efisiensi
ekstraksi meningkat signifikan ketika temperaturnya cukup tinggi untuk
melelehkan coklat. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kondisi terbaik untuk mengekstraksi
catechin dari coklat adalah 2 jam
ekstraksi pada temperatur 50°C dengan menggunakan 50% MeOH yang mengandung 0,1
M HCl. Pada kondisi seperti ini, campuran tidak terdekomposisi dan kuantitas catechin yang diperoleh paling tinggi.
Hasil analisis sampel coklat menggunakan HPLC
menunjukkan bahwa pada WC mengandung catechin
dalam jumlah yang tidak terlalu signifikan. Pada DC mengandung 2,6 mg/gr
monomer catechin. Jumlah yang paling
banyak adalah epicatechin sebesar 60%
dari total catechin secara keseluruhan.
Sedangkan HPC mengandung 4,1 mg/gr monomer catechin.
Dapat dilihat bahwa penambahan ekstrak kokoa dapat meningkatkan jumlah catechin di dalam coklat terutama epicatechin.
4.4 Konsumsi
Coklat dan Kolesterol HDL
Konsentrasi kolesterol HDL di dalam serum dan modifikasi
oksidatif LDL memegang peranan penting di dalam patogenesis dan atherosklerosis
(Steinberg, D., et al., 1989 dan Salonen, J. T., et al., 1992). Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa konsumsi kokoa atau coklat dapat memberikan efek yang
bermanfaat pada manusia dalam hal patogenesis dan atherosklerosis. Mengkonsumsi
dark chocolate dan kokoa dapat
meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL (Wan, Y., et al., 2001) dan kapasitas
antioksidan dalam plasma (Serafini, M., et al., 2003 dan Rein, D., et al.,
2000) serta dapat menginhibisi oksidasi LDL secara ex vivo (Kondo, K., et al.,
1996 dan Mathur, S., et al., 2002), tetapi dapat menurunkan formasi produk
hasil oksidasi lipid (Wang, J.F., et al., 2000). Hal yang menjadi objek utama
dalam percobaan klinis adalah untuk mempelajari efek jangka panjang
mengkonsumsi coklat terhadap lipid di dalam serum dan oksidasi lipid secara ex
vivo atau in vivo. Namun, berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini
difokuskan pada jumlah kokoa yang berbeda tetapi jumlah asam lemaknya sama. Hal
ini bertujuan untuk mempelajari efek polifenol dari asam lemak tersebut.
Hasil percobaan ternyata menunjukkan
bahwa dengan mengkonsumsi coklat dalam jangka waktu lama tidak berpengaruh pada
jumlah asam lemak di dalam serum dan juga pada LDL. Pada penelitian ini, dua
asam lemak jenuh (asam palmitat dan asam stearat) dihitung lebih dari 90% pada
jumlah total asam lemak. Yang menarik adalah hanya satu proporsi asam stearat
yang meningkat, sedangkan proporsi asam palmitat menurun baik pada serum maupun
LDL.
Selain asam stearat dan asam oleat, asam
palmitat juga merupakan prekursor di dalam perpanjangan rantai jenuh dan tak
jenuh pada asam lemak. Lebih lanjut lagi, asam oleat digunakan sebagai
prekursor pada reaksi elongasi asam lemak jenuh. Sebagai informasi, hingga saat
ini belum ada penelitian yang melaporkan efek konsumsi coklat terhadap
kandungan asam lemak di dalam serum atau LDL. Namun di lain pihak, telah
diketahui secara luas bahwa ada hubungan yang erat antara lipogenesis hati
dengan konsentrasi serum yang bebas asam lemak (Murray, R.K., et al., 1993).
Dengan demikian, pemasukan nutrisi ke dalam tubuh dapat menekan sintesis asam
lemak di dalam hati.
Hal yang paling penting dari penelitian
ini adalah hasil percobaan yang menunjukkan bahwa konsentrasi kolesterol HDL
meningkat untuk dua kelompok yang mengkonsumsi coklat yang mengandung kokoa.
Konsentrasi kolesterol HDL meningkat 11% setelah mengkonsumsi dark chocolate dan 14% setelah
mengkonsumsi dark chocolate yang kaya
akan polifenol. Sedangkan konsumsi white
chocolate tidak memberikan efek pada jumlah kolesterol HDL. Sehingga
perbandingan LDL/HDL juga berubah dengan kecenderungan yang sama. Yang memiliki
tanggung jwb terhadap peningkatan kolesterol HDL adalah kokoa karena kandungan
asam lemak yang digunakan identik. Kokoa mengandung campuran senyawa yang
bervariasi seperti polifenol (flavan-3-ols, flavanols), sterol, di- dan
triterpen, alkohol alifatik, dan metilxantin (Knight, I., et al., 2000). Suatu
hal yang sangat sulit untuk menentukan secara tepat senyawa dalam kokoa apa
yang memiliki efek terhadap perubahan konsentrasi HDL. Pada penelitian
sebelumnya juga menunjukkan bahwa suplementasi flavanoid selain dari coklat
tidak meningkatkan konsentrasi HDL.
Data yang diperoleh pada penelitian ini
(difokuskan pada HDL) juga didukung oleh penelitian lain dewasa ini. Pada
penelitian sebelumnya (Wan, Y., et al., 2001) diperoleh data bahwa konsumsi 22
gram bubuk kokoa dan 16 gram dark
chocolate selama empat minggu akan meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL
sebesar 4%. Sedangkan pada penelitian ini, konsumsi 75 gram coklat selama tiga
minggu akan meningkatkan HDL sebesar 11-14%.
Seperti yang telah diketahui, bahwa
konsentrasi tinggi kolesterol HDL dapat menurunkan resiko seseorang untuk
terkena cardiovascular diseases
(Castelli, W. B., et al., 1986). Dengan mengubah gaya hidup, biasanya
konsentrasi kolesterol HDL dapat meningkat sebesar 10-15%. Namun strategi ini
tidak selalu sesuai untuk setiap orang, contohnya untuk orang yang giat
olahraga atau alkoholik, membutuhkan tingkat konsentrasi kolesterol HDL yang
lebih tinggi (Safeer, R. S., et al., 2000). Sehingga, untuk penelitian
selanjutnya harus mengidentifikasi campuran senyawa pada kokoa yang dapat
meningkatkan HDL.
4.5 Konsumsi Coklat
dapat Menginhibisi Peroksidasi Lipid
Data selanjutnya yang diperoleh pada penelitian ini adalah
mengenai konsumsi coklat yang dapat menginhibisi proses oksidasi LDL in vivo
secara signifikan, seperti yang diukur pada formasi diena terkonjugasi. Metode
yang digunakan untuk melihat perubahan formasi diena terkonjugasi adalah yang
paling terbaru. Penurunan peroksidasi lipid pada semua kelompok menunjukkan
efek yang disebabkan oleh adanya asam lemak di dalam coklat. Pada penelitian
sebelumnya telah dilaporkan hubungan antara asam lemak tak jenuh ganda dan asam
lemak jenuh tunggal dapat menginhibisi peroksidasi lipid (Eritsland, J, 2000).
Konsumsi lemak jenuh atau lemak tak jenuh dalam bentuk coklat dapat
memodifikasi kandungan lipid dari LDL, sehingga memungkinkan LDL resistan
terhadap proses oksidasi akibat meningkatnya jumlah lemak tak jenuh tunggal dan
lemak jenuh serta menurunnya lemak tak jenuh ganda pada asam lemak.
Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan
konsumsi coklat memberikan efek pada diena terkonjugasi LDL secara in vivo,
tetapi tidak dapat ditunjukkan efek pada penanda lain untuk peroksidasi lipid.
Formasi diena terkonjugasi merupakan langkah awal di dalam formasi oksidasi
asam lemak (Gutteridge, J.M.C., et al., 1994). Suatu hal yang sangat mungkin
bahwa efek awal dari antioksidan dapat diperkirakan dengan cara mengukur
konsentrasi diena secara in vivo. Hal inilah yang menyebabkan pengukuran diena
terkonjugasi secara in vivo lebih sensitif untuk pengukuran peroksidasi lipid
dibanding pengukuran dengan metode lainnya.
Hasil penelitian tidak menunjukkan bahwa
polifenol dalam kokoa dapat menginhibisi peroksidasi lipid pada manusia. Hal
ini bertentangan dengan hasil penelitian sebelumnya. Bolus tunggal kokoa atau
coklat menunjukkan dapat meningkatkan kapasitas antioksidan di dalam plasma
(Serafini, M., et al., 2003), menurunkan formasi produk oksidasi lipid (Rein,
D., et al., 2000), dan menginhibisi oksidasi LDL secara ex vivo (Kondo, K., et
al., 1996), setidaknya selama beberapa jam.
Efek yang bermanfaat diperoleh dari
senyawa polifenol dalam kokoa, meskipun, pada penelitian ini studi suplemen
dilakukan untuk jumlah polifenol dan asam lemak yang berbeda. Sangatlah
memungkinkan bahwa lemak tak jenuh dan lemak jenuh dalam kokoa atau coklat bertanggung
jawab untuk menginhibisi peroksidasi lipid.
Hasil penelitian sebelumnya menyarankan
metodologi ex vivo seperti F2-isoprostan dipertimbangkan sebagai
marker untuk peroksidasi lipid dalam tubuh manusia (Halliwell, 2000). Konsumsi
bolus tunggal atau konsumsi coklat jangka panjang tidak berpengaruh terhadap
formasi isoprostan (Mathur, S., et al., 2002). Kita tidak dapat memprediksikan
kemungkinan polifenol di dalam kokoa dapat menginhibisi peroksidasi lipid dan
juga meningkatkan stres oksidatif. Tingkat peroksidasi lipid pada orang muda
lebih rendah dibandingkan pada orang yang umurnya lebih tua (Spiteller, G.,
2001).
Desain penelitian ini tidaklah
kemungkinan yang terbaik untuk mempelajari efek asam lemak di dalam coklat
dalam hubungannya dengan peroksidasi lipid. Misalnya adalah penggunaan jumlah
asam lemak yang berbeda tetapi jumlah total lemak di dalam coklat sama, dan
sebagai kontrolnya adalah coklat tanpa asam lemak. Sehingga tidak sepenuhnya
mancakup kemungkinan faktor lain selain asam lemak dalam coklat terhadap
peroksidasi lipid.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Senyawa polifenol di dalam kokoa atau coklat dapat meningkatkan
konsentrasi kolesterol HDL di dalam tubuh manusia. Selain itu, polifenol ini
juga digunakan sebagai marker pada peroksidasi lipid. Tetapi polifenol di dalam
kokoa tidak dapat menginhibisi peroksidasi lipid pada orang muda yang sehat.
Peroksidasi lipid dapat diinhibisi oleh asam lemak yang ada pada coklat.
5.2 Saran
- Mengidentifikasi lebih lanjut penelitian tentang peningkatan konsentrasi kolesterol HDL
- Mempelajari efek konsumsi coklat terhadap resiko CVD (Cardiovaskular Disease), seperti fungsi endothelial dan faktor trombogenik.
DAFTAR PUSTAKA
Arts, I. C. W., Hollman, P. C. H. Optimation
of a Quantitative Method for the Determination of Catechins in Fruits and
Legumes. J. Agric. Food Chem. 46:
5156-5162, 1998.
Castelli W. P., Garrison R. J., Wilson P.
W., Abbot R. D., Kalousdian W. B. Insidence of Coronary Heart Disease and
Lipoprotein Cholesterol Level. The
Framingham Study. 256: 2835-2838, 1986.
Denke, M. A. Effects of cocoa Butter on
Serum Lipids in humans: Historical Highlights. Am. J. Clin. Nutr. 60, 1994.
De
Pascual-Teresa, S., Santos Buelga, C., Rivas G. J. C. Quantitative Analysis of
Flavan-3-ols in Spanish Foodstuffs and Beverages. J. Agric. Food Chem. 48: 5331-5337, 2000.
Eritsland, J. Safety Considerations of
Polyunsaturated Fatty Acids. Am. J. Clin.
Nutr. 71: 197-201, 2000.
Fuhrman, B., Aviram, M. Flavonoids
Protect LDL from Oxidation and Attenuate Atherosclerosis. Curr. Opin. Lipidol. 12: 41-48, 2001.
Gregory, J. The Dietary and Nutritional Survey of British Adults, 1990.
Gutteridge, J. M. C., Halliwell, B. Antioxidants in Nutrition, Health, and
Disease. New York: Oxford University Press, 1994.
Halliwell, B. Lipid Peroxidation,
Antioxidants and Cardiovascular Disease: How should we more forward? Cardiovasc, Res. 47: 410-418, 2000.
Hertog, M. G. L., Kromhout, D., Aravanis,
C., Blackburn, H., Buzina, R., Fidanza, F., Giampaoli, S., Jansen, A., Menotti,
A. Flavonoid Intake and Longterm Risk of CHD and Cancer in the Seven Countries
Study. Arch. Intern. Med. 155:
381-386, 1995.
Kaikkonen, J., Tuomainen, T. P.,
Nyssonen, K., Morrow, J. D., Salonen, J. T. C18 Hydroxy Fatty Acids as Markers
of Lipid Peroxidation ex vivo and in vivo. Scand.
J. Clin. Lab. Invest. 64: 1-11, 2004.
Knight, I., ed. Chocolate and Cocoa: Health and Nutrition. Oxford: Blackwell Science
Ltd, 2000.
Kris-Etherton, P. M., Mustad, V. A.
Chocolate feedings studies: a Novel Approach for Evaluating the Plasma Lipid
effect of Stearic Acid. Am. J. Clin. Nutr.
60: 1029-1036, 1994.
Kondo, K., Hirano, R., Matsumoto, A.,
Igarashi, O., Itakur, H. Inhibition of
LDL Oxidation by Cocoa. Lancet 348: 1514, 1996.
Mathur, S., Devaraj, S., Grundy, S. M.,
Jialal, I. Cocoa Products decrease Low Density Lipoprotein Oxidative
Suspectibility But Do Not Affect Biomarkers of Imflamantation in Humans. J. nutr. 132: 3663-3667, 2002.
Murray, R. K., Granner, D. K., Mayers, P.
A., Rodwell, V. W., Abbot, R. D., Kalousdian, W. B. Kannel, Incidence of
Coronary Heart Disesase and Lipoprotein Cholesterol Level. The Framingham Study. JAMA. 256: 2835-2838, 1986.
Natsume, M., Osakabe, N., Yamagishi, M.,
Takizawa, T., Nakamura, T., Miyatake, H., Hatano, T., Yoshida, T. Analysis of
Polyphenols in Cacao Liquor, Cocoa and Chocolate by Normal-phase and
Reverse-phase HPLC. Biosci. Biotechnol.
Biochem. 64:2581-2587, 2000.
Nyyssonen, K., Porkkala-Saratho, E.,
Kaikkonen, J., Salonen, J. T. Ascorbate
and Urate are Strongest Determinants of Plasma Antioxidative Capacity and Serum
Lipid Resistance to Oxidation in Finnish men. Atherosclerosis. 130:
223-233, 1997.
Porkkala-Saratho, E. K., Nyyssonen, K. M.,
Kaikkonen, J. E., Poulsen, H. E., Hayn, E. M., Salonen, R. M., Salonen, J. T.
A. Randomized, Single-blind, placebo Controlled Trial of the Effects of 200 mg a-tocopherol on the
Oxidation Resistance of Atherogenic Lipoprotein. Am. J. Clin. Nutr. 68: 1034-1041, 1998.
Rein, D., Lotito, S., Holt, R. R., keen,
C. L., Schmitz, H. H., Fraga, C. G. Epicatechin in Human Plasma: in vivo
Determination and Effect of Chocolate Consumption on Plasma Oxidation Status. J. Nutr. 130: 2109-2114, 2000.
Safeer, R. S., cornell, M. O. The
Emerging Role of HDL Cholesterol. Postgard.
Med. 108: 87-90, 93-98, 2000.
Scalbert, A., Williamson, G. Dietary
Intake and Bioavailability of Polyphenols. J.
Nutr. 130: 2089-2092, 2000.
Serafini, M., Bugianesi, R., Maiani, G.,
Valtuena, S., DeSantis, S., Crozier, A. Plasma Antioxidants from Chocolate. Nature. 424: 1013, 2003.
Steinberg, D., Parthasarathy, S., Carew,
T. E., Witztum, J. L. Modifications of Low-Density Lipoprotein that Increase
its Atherogenecity, N. Engl. J. Med.
320: 915-924, 1989.
Wang, J. F., Schramm. D. D., Holt, R. R.,
Ensunsa, J. L., Fraga, C. G., Schmitz, H. H., Keen, C. L. A. A Dose-dependent
Effect from Chocolate Consumption on Plasma Epicatechin and Oxidative Damage. J. Nutr. 130:2115-2119, 2000.
Wan, Y., Vinson, J. A., Etherton, T. D.,
Proch, J., Lazarus, S. A., Kris-Etherton, P. M. Effects of Cocoa Powder and
Dark Chocolate on LDL Oxidative Suspectibility and Prostaglandin Concentrations
in Humans. Am. J. cli. Nutr. 74:
596-602, 2001.
No comments:
Post a Comment