Friday, March 11, 2016

MAKALAH LIMBAH SAMPAH PLASTIK DAN DAUR ULANG



SOLUSI PERMASALAHAN SAMPAH PLASTIK :
INSINERATOR DAN DAUR ULANG

I.  PENDAHULUAN
Plastik merupakan bahan polimer sintetik yang tidak pernah lepas dalam kehidupan sehari-hari. Plastik telah menjadi bagian yang penting dan menjadi kebutuhan primer setiap orang. Mulai dari perlengkapan rumah tangga, perlengkapan sekolah, perangkat komputer, telepon, kabel, mainan anak-anak, pembungkus makanan sampai klep jantung buatan, semuanya tidak lepas dari campur tangan polimer sintetik ini. Plastik telah banyak berjasa dan memberi kemudahan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun benarkah tidak ada masalah yang ditimbulkannya?
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan plastik dan penanggulangannya, ada baiknya jika penulis membahas secara singkat mengenai polimer. Polimer digolongkan menjadi dua macam, yaitu polimer alam (seperti pati, selulosa, dan sutra) dan polimer sintetik (seperti polimer vinil). Plastik yang dikenal sehari-hari sering dipertukarkan dengan polimer sintetik. Ini disebabkan karena sifat plastik yang mudah dibentuk (bahasa latin; plasticus = mudah dibentuk) dikaitkan dengan polimer sintetik yang dapat dilelehkan dan diubah menjadi bermacam-macam bentuk. Padahal sesungguhnya plastik mempunyai arti yang lebih sempit.
Plastik termasuk bagian polimer termoplastik, yaitu polimer yang akan melunak apabila dipanaskan dan dapat dibentuk sesuai pola yang kita inginkan. Setelah dingin polimer ini akan mempertahankan bentuknya yang baru. Proses ini dapat diulang dan dapat diubah menjadi bentuk yang lain. Golongan polimer sintetik lain adalah polimer termoset (materi yang dapat dilebur pada tahap tertentu dalam pembuatannya tetapi menjadi keras selamanya, tidak melunak dan tidak dapat dicetak ulang). Contoh polimer ini adalah bakelit yang banyak dipakai untuk peralatan radio, toilet, dan lain-lain.
Penemuan dan pengembangan polimer sintetik didasarkan pada adanya beberapa keterbatasan yang ditemukan pada pemanfaatan polimer alam. Polimer sintetik yang perkembangannya sangat pesat adalah plastik. Kemudahan dan keistimewaan plastik telah banyak menggantikan penggunaan bahan-bahan seperti logam dan kayu dalam membantu kehidupan manusia. Contoh plastik yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah polietilena (bahan pembungkus, kantong plastik, mainan anak, botol), teflon (pengganti logam, pelapis alat-alat masak), polivinilklorida (untuk pipa, alat rumah tangga, cat, piringan hitam), polistirena (bahan insulator listrik, pembungkus makanan, styrofoam, mainan anak), dan lain-lain.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia, maka bertambah pula penggunaan sumber daya alam dan energi secara besar-besaran. Hal itu mengakibatkan jumlah sampah menjadi sangat meningkat. Di antara sampah tersebut, sampah plastik merupakan sampah yang paling sulit penanganannya, karena sampah plastik tidak dapat terurai dalam lingkungan. Akibatnya, sampah plastik sudah menjadi masalah lingkungan berskala besar dan harus segera dicari penyelesaiannya.
Di negara-negara maju, berbagai metode penyelesaian permasalahan sampah sudah di uji cobakan, dari skala terkecil sampai terbesar. Hasil penelitian tersebut telah memberikan gambaran dalam memilih salah satu model yang paling tepat untuk diterapkan menyesuaikan kondisi lingkungan dan sumber daya setempat. Dalam penanganan sampah organik dengan teknologi pengomposan sampah rumah tangga, prosesnya sangat bergantung pada “keajaiban” bakteri, baik bakteri aerob maupun bakteri anaerob yang membantu proses fermentasi atau dekomposisi. Secara ilmiah berbagai hasil ekperimen tersebut sangat signifikan membantu mereduksi timbunan dan tingkat pencemaran kandungan toksik sampah rumah tangga.
Teknologi pengolahan sampah dengan memakai metode sanitary Landfill, Mini Komposter, Vermicomposting, Insinerator, Open Windrow, Bak Aerasi, Bio Filter dan masih banyak lagi merupakan alternatif cara untuk menyelesaikan permasalahan sampah. Masing – masing teknologi mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dalam penerapannya atau pengoperasiannya. Jika tidak berhati – hati menyeleksi teknologi yang digunakan, maka akan berakibat fatal bagi penggunanya, baik dari segi ekonomis, kesehatan, waktu dan emosi. Hal itu dapat terjadi karena tiap teknologi memiliki banyak kekhususan, misalnya ukuran-ukuran dan jenis bahan baku, perlakuan, serta perawatan khusus.
Berbeda halnya dengan penanganan sampah organik yang kebanyakan berasal dari sampah rumah tangga, penanganan sampah plastik lebih membutuhkan perhatian dan pendekatan yang berbeda. Plastik memiliki beberapa keunggulan, seperti kuat, ringan, dan stabil. Namun, plastik sulit terurai oleh mikroorganisme dalam lingkungan sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan yang serius. Dalam memecahkan masalah sampah plastik, dilakukan beberapa pendekatan seperti daur ulang, teknologi pengolahan sampah plastik, hingga pengembangan bahan plastik baru yang dapat hancur dan terurai dalam lingkungan, yang dikenal dengan nama plastik biodegradabel.
Dalam makalah ini, secara khusus penulis akan membahas mengenai metode pengelolaan sampah melalui proses pembakaran menggunakan insinerator dan proses daur ulang untuk menangani hasil samping pembakaran tersebut. Diharapkan metode ini dapat diterapkan di Indonesia untuk menangani permasalahan lingkungan yang disebabkan karena ketidakmampuan lingkungan (khususnya mikroorganisme) dalam merombak dan menguraikan sampah plastik.
II. SOLUSI PERMASALAHAN SAMPAH PLASTIK
Pemakaian plastik terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan pada tahun 1992, sampah plastik menduduki urutan ketiga dari seluruh  produksi sampah di Bandung. Sampah plastik sendiri merupakan sampah yang sulit terdegradasi. Hal itu mengakibatkan pencemaran pada kelestarian lingkungan.
JENIS SAMPAH
1988 / 1989
(%)
1989 / 1990
(%)
1990 / 1991
(%)
1991 / 1992
(%)
Organik / sayuran
Kertas / paper
Plastik
Logam
Karet / kulit tiruan
Kayu
Kain
Gelas / Kaca
Lain-lain
73,35
9,74
8,56
0,54
-
-
1,32
0,43
6,14
73,35
9,70
8,50
0,50
-
-
1,32
0,43
7,46
73,35
9,70
8,50
0,50
-
-
1,32
0,43
7,46
73,25
9,70
8,58
0,50
0,40
3,60
0,90
0,43
2,64
Tabel 1.  Persentase Komposisi Sampah di Kodia Bandung Tahun 1992
Selama ini upaya penanganan sampah plastik dilakukan dengan metode sanitary landfill. Metode ini merupakan salah satu pengolahan sampah terkontrol. Sampah dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir), kemudian sampah dipadatkan dengan traktor dan selanjutnya di tutup dengan tanah. Cara ini akan menghilangkan polusi udara yang akn ditimbulkan sampah. Pada bagian dasar tempat tersebut dilengkapi sistem saluran leachate yang berfungsi sebagai saluran limbah cair sampah yang harus diolah terlebih dulu sebelum dibuang ke sungai atau ke lingkungan. Pada sanitary landfill tersebut juga dipasang pipa gas untuk mengalirkan gas hasil aktivitas penguraian sampah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sanitary landfill , yaitu:
·         Semua landfill adalah warisan bagi generasi mendatang.
·         Memerlukan lahan yang luas.
·         Penyediaan dan pemilihan lokasi pembuangan harus memperhatikan dampak lingkungan.
·         Aspek sosial harus mendapat perhatian.
·         Harus dipersiapkan instalasi drainase dan sistem pengumpulan gas.
·         Kebocoran ke dalam sumber air tidak dapat ditolerir (kontaminasi dengan zat-zat beracun).
·         Memerlukan pemantauan yang terus menerus.






Gambar 1. Lokasi Sanitary Landfill
Metode ini  kurang efektif karena sering menyebabkan pencemaran air tanah dan lingkungan di sekitar TPA. Bahkan belum lama ini, di Bandung terjadi suatu bencana akibat TPA yang tidak memenuhi persyaratan. Selain itu ada kemungkinan timbul  gas yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Gas-gas yang mungkin dihasilkan adalah: methan, H2S, NH3 dan lainnya Gas H2S dan NH3 walaupun jumlahnya sedikit, namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak sehingga dapat merusak sistem pernafasan tanaman dan membuat tanaman kekurangan gas oksigen dan akhirnya mati.
Pada proses penimbunan, sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan cara dihancurkan dengan tujuan untuk memperkecil volume sampah agar memudahkan pemampatan sampah. Untuk melakukan ini tentunya perlu tambahan pekerjaan yang berujung pada tambahan dana.

II.I TEKNOLOGI INSINERATOR
Suatu solusi yang lebih baik perlu dipikirkan. Solusi tersebut meliputi upaya pengurangan produksi sampah plastik dan upaya pengolahan sampah yang telah ada.
A. Upaya pengurangan produksi sampah dapat dilakukan dengan:
·           Penggunaan plastik yang biodegradabel
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan plastik yang biodegradabel. Biasanya polimer plastik dicampur dengan zat pengotor tertentu yang menyebabkan kekuatan ikatan polimer berkurang.  Berkurangnya kekuatan ikatan tersebut akan menyebabkan plastik lebih mudah terurai oleh lingkungan. Proses penguraian dapat dipercepat dengan memanfaatkan suatu dekomposer yang biasanya berupa mikroba.
  • Pengurangan pemakaian plastik
Plastik mungkin dapat digantikan dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan, misalnya kantong belanja yang selama ini terbuat dari plastik dapat diganti dengan kertas.
  • Pembuatan undang-undang tentang sampah.
Undang-undang tentang sampah di Indonesia masih belum jelas. Belum ada sanksi tegas bagi orang-orang yang membuang sampah sembarangan. Keadaan semakin diperburuk dengan kurangnya kesadaran masyrakat tentang pentingnya menjaga lingkungan. Masyarakat kurang mendapat pengetahuan tentang bahaya membuang sampah sembarangan. Satu  hal penting yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah penerapan kebijakan, antara lain:
a)       Penegakan hukum lingkungan terhadap pencemar lingkungan.
b)       Pemberlakuan eco-labelling untuk produksi bersih.
c)       Pemberlakuan eco-balancing di industri, yang didukung dengan pemberian penghargaan atau Kalpataru.
Selain itu, untuk mempermudah penanganan sampah perlu suatu UU Pengumpulan Sampah Terpilah dan Daur Ulang Kaleng dan Kemasan. Dalam undang-undang itu diperjelas tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan produksi, dan para konsumen. Para konsumen bertanggung jawab untuk memilah-milah sampah masing-masing (sampah basah, sampah kering yang dipilah-pilah lagi menjadi botol gelas dan plastik, kaleng aluminium, dan kertas), sedangkan pemerintah daerah bertanggung jawab mengorganisasi pengumpulan sampah itu untuk diserahkan ke pabrik pendaur ulang. Pabrik pendaur ulang ini bertanggung jawab untuk mendaur ulang bahan yang sudah dipilah-pilah dan dikumpulkan itu.
Seharusnya pemilahan sampah harus sudah dimulai dari tingkat rumah tangga. Sampah rumah tangga hendaknya telah dipisah menjadi sampah organik dan anorganik (termasuk plastik) selanjutnya pemilahan juga dilakukan oleh tingkat yang lebih tinggi, misalnya pasar swalayan (yang lebih bisa diatur daripada pasar tradisional), kantor-kantor, hotel, dan apartemen. Pemerintah juga harus menyediakan bak sampah tersendiri untuk tiap bahan sehingga rakyat yang sebelumnya sudah diberi penerangan dan buku panduan tinggal memasukkan bahan yang bersangkutan ke bak khusus ini. Tidak dicampur-aduk seperti sampah rumah tangga "primitif" sebelumnya.

B. Upaya pengolahan sampah yang telah ada.
Pada makalah ini, solusi yang lebih banyak dibahas ialah upaya pengolahan sampah yang telah ada. Sampah plastik diolah sedemikian rupa sehingga dapat berkurang jumlahnya. Alhasil pengolahan diharapkan dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Pengolahan sampah dilakukan dengan metode pembakaran yang dipadukan dengan daur ulang sampah plastik. Metode ini telah menunjukkan keberhasilan di negara-negara maju, misalnya Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat.
Pembakaran ialah metode yang sudah umum digunakan.  Metode ini membutuhkan suatu insinerator (mesin pembakar) sampah. Sampah padat dibakar di dalam insinerator. Hasil pembakaran adalah gas dan residu pembakaran. Penurunan volume sampah padat hasil pembakaran dapat mencapai 70%. Cara ini relatif lebih mahal dibanding dengan sanitary landfill, yaitu sekitar tiga kali lipatnya.
Kelebihan sistem pembakaran ini adalah:
·         Membutuhkan lahan yang relatif kecil dibanding sanitary landfill.
·         Dapat dibangun di dekat lokasi industri.
·         Residu hasil pembakaran relatif stabil dan hampir semuanya bersifat anorganik.
·         Dapat digunakan sebagai sumber energi, baik untuk pembangkit uap, air panas, listrik, dan pencairan logam.
Kekurangannya terletak pada mahalnya investasi, tenaga kerja, biaya perbaikan dan pemeliharaan, serta masih membuang residu, juga menghasilkan gas.
Secara umum proses pembakaran di dalam insinerator adalah:
·         Sampah yang dapat dibakar dimasukkan di dalam tempat penyimpan atau penyuplai.
·         Berikutnya sampah diatur sehingga rata lalu dimasukkan ke dalam tungku pembakar.
·         Hasil pembakaran berupa abu, selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai penutup sampah pada landfill.
·         Sedangkan hasil berupa gas akan dialirkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan scrubber atau ditampung untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit energi.
Salah satu insinerator yang dapat digunakan ialah insinerator Thermocontrol (TOHO-Japan). Insinerator ini bekerja secara otomatis mengatur suhu. Akan berhenti secara otomatis bila suhu tertinggi telah tercapai dan akan bekerja kembali pada suhu yang telah diatur.
Cara Kerja:
Tungku pembakaran pada Incinerator masing - masing berfungsi menyempurnakan hasil pembakaran pada tungku sebelumnya.Sampah yang terkumpul dibakar pada suhu 600-1200° C dalam waktu 10-30 menit. Asap yang masih berwarna hitam pekat dan berbau disaring pada tungku selanjutnya sehingga menghasilkan asap dan bau yang ramah lingkungan.
   
Specification:
Spesifikasi Teknik
Type
BUR-0.025
BUR-0.3 (Burnion)
Kapasitas
20 – 35 kg / hours
0.3 m3/jam
Burner
2 buah
2 buah
Daya Listrik
± 650W/220V/1P/50Hz
± 650 W/220 V/IP/50Hz
Konsumsi Minyak
5 – 13 liter/hour/burner
10-13 L/h/burner
Volume Tangki
60 liter
100 liter
Panjang
600 mm
2000 mm
Lebar
500 mm
1200 mm
Tinggi
850 mm
1160 mm
Berat
± 235 kg
± 3300 kg
Finishing
Heat Resistance Paint
Heat Resistace Paint
Plat Besi
2.0 & 6.0 mm
3 mm
Bahan Bakar
Minyak solar
Solar atau minyak tanah
Ducting
Ø 25 cm dengan ketinggian 6 mtr
± 6 meter
Thermocontrol and Themocouple Digital
(0 - 1200° C)
1 unit (TOHO- Japan)
1 unit (TOHO- Japan)
Type
BUR-0.5
BUR-1.0
Kapasitas
0.5m3/jam
1.0 m3mail.yahoo.com /jam
Burner
2 buah
3 buah
Daya Listrik
± 900 W/220 V/IP/50Hz
± 950 W/ 220 V/1 P/ 50 Hz
Konsumsi Minyak
10-13 L/h/burner
10 – 13 L/h/burner
Volume Tangki
200 liter
200 liter
Panjang
2300 mm
2500 mm
Lebar
1300 mm
1500 mm
Tinggi
1350 mm
1450 mm
Berat
± 3300 kg
± 3.300 kg
Finishing
Heat Resistace Paint
Heat Resistance Paint
Plat Besi
2 & 3 mm
2.0 & 6.0 mm
Bahan Bakar
Solar atau minyak tanah
Minyak tanah atau solar
Ducting
± 6 meter
Ø 25 cm dengan ketinggian 6 mtr
Thermocontrol and Themocouple Digital
(0 - 1200° C)
1 unit (TOHO- Japan)


V
1.5 m3
1 m3
0.5 m3
0.3 m3
0.04 m3
0.025 m3
Panjang (mm)
2700
2300
2300
2100
600
600
Lebar (mm)
1350
1150
1150
1150
700
600
Tinggi (mm)
1750
2300
1200
1200
1000


Teknologi insinerator sering dianggap tidak ramah lingkungan karena akan mengeluarkan suatu gas beracun. Padahal teknologi pembakaran sampah itu ternyata sama sekali tidak menimbulkan masalah pencemaran udara. Kuncinya hanya satu: teknologi itu benar-benar diterapkan sesuai dengan spesifikasi dan persyaratannya.
Teknologi ini mengurangi volume sampah hingga 10%. Insinerator menghasilkan dua macam limbah, yaitu debu dan sampah yang tidak habis terbakar. Sisa sampah yang tidak habis terbakar didaur ulang dan digunakan kembali. Sedangkan debu yang sudah dikumpulkan dan tidak bisa digunakan kembali dapat ditimbun di tempat penimbunan yang berada di tengah laut.

II.2  DAUR ULANG
Daur ulang merupakan proses yang dilakukan terhadap sampah sampah plastik untuk dapat dimanfaatkan lagi, baik di buat menjadi jenis plastik dan fungsi yang sama maupun menjadi jenis dan fungsi yang berbeda. Hal ini tergantung pada metode daur ulang yang digunakan dan jenis plastik yang di daur ulang. Sejauh ini, banyak jenis plastik yang dapat didaur ulang, seperti polietilen, polipropilen, polistiren, dll, tetapi ada juga jenis platik yang tidak dapat di daur ulang,  seperti  styrofoam dan  plastik multilayer. Metode daur ulang ulang yang dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:

  1. Metode generik
Jenis plastik bekas yang sama dikumpulkan, kemudian dilelehkan dan dimasukkan ke dalam cetakan yang sesuai menghasilkan produk plastik yang sama dengan kualitas sifat fisik yang lebih rendah.
Cara yang lebih baik dapat juga dilakukan  dengan menggunakan alat extruder. Ke dalam alat ini akan dimasukkan semua jenis plastik, kemudian dilelehkan pada suhu tertentu dan dimasukkan pada cetakan yang sesuai dengan produk yang diinginkan.

  1. Depolimerisasi
Teknik ini dilakukan untuk memproses plastik yang terdekomposisi menghasilkan senyawa dasar penyusunnya, yaitu monomernya. Dari monomer ini kemudian dapat dilakukan polimerisasi, menghasilkan polimer plastik yang sama dan kualitas yang tidak berubah. Monomer-monomer yang dihasilkan dimurnikan terlebih dahulu sebelum polimerisasi. Pemurnian dapat dilakukan dengan  size-exclusion chromatography dan reversed-phase liquid chromatography.

Depolimerisasi dilakukan dengan melarutkan polimer plastik dengan pelarut air superkritis (ScH2O). Air pada kondisi superkritis adalah air  suhu  di atas 374oC dan tekanan di atas 220 atm.  Jika dilihat pada gambar diagram fasa di bawah(Gbr. 1), air pada kondisi ini adalah pada warna coklat muda. Air pada kondisi ini memiliki sifat yang berbeda dengan air pada kondisi normal, yakni pada suhu kamar dan tekanan 1 atmosfer. Pada kondisi yang superkritis, air mampu melarutkan  polimer plastik. Setelah pengkajian lebih lanjut, ternyata pemanfaatan kondisi superkritis pelarut 

Tidak hanya pada air saja, tetapi juga pelarut-pelarut lain seperti methanol dan toluene. Hanya saja  ScH2O memiliki kelunggulan lebih karena  antara lain harganya murah, tidak beracun, serta tidak mudah terbakar dan meledak. Tidak menghasilkan jelaga atau karbon karena reaksinya dalam sistem tertutup. Reaksi ini juga dapat dilakukan tanpa menggunakan katalis. Namun, kekurangannya, ScH2O memerlukan suhu dan tekanan kritis yang lebih tinggi dibandingkan fluida lain. Bandingkan dengan metanol dan toluen yang memerlukan suhu 239,5oC dan 318,6oC serta tekanan 8.10 dan 4.11 Mpa. Di samping itu, keasaman air akan meningkat pada suhu tinggi, yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi ion hidrogen 30 kali lipat dibandingkan dengan air pada kondisi normal.
[Phase Diagram]
                                                Gbr 1. Diagram fasa air


Depolimerisasi polietilen tereftalat (PET) menjadi monomer dimetil tereftalat dan etilen glikol adalah salah satu proses menggunakan methanol superkritis. Suhu yang digunakan adalah 573-623 K dan tekanan  220 MPa. Reaksi berlangsung selama 2-120 menit.

Penelitian lebih lanjut terhadap daur ulang menggunakan pelarut kondisi superkritis menghasilkan hasil yang lebih baik. Produk yang dihasilkan bukan monomer yang memerlukan polimerisasi lebih lanjut, yang mana hal ini memerlukan syarat kondisi yang baik termasuk kemurnian monomer. Konsep yang lebih baik adalah degradasi plastik menggunakan pelarut superkritis menghasilkan produk akhir air, karbon dioksida, dan garam-garam anorganik. Meskipun sebenarnya masih memerlukan penanganan lebih lanjut.



 




III. KESIMPULAN
Solusi-solusi yang telah dilakukan pemerintah Indonesia, sampai saat ini belum dapat menyelesaikan masalah sampah plastik yang ada. Walaupun metode teknologi insenerator dan daur ulang ini memakan biaya yang mahal, tapi jika pelaksanaannya dilakukan secara efektif, cara ini benar-benar dapat mengurangi penimbunan sampah plastik.  Masalah sampah plastik tidak akan dapat diselesaikan tanpa kerjasama dari banyak pihak. Karena itu, dibutuhkan kerjasama dan perhatian dari banyak pihak, termasuk masyarakat, agar masalah sampah ini dapat terselesaikan dan tidak membawa dampak buruk bagi lingkungan.

1 comment: