Monday, April 25, 2016

MODUL KULIAH BIOFARMASETIKA I



MODUL KULIAH BIOFARMASETIKA I
Konsep Dasar Biofarmasetika
            Sebelum mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bioavailabilitas, perlu diketahui dulu tentang  beberapa definisi.  Selanjutnya karena bioavailabilitas terkait dengan absorbsi dan absorbsi terkait dengan transport maka pengetahuan tentang mekanisme transport dan proses yang mengawali absortsi yaitu ketersediaan farmasetis juga perlu difahami dulu.  
Definisi
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bioavailabilitas (ketersediaan hayati) pada hewan dan manusia dan pemanfaatannya untuk menghasilkan respon terapi yang optimal.   Sedangkan bioavailabilitas sendiri adalah parameter-parameter yang menunjukkan jumlah dan kecepatan obat aktif sampai ke sirkulasi sistemik.  Parameter yang menunjukkan jumlah adalah AUC dan Cpmaks, sedangkan parameter yang menunjukkan kecepatan adalah tmaks dan Cpmaks.  Penjelasan parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
AUC
 
Gambar 1.  Profil kadar obat dalam darah, MTC: Minimum Toxic Concentration, MEC: Minimum Effect Concentration
Efek terapi (respon) yang muncul tergantung dari kadar obat dalam reseptor, tetapi pada biofarmasetika hanya bicara obat yang sampai ke sirkulasi sistemik.  Hal ini bisa dipahami karena antara obat dalam darah dan obat dalam reseptor membentuk suatu kesetimbangan, artinya jika kadar obat dalm darah naik maka kadar obat dalam reseptor juga naik sehingga respon juga naik.
            Mudah dimaklumi kalau obat yang berbeda menunjukkan bioavailabilitas yang berbeda pula.  Hal ini karena perbedaan sifat fisiko kimianya seperti kelarutan dalam air, koefisien partisi, stabilitas ,dan lain-lain. 
Beberapa produk menunjukkan bioavailabilitas yang berbeda dengan adanya perbedaan bentuk sediaan.  Bahkan untuk bentuk sediaan yang sama pun kadang-kadang antar pabrik memberikan perbedaan bioavailabilitas.  Perubahan bahan pengisi yang berbeda juga memberikan perbedaan bioavailabilitas.
Produk yang sama pada pasien yang berbeda sering menimbulkan bioavailabilitas yang berbeda pula, sehingga perlu individual dosis.  Kadang-kadang perbedaan pemakaian sesudah dan sebelum makan juga memberikan perbedaan bioavailabilitas.
Keterangan-keterangan di atas menunjukkan bahwa bioavailabilitas dipengaruhi oleh banyak factor.  Untuk menyederhanakan bias dikelompokkan menjadi tiga factor yaitu:
1.      Faktor Obat (sifat fisiko-kimia)
2.      Faktor Pabrik (Faktor Formulasi Sediaan)
3.      Faktor Pasien (Fisiologi dan Patologi saluran cerna).
Faktor pabrik merupakan factor yang paling mungkin untuk dimodifikasi.  Sebagai farmasis, kita adalah formulator sediaan, sehingga bisa mempunyai produk yang unggul.

Mekanisme Transport
            Tranport adalah perpindahan obat dari satu kompartemen ke kompartemen yang lain dengan menembus suatu membran yang membatasi dua kompartemen tersebut.  Dari pengertian ini maka perpindahan sekelompok orang dengan suatu alat transportasi atau perpindahan darah dari jantung ke pembuluh darah bukanlah suatu transport karena proses tersebut tidak melewati membrane, artinya masih dalam satu kompartemen.  Absorbsi adalah transport karena obat berpindah dari tempat pemberian ke kompartemen darah dengan menembus membrane seperti dinding usus, kulit, alveoli, dan sebagainya.  Kompartemen yang ditinggalkan disebut kompartemen donor, sedangkan yang lainnya adalah kompartement reseptor (aseptor). 
Secara umum transport dikelompokkan menjadi dua yaitu transport aktif yang memerlukan energi dan transport pasif yang tanpa energi.  Secara lebih detil ada minimal enam mekanisme transport yaitu difusi pasif, transport aktif, difusi (transport) fasilitatif, transport konvektif, pinositosis, pasangan ion dan penukar ion.  Absorbsi obat kebanyakan melalui mekanisme difusi pasif, yaitu obat yang bersifat lipofil melarut dalam membran kemudian muncul dikompartemen seberang yang berkadar lebih rendah.  Driving force proses ini adalah gradien konsentrasi, sehingga prosesnya tidak bisa melawan gradien konsentrasi.  Beberapa senyawa bersifat sangat polar, sehingga kecil kemungkinan  bias melarutdalam membrane yang lipofil.  Tetapi faktanya obat-obat seperti glukosa dan gula yang lainnya, vitamin-vitamin larut air, dan ion-ion mineral bisa diabsorbsi, maka transport aktif dan difusi fasilitatif berperan di sini.  Pada difusi fasilitatif, transport tidak perlu energi, tetapi perlu gradient konsentrasi.   Transport aktif tidak perlu gradient konsentrasi karena driving force-nya adalah energi yang diperoleh dari pemecahan ATP.  Bukan berarti mekanisme ini berjalan dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi, tetapi transportnya satu arah, misalnya dari saluran gastrointestinal ke darah, berapapun konsentrasi di kedua kompartemen tersebut, transport tetap menuju ke darah.  Bisa juga obat menembus membrane dengan melewati celah –celah hidrofil pada membrane.  Celah tersebut bisa berupa pori maupun space antar sel.  Transport ini disebut transport konvektif, dan umumnya terjadi saat filtrasi glomerulus, di ginjal.  Lebih jelas tentang perbedaan  3 transport utama absorbsi obat tampak pada table  berikut:
Tabel 1.  Perbedaan antara 3 mekanisme transport utama
Sudut Pandang
Difusi Pasif
Transport Aktif
Difusi Fasilitatif
Driving Force
Gradien C
Energi
Gradien C
Fungsi membran

Penghalang

Penyedia Energi  dan Carier
Penyedia Carier

Senyawa target

Lipofil

Hidrofil, mirip nutrien
Hidrofil

Kejenuhan
Tidak bisa
bisa
Bisa
Gangguan senyawa mirip
Tidak bisa
bisa
Bisa
Keracunan
Tidak bisa
bisa
Bisa
Tempat Absorbsi
Semua tempat
spesifik
spesifik

            Kinetika absorbsi difusi pasif mengikuti kinetika orde kesatu, sedangkan pada transport aktif mengikuti kinetika Mikaelis-Menten.  Kinetika Mikaelis-Menten ini bisa menjadi orde kesatu pada kadar obat (substrtat) yang jauh di bawah Km, sedangkan pada kadar yang sangat besar jauh di atas Km kinetika mikaelis menten menjadi ordo ke-nol.  Persamaan yang menggambarkan persamaan tersebut adalah sebagai berikut
Difusi Pasif (Hukum Ficks I)

     dQb        D A P
   --------  = -------- (Cg – Cb)
     dt           ∆Xm

Transport Aktif/Fasilitatif (Mikaelis-menten)
            dC           VmC
            ---  =  -  ----------
            dt            km+ C

Tahapan Absorbsi
            Absorbsi diawali dengan melarutnya obat dari bentuk sediaan non larutan ke dalam medium gastrointestinal, atau medium absorbsi yang lain.  Tahapan ini sebenarnya terdiri dari beberapa bagian jika sediaan berupa tablet, yaitu disintegrasi (pecahnya tablet menjadi integran/granul), deagregasi (pecahnya agregat menjadi serbuk).  Disolusi bisa terjadi dari tablet maupun dari granul, tetapi disolusi yang dari serbuk adalah yang paling besar karena luas permukaannya yang sangat besar.  Obat yang telah larut ini kemudian melarut dalam membran (untuk proses difusi pasif, dan proses itulah yang paling banyak dari absorbsi obat), kemudiaan masuk ke plasma darah.  Proses ini disebut dengan permeasi, beberapa rujukan menyebut sebagi proses absorbsi atau penetrasi.  Karena terdiri dari dua proses maka ada satu yang paling menentukan kecepatan proses absorbsi secara keseluruhan.  Tahap penentu ini disebut rate limiting step, yaitu tahap terlambat dalam rangkaian proses kinetic.  Obat-obat yang bersifat hidrofil mempunyai permeasi yang lambat dalam membrane gastrointestinal yang bersifat lipoid, sehingga permeasi adalah rate limiting step untuk obat-obat golongan ini. Obat-obat lipofil mempunyai kemampuan melarut dalam cairan castrointestinal yang jelek, sehingga disolusi obt ini menjadi  rate limiting step.  Secara lebih rinci obat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu golongan I, disolusi dan permeasi tidak ada masalah, golongan 2, yitu disolusi sulit permeasi mudah, golongan 3, yaitu disolusi mudah permeasi sulit, dan dan golongan 4 yaitu disolusi maupun permeasi dua-duanya sulit.
            Kinetika disolusi digambarkan oleh persamaan Ners-Burner (atau Noyes-Whitney).  Kecepatan dissolusi di gastrointestinal digambarkan dengan persamaan sebagi berikut

dQ     D S (Cs – Cgi)                            D adalah koefisien difusi, S adalah luas area kontak
---- = -----                                             padatan dan medium, h tebal stagnan layer, Cs kela-
dt         h                                             rutan, dan Cgi konsentrasi dalam gastrointestinal

Untuk menentukan apakah suatu obat bermasalah dalam proses dissolusi dapat dilihat dari besarnya kelarutan dalam air dan kecepatan disolusi intrinsiknya.  Obat dengan kelarutan lebih dari 1 % tidak bermasalah pada proses disolusi, Obat dengan kecepatan dissolusi intrinsic kurang dari 0,1 mg menit-1 cm-2 bermasalah pada proses disolusinya. Kecepatan dissolusi intrinsic dihitung dengan membuat kurva hubungan jumlah obat terdisolusi tiap satuan luas versus waktu disolusi dari sebuah pelet yang diletakkan dalam holder sedemikian rupa sehingga luas area kontak dengan medium dijaga konstan.  Pada kondisi sink yaitu Cs lebih dari 10 C maka akan didapatkan kurva linear.  Slope dari kurva tersebut adalah besarnya kecepatan disolusi intrinsik (k).
dQ     D S (Cs – C)
---- = -----
Q/s
(mg cm-2)
 
dt         h

pada kondisi sink

dQ     D S Cs    
---- = ----
dt        h

dQ = k s dt, diintegralkan menghasilakan
Q-Q0 = k s (t - t0), to dan Qo = 0, maka
Q = k.s.t
t (menit)
 
Q/s = k.t


            Setelah obat berhasil larut dalam gastro intestinal, dia akan diabsobsorbsi (permeasi).  Kebanyakan obat diabsorbsi dengan mekanisme difusi pasif, yaitu obat larut dalam membran kemudian muncul dikompartemen reseptor yaitu darah.  Kinetika difusi pasif ditunjukkan  oleh persamaan Fikcs I.  Absorbsi obat dari gastro intestinal ke dalam darah ditunjukkan sebagai berikut
dQb     D A P
-----  = -------- (Cg – Cb)
 dt         ∆Xm

pada kondisi sink, yaitu Cg lebih dari 10 Cb, persamaan menjadi
dQb     D A P
-----  = -------- (Cg)
 dt         ∆Xm

Transport obat secara umum dari kompartemen donor ke reseptor analog dengan persamaan tersebut, dengan konsentrasi gastrointestinal (Cg) sebagai Konsentrasi donor (Cd) dan konsentrasi darah (Cb), sebagai konsentrasi reseptor Cr.
Jika konsentrasi di donor dianggap konstan maka hubungan antara jumlah obat tertransport versus waktu akan linear dengan slope sebagai Fluks Total (JT), sedangkan Fluks adalah Fluks total dibagi luas area absorbsi
dQ = DAP ∆Xm-1 Cgdt          
Q = J/A t
Dengan berjalannya waktu, obat tidak serta merta muncul di kompartemen reseptor, perlu waktu tertentu untuk melarutnya obat dalam membran dan berpindah ke kompartemen reseptor.  Waktu ini disebut lag time (tlag)

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Bioavailabilitas
Sifat Fisiko Kimia
Ada 4 sifat fisiko kimia obat yang berpengaruh terhadap bioavailabilitas.  Pengaruh yang pertama adalah dari koefisien partisi obat.  Koefisien partisi adalah perbandingan kadar obat dalam lipid dan kadar obat dalam air setelah terjadi kesetimbangan. Atau bisa juga sebagai kelarutan obat dalam lipid dibagi kelarutan obat dalam air.  Dalam term ini ada dua masalah yaitu kelarutan obat dalam air dan kelarutan obat dalam lipid, sehingga koefisien partisi berpengaruh pada proses dissolusi maupun permeasi.  Umumnya obat semakin besar koefisien partisi semakin sulit larut dalam air sehingga disolusi akan lambat, sebaliknya semakin kecil koefisien partisi semakin sulit larut dalam lipid sehingga permeasi menjadi lambat.  Maka absorbsi obat akan baik jika koefisien partisi optimal, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.  Jika terlalu kecil maka permeasi akan menjadi rate limiting step-nya, sedangkan jika terlalu besar maka dissolusi akan menjadi rate limiting step-nya.
Untuk koefisien partisi yang terlalu besar dilihat harga kecepatan disolusi intrinsiknya,  jika lebih dari 0,1 mg cm-2menit-1, maka artinya disolusi tidak bermasalah, ini menguntungkan karena berarti obat tidak bermasalah pada proses disolusi maupun permeasinya.  Jika koefisien partisi terlalu kecil maka jelas permeasinya bermasalah, maka obat tadi bisa dibuat sbentuk prodrug, suatu senyawa yang tidak aktif, tetapi jika dimetabolisme akan menghasilkan senyawa yang aktif, misalnya bekampisilin (prodrug untuk ampisilin) dan fenazetin (calon parasetamol).
Sifat fisiko kimia yang kedua yaitu konstanta disosiasi (Ka).  Besaran ini menunjukkan kemampuan suatu asam lemah untuk terdisosiasi dalam air.  Semakin besar Ka maka semakin mudah asam lemah ini terdisosiasi.  Bersama-sama dengan pH medium maka pKa (yaitu nilai -log Ka) akan menentukan fraksi  obat dalam bentuk ion dan bentuk molekul, sesuai dengan persamaan Henderson-hasselbalch
            pH = pKa+log fi – log fu, untuk asam
            pH = pKa+log fu – log fi, untuk basa
 Untuk obat asam maka semakin besar pKa semakin  mudah diabsorbsi, sebaliknya untuk obat basa, pada pH medium yang sama.  Persamaan Henderson-Hasselbalch melahirkan suatu teori yang disebut pH-partition hypothesys:
1.untuk memprediksi ratio konsentrasi dalam dua kompartemen setelah proses  transport selesai.  Misalnya : Berapakah perbandingan konsentrasi asam salisilat (pKa 2,9) yang ditransport dari kompartemen A (pH 7,3) ke kompartemen B (pH 6,4) setelah transport selesai
2.Obat asam mudah ditransport dari medium dengan pH rendah, karena fraksi molekul semakin banyak, dan sebaliknya.
            Ka berpengaruh pada disolusi sesuai dengan prinsip disosiasi, senakin besar Ka semakin  besar dissosiasi, artinya disolusi juga semakin mudah, tetapi ingat jika fraksi ion terlalu banyak karena besarnya Ka maka permeasi juga lambat sesuai prinsip pH-partition hypothesys.
Siaft Fisiko kimia yang ketiga adalah Ukuran molekul dan bentuk molekul.  Sesuai dengan persamaan Stokes-Einstein, ukuran molekul berpengaruh pada harga koefisien difusi, D, pada proses disolusi (D pada persamaan Noyes-Whitney) maupun pada proses permeasi (Dmpada persamaan Ficks I).
        RT                       R adalah konstanta gas ideal, T adalah suhu mutlak, N bilangan Avogadro
D = -----------                , η viscositas stagnan layer atau membran, dan  r jari-jari molekul,
        6 πηrN                 semakin besar r semakin kecil D.

Pada proses transport konvektif, molekul-molekul berukuran kecil dapat menembus pori gastrointestinal seperti urea, metanol,  dan  formamid
            Sifat fisiko kimia yang terakhir adalah stabilitas obat.  Kalau 3 sifat di atas berpengaruh terhadap Cd dengan mempengaruhi disolusi, maka stabilitas obat berpengaruh terhadap Cd dengan mempengaruhi seberapa cepat obat hilang dari kompartemen donor, bukan karena diabsorbsi tetapi karena disrusak.  Beberapa obat tidak bisa dipakai secara oral karena dirusak oleh ph maupun enzim-enzim dalam gastrointestinal misalnya penisilin, yang beta laktamnya mudah terhidrolisi dalam suasanan asam maupun basa.  Stabilitas obat dapat digunakan untuk memprediksi besarnya F (bioavailabilitas relatif terhadap intra vena), dengan asumsi permeasi berjalan sempurna.  Misalnya  suatu obat mempunyai harga k/ka=2.  k adalah konstanta kecepatan degradasi, ka adalah konstanta kecepatan absorbsi P2 adalah jumlah obat terdegradasi, P1 adalah jumlah obat terabsorbsi.  Maka
k     P2             k               maka, P1 = 0,5 P2
-- = ---              ---- = 2      P1=0,333 (P1+P2)
Ka  P1              Ka             Abs maks = 30 %
 

Faktor Formulasi Bentuk Sediaan
            Faktor formulasi yang pertama jelas bentuk sediaan, padat, cair, larutan, emulsi, suspensi, puyer, dan lainnya.  Ini terkait dengan masalah disolusi.  Bentuk sedian cair lebih cepat terdisolusi, larutan tidak perlu proses disolusi.  Puyer tidak perlu proses disintegrasi dan deagregasi sehingga dissolusinya lebih cepat dari pada tablet.
            Faktor formulasi berikutnya adalah ukuran partikel serbuk  zat aktif.  Bedakan dengan ukuran molekul zat aktif.  Ukuran partikel berpengaruh terhadap luas permukaan spesifik.  Semakin kecil  ukuran partikel semakin besar luas permukaan spesifiknya. Artinya harga S pada persamaan Noyes-Whitney semakin besar dg penurunan ukuran partikel, sehingga disolusi semakin cepat, akibatnya absorbsi semakin baik.  Contohnya adalah nitrofurantoin mikrokristal (<10 mikron) absorbsi lebih baik drpd makrokristal (74 -177 mikron).  Demikian juga pada griseovulvin, fenazetin, dan sulfadiazin.  Sehingga mikronisasi berguna untuk obat-obat yang rate limiting stepnya pada fase dissolusi.
            Faktor formulasi berikutnya adalah memberikan  efek pH pada formulasi sediaan padat.  Obat yang bersifat asam dalam formulasi ditambahkan bahan (dapar) yang bersifat basa.  Akibatnya jika tablet ini masuk ke cairan maka disekeliling tablet itumenjadi bersifat basa.  Sesuai dengan prinsip Henderson-Hasselbalch maka obat menjadi mudah larut.  Sekali lagi efek pH berguna untuk obat-obat yang rate limiting stepnya pada fase dissolusi, dengan meningkatkan harga Cs
            Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan garam dari suatu oabat asam lemah atau basa lemah.  Untuk obat asam lemah dilakukan dengan mengganti H+ pada obat asam dengan kation lain (counter ion), semakin kecil conterion disolusi semakin baik.  Menjadi pertanyan apakah dengan pembentukan garam tidak menyebabkan besarnya fraksi obat dalam bentuk ion.  Maka jawabannya adalah fraksi obat dalam bentuk ion dan molekul bukan oleh obatnya asam atau garam, karena obat dimasukkan dalam dapar bukan air, maka yang berpengaruh adalah pH dapar dan pKa obatnya.  Beberapa obat yang terbukti bentuk garamnya memberikan bioavailabilitas yang baik adalah na diklofenak, tetrasiklin HCl, Salbutamol sulfat, dan lain –lain.  Pembentukan garam akan mempermudah obat mengalami disolusi, sehingga berguna untuk obat yang rate limiting stepnya pada fase dissolusi dengan meningkatkan harga Cs
Faktor formulasi berikutnya adalah penggunaan surfaktan dalam formulasi.  Pada kadar kecil dibawah CMC surfaktan akan memberikan efek pembasahan sehingga akan meningkatkan harga S pada prose disolusi.  Jika surfaktan membentuk misel yaitu pada kadar di atas CMC maka bisa  terjadi incorporasi, sehingga akan meningkatkan harga Cs pada persamaan disolusi, tetapi kemungkinan ini kecil karena volume gastrointestinal besar.  Contoh obat yang berhasil diperbaiki bioavailabilitasnya adalah asam benzoat (dengan polisorbat 80 atau Na lauril sulfat) dan Sulfadiazin (dengan dioktil sodium sulfosuksinat).  Penambahan surfaktan akan mempermudah obat mengalami disolusi, sehingga berguna untuk obat yang rate limiting stepnya pada fase dissolusi.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan (pemilihan atau penggunaan) polimorf  yang besar kelarutannya atau jika memungkinkan bentuk amorfnya .  Bentuk amorf lebih mudah larut karena susunannya yang tidak teratur  menyebabkan energi kisi yang rendah. Sifat polimorfisme tampak pada kloramphenikol palmitat, kristal A lebih kecil kelarutannya dari pada kristal B, sehingga absorbsi kristal B lebih baik.  Sifat amorfisme tampak pada Novobiosin.  Novobiosin kristalin lebih jelek bioavailabilitasnya dari pada novobiosin amorf.  Sekali lagi pembentukan polimorf metastabil dan amorf berguna untuk obat yang rate limiting stepnya pada fase dissolusi dengan meningkatkan harga Cs nay.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan (pemilihan atau penggunaan) solvat atau hidrat yang mempunyai kelarutan lebih tinggi.  Misalnya pada eritromisin yang mempunyai 3 macam bentuk.  Profil disolusi tampak seperti berikut
Tampak bahwa eritromisin dihidrat memberikan disolusi yang lebih baik.  Tidak ada ketentuan bahwa jika hidratnya lebih banyak disolusinya lebih baik.  Ampisilin justru sebaliknya.   Sekali lagi pembentukan solvat atau hidrat berguna untuk obat yang rate limiting stepnya pada fase dissolusi dengan meningkatkan harga Cs nya.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan kompleks obat dengan senyawa mudah larut.  Kompleksasi dengan senyawa sukar larut akan menurunan kelarutan (bisa susteain release), misalnya dengan resin.  Ikatan kompleks obat dengan senywa mudah larut diharapkan bersifat reversibel.  Kelarutan akan meningkat dengan pembentukan kompleks ini. Misalnya furosemid, piroksikan, dexametason, dan lain –lain, bisa dibuat kompleks dengan PEG,PVP, Siklodekstri, cafein, dan kompleksan – kompleksan lainnya.  Kompleksasi yang reversibel tidak mengurangi absorbsi karena ikatan ini nantinya akan pecah pada proses pelarutan kemudian obat bebasnya diabsorbsi sesuai skema berikut
Pengurangan obat bebas karena terabsorbsi akan menyebabkan lepasnya ikatan obat dengan kompleksan yang baru sedemikian sehingga harga konstanta kompleksasi kembali ke semula. Peningkatan absorbsi dipengaruhi oleh:
-       Kelarutan zat pengompleks
-       Kekuatan ikatan antara obat dan zat pengompleks (ditunjukkan dengan harga konstanta kesetimbangan
Terbentuknya kompleks dapat dianalisis dengan: spektra IR, difraksi sinar X, DTA, DSC
Sekali lagi pembentukan senyawa kompleks berguna untuk obat yang rate limiting stepnya pada fase dissolusi dengan meningkatkan harga Cs nya.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan dispersi padat dengan senyawa mudah larut.  Pembentukan bisa dikerjakan dengan beberapa metode
            - melting methode
            - solven methode
            - combination
Pada pembentukan dispersi padat beberapa kemungkinan bisa terjadi
            - pembentukan kompleks, sehingg Cs meningkat
            - terbentuk larutan padat, sehingga S nya meningkat
            - terbentuk dispersi padat, sehingga S nya meningkat
            - terbentuk polimorf yang berbeda, sehingg Cs meningkat
            - terbentuk amorf, sehingg Cs meningkat
Contoh obat yang diperbaiki bioavailabilitasnya adalah  griseovulvin dengan pembawa PEG atau PVP.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan prodrug.  Prodrug dapat menambah kelarutan dalam air misalnya pembentukan ester fosfat/suksinat dari prednisolon/deksametason, bisa juga menambah kelarutan dalam lipid, seperti pada keterangan pada bagian pengaruh koefisien partisi misalnya N-asiloksialkil alupurinol sebagai prodrug dari alururinil.  Tetapi prodrug ini perlu uji farmakologi dan uji klinik dari awal sehingga membutuhkan biaya yang besar, selain itu dalam label obat juga harus disebutkan dengan jelas.  Beda dengan mikronisasi, kompleksasi, pembentukan dispersi padat, yang tidak harus disebutkan dalam label.
Faktor formulasi berikutnya adalah modifikasi eksipien misalnya pengisi, penghancur, lubrikan, pengikat, SR agent, dan lain – lain. Penggunaan lubrikan hidrofobik menurtunkan kecepatan dissolusi, asam stearat pada jumlah lebih dari 5%, dissolusi turun secara signifikan
Penghancur pengaruhnya kecil jika zat bersifat sangat hidrofobik. Karena penentu kecepatan disolusi sediaan tersebut adalah larutnya obat bukan pecahnya tablet. 
            Dari faktor formulasi tampak bahwa modifikasi formulasi sangat berguna untuk obat yang rate limiting step-nya pada fase disolusi, yaitu obat yang kelarutannya kecil.  Oleh karena itu penggantian obat yang kelarutannya kecil dengan merk yang lain (atau generik) bisa beresiko pada onset yang ditimbulkan.  Obat-obat tersebut misalnya glibenclamid, asam mefenamat, furosemid, dan lainnya. 

Faktor Fisiologi dan Patologi Gastrointestinal
            Sebelum mempelajari pengaruhnya terhadap bioavailabilitas, perlu dipelajari anatomi berikut

Gambar            Anatomi gastrointestinal
Digestive Process
           
            Gambar                        Anatomi lambung

Lambung secara garis besar terdiri dari dua bagian, yaitu
·         Bagian Proksimal (fundus dan bodi lambung), yang berfungsi sebagai penampung masa yang dikirim dari mulut. Dinding ototnya mempunyai tegangan yang kecil sehingga mudah mengembang menjadi + 1 liter
·         Bagian Antrum berfungsi untuk memberikan gerakan mengaduk dan melakukan pompa untuk pengosongan lambung
Dinding lambung tersusun atas 4 lapisan yaitu mukosa, sub mukosa, muscularis mukosa, dan serosa  Lapisan mukosa terdiri dari sel epitel columner (sekretori sell, mampu mengeluarkan  2 l getah lambung/hari) yang mengakibatkan pH lambung 1 – 3,5 (dengan siklus diurnal) dan mampu berproliferasi dengan cepat (pembaharuan 1-3 hari).
Usus kecil mempunyai permukaan yang ditutupi oleh vili (10 – 40 vili/mm2, dengan panjang 0,5 – 1,5 mm).  Setiap vili mengandung mikrofili (600 mikrovili/vili).  Akibat adanya vili dan mikrovili ini luas usus kecil menjadi sangat luas sehingga tempat ini merupakan tempat absorbsi yang paling baik.  Dinding usus kecil tersusun atas sel goblet yang mensekresikas mukus (musin: kompleks glikoprotein).  Ke dalam usus kecil disekresikan getah  pankreas yang berisi enzim dan dapar maka pH naik menjadi 5,7 – 7,7.  Fungsi sekresi pancreas ini adalah melindungi epitel, mencegah inaktivasi enzim pankreas, mencegah pengendapan asam-garam empedu yang disekrisikan oleh kantong empedu dekat hati.
Gambar            vili yang menutupi usus halus, 1-epithelium of mucous membrane; 2-goblet cells (unicellular glands); 3-net of blood capillars ofvilli; 4-central lymphatic sinus (capillars) of the fiber; 5-arteria of the fiber; 6-vein ofvilli; 7-net blood-vessels and lymphatic vessels of the mucous membrane; 8-lymphoid nodule.

Usus besar terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian proksimal (cecum, ascending colon, sebagian transverse colom) yang berfungsi mengabsorbsi air dan elektrolit dan bagian distal (sebagian transverse colon, descending colon, rectum, dan anal) yang berfungsi  menyimpan feses, mendorong feses.  Usus besar mampu menerima 500 ml cairan/hari, air diserap sehingga menjadi masa padat (feses).  Adanya pengaruh dari dapar karbonat yang disekresikan oleh pancreas menyebabkan pH berkisar 7- 8.

Struktur Membran Sel
Ada empat model tentang membrane sel yaitu model lipid bilayer (Davson-Danielli Models), model membran globuler, model kristal cair, dan model mozaik cair (Singer and Nicolson Model).  Model mozaik cair adalah model yang paling mendekati kenyataan. Dalam model mozaik cair terdapat struktur lipid bilayer dan mempunyai sifat Kristal cair.  Sedangakn model membrane globuler adalah yang paling jauh dari kenyataan sehingga model ini ditinggalkan. 


Gambar model mozaik cair, urut dari atas, dari kiri: skema posisi membran sel dalam sel, gambaran tentang membran sel model mozaik cair, gambaran lipid bilayer, gambaran posisi phospholipid dalam lipid bilayer, struktur fosfolipid.
Dalam model mozaik cair, selain ada fosfolipid juga ada protein integral maupun protein periferal.  Juga ada karbohidrat yang menempel pada protein maupun pada lipid. Ada juga kolesterol yang menyisip pada fosfolipid.  Gambaran komponen-komponen tadi adalah  sebagai berikut

Gambaran komponen-komponen penyusun model mozaik cair

Faktor – faktor fisiologi yang berpengatruh terhadap bioavailabilitas dapat dikelompokkan menjadi beberapa hal, yaitu komponen dan sifat gastro intestinal, pengosongan lambung, transit intestinal, dan kecepatan aliran darah yang memperfusi gastrointestinal.  Empat hal ini dipengaruhi oleh kondisi psikologis dan hormonal, jenis kelamin, umur, dan makanan.  Faktor yang lainnya yaitu ketebalan dan fluiditas dinding gastrointestinal.
Komponen dan sifat cairan gastrointestinal yang berpengaruh terhadap bioavailabilitas
a)      pH berpengaruh pada kecepatan dissolusi yaitu pada kelarutan obat, juga berpengaruh pada ratio ion – molekul (koef partisi) dan stabilitas obat
b)      Garam empedu, mengandung surfaktan (garam dari asam glikokolat dan asam taurokolat), membantu pembasahan obat lipofil seperti griseofulvin, maka pemakaiannya diianjurkan setelah makan supaya merangsang pengeluaran getah empedu.  Tetapi obat – obat tertentu tidak boleh bertemu dengan getah empedu karena dapat membentuk kompleks yang tidak larut, misalnya kompleks neomisin dan kanamisin dengan garam empedu akan mengendap sehingga tidak bisa diabsorbsi
c)      Sekret pankreas mengandung enzim – enzim yang dapat menghidrolisis obat seperti kloramphenicol palmitat.  Enzim pankreatin dan tripsin dapat mendeasetilasi obat dengan gugus N-asetil
d)      Viskositas masa di lambung/di usus: ditentukan oleh makanan dan mukus, mukus sangat kental mengganggu proses disolusi berpengaruh terhadap kecepatan disolusi, kecepatan pengosongan lambung, dan transit intestinal.  Sewamikin viskus masa lambung, semakin lambat kecepatan pengosongan lambungnya

Kecepatan pengosongam lambung dinyatakan dengan beberapa hal yaitu waktu pengosongan lambung, kecepatan pengosongan lambung, dan t1/2 pengosongan lambung.  Kecepatan pengosongan lambung dipengaruhi oleh:viskositas massa lambung, suhu masa, energi yang tersimpan dalam masa lambung, dan faktor psikis.  Semakin viskus masa lambung, semakin besar energi yang terkandung dalam masa lamnbungh, semakin tinggi susu, semakin lambat kecepatan pengosongan lambung.   Beberapa obat berpengaruh (metoklopramid).  Kecepatan pengosongan lambung berpengaruh pada  stabilitas obat, kecepatan obat sampai ke usus dengan A yang besar, dan disolusi obat (pH).
      Transit intestinal dipengaruhi oleh makanan, viskositas masa, dan motilitas usus.  Transit  iontestinal   menentukan lama obat berkontak dengan membran yang luas.  Beberapa obat berpengaruh pada motilitas usus (parasimpatolitikum: beladon, papaverin, dll). 
Suplai darah ke gastrointestinam dipengaruhi oleh makanan dan obat-obatan yang bekerja pada pembuluh darah.  Suplai darah ke gastrointestinam pada proses transport aktif menentukan penyediaan energi dan oksigen.  Pada proses difusi pasif menentukan gradien kadar terutama untuk obat yang permeabilitasnya tinggi. 
Ketebalan dan viscositas dinding gastrointestinal berpengaruh pada beberapa hal.  Sifat ini bersifat induvidual, dan pablrik tidal bisa memfodimikasi.  Karena membran adalah kristal cair , maka komponen-komponennya bisa bergerak terutama fosfolipid, maka dia punya viskositas.  Beberapa gerakan tersebut adalalah transversi divusian, lateral shift, dan fleks, tampak pada skema di bawah  ini
.

Viskositas membran gastrointestetinal dipengaruhi oleh komposisinya, yaitu:
·         All C-C bonds are single bonds
·         Straight chain allows maximum interaction of fatty acid tails
·         Make membrane less fliuid
·         Solid at room temperature
·         "Bad Fats" that clog arteries (animal fats)
·         Some C=C bond (double bonds)
·         Bent chain keeping tails apart
·         Make membrane more fliuid
·         Polyunsaturated fats have multiple double bonds and bends
·         Liquid at room temperature
·         "Good Fats" which do not clog arteries (vegetable fats)
·         Reduces membrane fluidity by reducing phospholipid movement
·         Hinders solidification at low (room) temperatures

Beberapa faktor lain yang tidak termasuk dalam kelompok di atas dan berpengaruh terhadap bioavailabilitas adalah
          Drug – Drug interaction
          Drug food interction
          Metabolism in GI tract
          Disease state
          Age


          Beberapa obat berpengaruh pada kondisi fisiologis saluran cerna sehingga absorbsi obat yang lain berubah misalnya parasimpatolitik
          Beberapa obat langsung membentuk kompleks dengan obat utama misalnya kompleks tetrasiklin dengan mineral.
          Makanan berpengaruh terhadap kondisi fisiologis saluran cerna, makanan meningkatkan viskositas dan merangsang pengeluaran HCl, getah empedu, dan getah pankreas
          Beberapa makanan dapat membentuk kompleks dengan obat, misalnya susu dengan tetrasiklin.
          L-Dopa terdegradasi oleh enzimdekarboksilase dalam mukosa lambung
          Pada pria etanol terdegradasi olah alkohol dehidrogenase di mukosa lambung
          Digoksin termetabolisme oleh flora normal usus, obat penekan flora normal usus (antibiotik spektrum luas) meningkatkan absorbsi digoksin, bias keracunan.
          Diare dapat menurunkan transit intestinal, sebaliknya konstipasi
          Hipersekresi asam lambung menurunkan pH lambung, sebaliknya aklorhidria.
          Neonata – 2 th, sekresi HCl belum sempurna (sedikit)
          Pada anak –anak mukosa belum terbentuk sempurna (A), juga aliran darah

  1. EVALUASI
Petunjuk:
I.  Untuk soal dengan pilihan a,b,c,d,e, pilihlah satu jawaban yang paling tepat
II. Untuk soal dengan pilihan 1,2,3,4 , pilihlah              III.  Untuk soal sebab akibat, pilihlah
A, jika ada tiga jawaban yang benar                              A jika pernyataan dan alasan benar dan ada hubungan sebab akibat
                B, Jika jawaban 1 dan 3 benar                         B jika pernyataan dan alasan benar               tapi tidak ada hubungan sebab akibat
                C jika jawaban 2 dan 4 benar                          C jika pernyataan benar alasan salah
                D jika hanya satu jawaban yang benar         D jika pernyataan salah alasan benar
                E, Jika semua jawaban benar                           E jika pernyataan dan alasan salah
Dengan memberi tanda silang pada lembar jawab.
1.     Perbedaan pokok antara mekanisme transport difusi pasif dengan transport konvektif adalah
        a.     transport konvektif pada membran yang hidup sedangkan difusi pasif tidak
        b.     difusi pasif mengikuti kinetika ordo pertama sedangkan transport aktif mengikuti kinetika ordo ke-nol
        c.     difusi pasif bisa mengalami kejenuhan sedangkan transport konvektif tidak
        d.     transport konvektif perlu energi sedangkan difusi pasif tidak
        e.     difusi pasif  obat larut dalam membran, transport aktif obat melewati pori membran

2.     Tranport aktif bisa mengalami kejenuhan kaena
        a.     transport aktif perlu energi                                                d.   Jawaban a dan b benar
        b.     transport aktif perlu carier                                 e.   Pertanyaan salah, transport aktif tidak bisa mengalami kejenuhan
        c.     transport aktif untuk senyawa polar

3.     Difusi pasif asam salisilat dari dan ke kompartemen tertutup dengan pH yang berbeda akan berhenti jika
        a.     konsentrasi total asam salisilat dalam dua kompartemen sama                              d.   membran telah mati
        b.     konsentrasi ion salisilat dalam dua kompartemen sama                            e.   jawaban a dan d benar
        c.     konsentrasi molekul asam salisilat dalam dua kompartemen sama

4.     Alkaloid ditransport dari kompartemen pH 5 ke kompartemen pH 7,
        a.     Setelah transport  berhenti konsentrasi total alkaloid dalam dua kompartemen sama
        b.     Setelah transport  berhenti konsentrasi total alkaloid dalam kompartemen donor lebih tinggi
        c.     Setelah transport  berhenti konsentrasi total alkaloid dalam kompartemen reseptor lebih tinggi
        d.     Untuk memprediksi di kompartemen mana konsentrasi total yang lebih besar perlu data pKa obat
        e.     Setelah transport  berhenti konsentrasi total alkaloid dalam kompartemen donor bisa lebih tinggi ataupun lebih rendah tergantung konsentrasi mula – mula.

5.     Transport aktif glukosa akan berhenti jika
        1.     Membran telah mati                           3.   carier in aktif karena suhu yang extreem
        2.     Supplai energi terhenti                        4.   konsentrasi substrat dalam kedua kompartemen sama

6.     Pengaruh konsentrasi substrat pada transport aktif adalah
        1.     Sebelum mengalami kejenuhan semakin tinggi konsentrasi semakin cepat kecepatan transport
        2.     Setelah mengalami kejenuhan semakin tinggi konsentrasi semakin turun kecepatan transport
        3.     Pada konsentrasi yang sanagt rendah, jauh di bawah km, kinetika tranport mengikuti orde ke-1
        4.     Konsentrasi menjadi sangat berpengaruh jika tranport telah mengalami kejenuhan

7..    Transport difusi fasilitatif bisa dihambat oleh senyawa yang mirip dengan substrat yang ditransport karena
        a.     transport tidak perlu energi      d.  jawaban a dan c benar
        b.     transport perlu energi                 e.  pertanyaan salah, difusi fasilitatif tidak bisa dihambat oleh senyawa yang mirip
        c.     transport perlu carier

untuk soal  no 8 – 10, perhatikan Persamaan Ficks I tentang difusi pasif pada proses absorbsi secara oral sebagai berikut

dQb         DmAmPm/m (Cgi - Cb)
-----   =  --------------------------
dt                            ∆Xm       

8.     Upaya industri farmasi untuk memperbaiki bioavailabilitas dikaitkan dengan hukum ficks di atas adalah
        a.     meningkatkan harga Am dengan memperkecil ukuran partikel serbuk obat
        b.     meningkatkan harga Am dengan memperkecil ukuran molekul obat
        c.     meningkatkan harga Dm dengan memperkecil ukuran molekul obat
        d.     meningkatkan harga Cgi dengan mempercepat disolusi
        e.     semua jawaban benar


9.     Peningkatan kecepatan pengosongan lambung dapat meningkatkan kecepatan absorbsi karena
        a.     akan meningkatkan harga Am karena lambung kosong maka tidak ada pengganggu kontak obat dengan membran
        b.     akan meningkatkan harga Am karena obat cepat bertemu dengan usus dengan luas permukaan yang besar
        c.     untuk obat yang tidak stabil dalam lingkungan asam maka kontaknya dengan asam dapat diminimalkan
        d.     jawaban a dan c benar
        e.     jawaban b dan c benar

10.  penyakit aklorhidria, berpengaruh pada kecepatan absorbsi karena perubahan besaran
        a.     Dm                 b.  Am                                 c.  Pm/m                    d.  (Cgi - Cb)           e.  ∆Xm

11.  Adanya sekret empedu dapat meningkatkan kecepatan absorbsi secara lebih berarti pada
        1.     Obat yang rate limiting step-nya pada fase disolusi                   3.   Obat yang kelarutannya kecil
        2.     Obat yang polaritasnya kecil                                                            4.   Obat yang hidrofobik

12.  Peningkatan kecepatan aliran darah akan meningkatkan kecepatan absorbsi secara signifikan jika
        a.     Rate limiting step obat pada tahap permeasi menembus membran
        b.     Obat mempunyai permeabilitas membran yang tinggi
            c.     transport berlangsung pada kondisi sink
        d.     Koefisien partisi lipid air obat kecil
        e.     Obat susah terdisolusi

Untuk soal no 13 – 18, perhatikan persamaan Noyes-Whitney pada proses absorbsi secara oral berikut

 dQgi        DA (Cs – Cgi)
-----   =  ------------------
dt                            h             

13.  keterangan yang tepat untuk persamaan di atas adalah
        1.     D adalah koefisien difusi obat dalam medium disolusi               3.  h  adalah tebal lapisan stagnan
        2.     Cs adalah kelarutan obat dlm medium gastrointestinal                              4.  A adalah luas permukaan absorbsi

14.  Besaran dalam persamaan di atas yang sangat  mungkin menjadi target perbaikan bioavailabilitas adalah
        1.     harga D dengan mengecilkan ukuran molekul obat               3.   harga A dengan mengecilkan ukuran molekul obat
        2.     harga A dengan mengecilkan ukuran partikel serbuk obat      4.   harga Cs dengan pembentukan garam

15.  Adanya mukus dalam cairan gastrointestinal akan menurunkan kecepatan disolusi karena
        1.     mucus mempertebal stagnan layer, meningkatkan harga h    3.  mukus menaikkan viskositas, menaikkan harga h
        2.     mukus menurunkan harga A                                                      4.  mukus menaikkan viskositas, menurunkan harga D

16.  Perbaikan bioavailabilitas  karena adanya sekret empedu disebabkan karena
        1.     sekret empedu memperbaiki pembasahan meningkatkan harga A
        2.     sekret empedu menaikkan viskositas, menaikkan harga D
        3.     sekret empedu membentuk misel, menaikkan harga Cs
        4.     pernyataan salah, sekret empedu justru membuat obat tidak stabil sehingga menurunkan Cgi

17.  Pemberian griseovulvin dianjurkan setelah makan karena
        a.     makanan merangsang sekret empedu, meningkatkan disolusi griseovulfin karena peningkatan harga A
        b.     makanan melindungi griseovulvin dari kerusakan oleh enzim pencernaan
        c.     makanan menurunkan kecepatan pengosongan lambung memberi kesempatan terdisolusi lebih cepat dengan
                bantuan asam lambung
d.       makanan mempercepat perfusi darah ke vena porta hepatika, meningkatkan harga Cgi – Cb
e.        pernyataan salah, griseovulvin adalah antijamur yang seharusnya diminum setelah makan

18.  Pembentukan dispersi padat parasetamol (kelarutan 1:70) dengan PVP sangat menguntungkan karena
        a.     Dissolusi semakin baik karena peningkatan harga A 
        b.     Dissolusi semakin baik karena peningkatan harga Cs
            c.     Justru merugikan karena parasetasmol menjadi terikat dengan PVP yang BM nya besar, sehingga D turun
        d.     Justru merugikan karena PVP bersifgat viskous sehingga harga D turun
        e.     Biaya tidak sebanding dengan peningkatan bioavailabilitas karena parasetamol tidak bermasalah dengan disolusi

19.  Kondisi sink pada proses absorbsi obat dari gastrointestinal ke vena porta selalu terjadi karena
        1.     Begitu obat masuk ke vena porta langsung diikat oleh protein, sehingga Cplasma selalu kecil
        2.     Begitu obat masuk ke darah terjadi metabolisme di hati,  sehingga Cplasma selalu kecil
        3.     Begitu obat masuk ke darah terjadi ekskresi,  sehingga Cplasma selalu kecil
        4.     Begitu obat masuk ke darah obat di deposit dalam lemak,  sehingga Cplasma selalu kecil

20.  Pembentukan garam ambroksol menjadi ambroksol HCl akan memperbaiki bioavailabilitanya karena
        a.     Proses transport menjadi transport aktif karena ion ambrolsol-H+  tidak bisa larut dalam membran
        b.     Disolusi semakin cepat karena obat menjadi mudah larut
        c.     Fraksi obat dalam bentuk molekul lebih banyak dari pada jika diberikan dalam bentuk basa bebasnya
        d.     Permeabilitas menjadi lebih besar karena pH medium semakin kicil
        e.     Pernyataan soal salah, bioavailabilitas turun karena terbentuk ion lebih banyak, padahal ion susah lartut dalam membran
21.  Pengaruh koofisien partisi obat terhadap bioavailabilitas sediaan tablet oral
        a.     Untuk obat yang rate limiting stepnya pada tahap disolusi, semakin tinggi koefisien partisi bioavailabilitas semakin baik
        b.     Untuk obat yang rate limiting stepnya pada tahap permeasi, semakin tinggi koefisien partisi bioavailabilitas semakin jelek
        c.     Semakin tinggi koefisien partisi, bioavailabiliatas semakin baik, dan terus semakin baik
        d.     Pengaruh koefisien partisi tergantung sifat obatnya, asam atau basa.
        e.     Semua jawaban salah

22.  Ukuran molekul tidak berpengaruh terhadap kecepatan transport difusi pasif, sebab obat tidak melewati pori membran

23.  Pembentukan dispersi padat salbutamol sulfat dengan PEG 6000 sangat menguntungkan karena PEG adalah senyawa mudah larut yang mampu membentuk kompleks dengan banyak obat.

24.  Pada model membran mozaik cair, membran dianggap mempunyai struktur yang terdiri dari
        1.     Lipid bilayer dengan gugus polar kholin phosphat menghadap keluar membran
        2.     Protein yang bisa terletak dipermukaan membran ataupun memanjang menembus membran
        3.     Karbohidrat yang bisa terikat pada lipid ataupun protein
        4.     kholesterol yang menyisip pada lipid bilayer.

25.  Faktor beriut berpengaruh terhadap viskositas membran
        a.     Jenis asam lemak penyusun lipid bilayer, semakin banyak asam lemak tak jenuh, semakin viskous membran
        b.     Jumlah kolesterol yang menyisisp, semakin banyak, semakin viskous membran
        c.     Pergerakan phospholipid, semakin banyak semakin viskous membran
        d.     semua jawaban salah
        e.     semua jawaban salah

Essay

Pembentukan kompleks antara furosemid dengan PEG justru menurunkan bioavailabilitas furosemid, karena furosemid justru menjadi terikat dengan PEG suatu molekul besar yang bersifat polar.  Senyawa ini (ikatan furosemid dengan PEG) mempunyai koefisien difusi obat dalam medium disolusi maupun dalam membran yang kecil karena besarnya jari – jari molekul. Juga mempunyai koefisien partisi yang kecil karena kepolaran PEG.

Terangkan bahwa pernyataan di atas salah

  1. REFERENSI
Banker G.S. dan Rhodes C.T., 1995, Modern Pharmaceutics, edisi 3, Marcel Dekker, New York
Shargel, L, Wu-Pong, S , Yu, A.B.C., 2005, Applied Biophamaceutics and
Pharmacokinetics, Fifth Ed., Apleton & Lance Nortwolk
Notari, E.,R., 1980, Biopharmaceutics and Clinical Pharmacocinetics: An Introduction, 3rd Edition, Marcel Dekker, New York









No comments:

Post a Comment