I.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan yang di identikkan
dengan filsafat di mulai sebelum abad ke -17, bahkan filsafat merupakan bahasa lain dari
Ilmu
pengetahuan pada saat itu. Misalnya perkembangan filsafat di Yunani,
yang semuanya hampir meliputi pemikiran teoritis para pemikir, artinya para
ahli pada saat itu menciptakan ide dan pendapat yang nantinya dijadikan rujukan
dan pedoman oleh orang lain. Pada awal
abad ke -17, munculah pemikiran baru tentang filsafat, yaitu pemisahan filsafat
dengan ilmu pengetahuan.
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan
munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu
pengetahuan baru. Bahkan ke arah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi, seperti
spesialisasi-spesialisasi. Menurut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena
pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka
lahirlah filsafat ilmu lahir sebagai
penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat
menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu
terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi
eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Ilmu kimia lahir
dari keinginan para ahli kimia untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan apa dan
mengapa tentang sifat materi yang ada di alam, yang masing-masing akan
menghasilkan fakta dan pengetahuan teoritis tentang materi yang kebenarannya
dapat dijelaskan dengan logika matematika.
Jenis pengetahuan selalu
mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontology), bagaimana (estimologi)
dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini
saling berkaitan, tidak mungkin bahasan estimologi terlepas sama sekali dari
ontology dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model berpikir
sistematik, justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan.
Ilmu kimia merupakan ilmu
mengenal bahan kimia. Bahan kimia bukanlah zat abstrak yang perlu ditakuti oleh
manusia biasa. Bahan ini mencakup benda yang ada disekitar kita. Ilmu kimia
adalah cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari struktur materi,
sifat-sifat materi, perubahan suatu materi menjadi materi lain, serta energi
yang menyertai perubahan materi. Mempelajari ilmu kimia tidak hanya bertujuan
menemukan zat-zat kimia yang langsung bermanfaat bagi kesejahteraan umat
manusia belaka, akan tetapi ilmu kimia dapat pula memenuhi keinginan seseorang
untuk memahami berbagai peristiwa alam yang ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari, mengetahui hakikat materi serta perubahannya, menanamkan metode
ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam mengajukan gagasan-gagasan, dan memupuk
ketekunan serta ketelitian bekerja.
Kimia adalah ilmu tentang materi
dan perubahannya. Materi itu sendiri adalah segala sesuatu yang menempati ruang
dan mempunyai massa. Semua materi berada dalam tiga wujud yaitu, padat, cair
dan gas. Hakikat ilmu kimia adalah bahwa benda itu bisa mengalami perubahan
bentuk, maupun susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain sehingga terjadi
perubahan letak susunan yang mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dari
wujud/bentuk semula. Ilmu kimia lahir dari keinginan para ahli kimia untuk memperoleh jawaban
atas pertanyaan apa dan mengapa tentang sifat materi yang ada di alam, yang
masing-masing akan menghasilkan fakta dan pengetahuan teoritis tentang materi
yang kebenarannya dapat dijelaskan dengan logika matematika.
Ilmu
Kimia merupakan salah satu ilmu-ilmu eksak yang sudah tidak asing lagi di
telinga masyarakat. Pemanfaatan ilmu kimia itu itu sendiri tidak bisa
dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Setiap harinya, di mana pun itu, kita
dapat menemukan proses kimia berlangsung serta hasil dari proses kimia
tersebut. Baik itu manfaat yang diberikannya baik ataupun tidak bagi kita
sendiri ataupun lingkungan serta masyarakat.
Ilmu
kimia itu sendiri terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya adalah Kimia
Organik, Kimia Anorganik, Biokimia, Kimia Fisika, Kimia Nuklir (inti), Kimia
terapan yang mencakup banyak ilmu-ilmu terapan, misalnya Kimia Polimer, Kimia
Bahan Alam, Kimia Medisinal, dan lain-lain.
Persepsi
masyarakat tentang kimia kebanyakan lebih terdengar negatif. Hal ini juga tidak
bisa dipungkiri dari adanya andil kimia dalam penyebab beberapa kerugian yang diderita
oleh masyarakat. Misalnya saja limbah dari pabrik yang menimbulkan gangguan
kesehatan, penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya pada makanan, sampai dengan
penggunanaan ilmu kimia dalam membuat senjata pembunuh massal yaitu bom atom.
Jika
kita lebih bijak, maka semua kerugian itu dapat saja kita tanggulangi. Pada
dasarnya ilmu itu ada bukan untuk merugikan manusia tetapi sebaliknya. Oleh
sebab itu, diangkatlah tema tentang ilmu kimia yang dikaji menurut ontology,
epistimologi dan aksiologi agar kita benar-benar mengetahui apa sebenarnya ilmu
kimia tersebut.
Tujuan
Penulisan
Pada makalah ini di berikan urain ilmia tentang Filsafat ilmu bidang kimia
dengan tujuan untuk menjadi acuan dasar berpikir kimia dengan konsep pemahaman
filsafat ilmu guna mencari kebenaran dari apa yang kita rumuskan dan teliti
terkait bidang ilmu kimia
Manfaat
Penulisan
Penulisan ini bermanfaat untuk lebih memahami tentang filsafat, filsafat
ilmu dan penerapan filsafat ilmu dalam bidang kimia dalam hal penelitian,
pembuatan teori dan kebenaran mutlak
II.
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan
Filsafat Ilmu
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun secara historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari
peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Filsafat telah berhasil mengubah pola fikir bangsa Yunani dan umat manusia dari
pandangan mitosentris menjadi logosentris. Awalnya bangsa Yunani dan bangsa
lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh
para dewa. Karenanya para dewa harus dihormatidan sekaligus ditakuti kemudian
disembah. Dengan filsafat, pola fikir yang selalu tergantung pada dewa diubah
menjadi pola fikir yang tergantung pada rasio.
Perkembangan sejarah filsafat di dunia barat dapat dibagi dalam
empat periodisasi yaitu :
2.1.1
ZamanYunani Kuno atau periode
klasik,
Ciri pemikiran filsafat adalah kosmosentris yakni para filosof masa
ini mempertanakan asal-usul alam semesta dan jagad raya. Pada periode
ini, orang Yunani berusaha memberikan deskripsi yang rasional dari
masalah-masalah yang mereka hadapi, termasuk memikirkan tentang asal-mula amam
semesta. Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting karena
terjadi perubahan pola fikir manusia dari Mitnosentris ( Mengandalkan mitos
untuk menjelaskan fenomena alam) menuju Logosentris. Thales adalah orang
pertama yang berupaya mencari jawaban atas pertanyaan tentang segala benda
dalam alam ini sehingga dia dikenal sebagai bapak filsafat.
2.1.2
Zaman periode pertengahan
Pada abad ini, tradisi berpikir (
berfilsafat ) bersentuhan dengan tradisi agama (Teologi ). Ada 2 periode di
jaman pertengahan yaitu periode skolastik Islam dan periode skolastik Kristen.
2.1.3 Zaman periode
kontemporer
Pemikiran filsafat
pada abad ini, mayoritas mengkritisi, memperbaiki, dan menyempurnakan
pemikiran-pemikiran filsafat pada abad sebelumnya. Yang terpenting pada abad
ini yaitu mengembangkan pendekatan interdisipliner. Filsafat sebagai “ibu” ilmu
pengetahuan yang diharapkan dapat kembali mengarahkan “anak cucunya” sebagai
“mitra dialog” dalam menyelesaikan persoalan aktual masa kini dan masa
mendatang yang semakin kompleks ruang lingkupnya.
2.2 Tinjauan Umum Filsafat
Ditinjau dari segi historis, hubungan
antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat
menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi
hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan
dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain.
Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi
terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).
Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut
Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu
konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh
mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang
filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya
sendiri-sendiri. Dengan demikian,
perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya
ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan
baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti
spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh
Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem
yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat
benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu
dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani
serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah
yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant
(dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan
disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan
manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon
(dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu
(the great mother of the sciences).
Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a
higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan
pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat
menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu
terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi
eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung
oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa
filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia
sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu. Interaksi antara ilmu
dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang
dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa
kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam
Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat
ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan
satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati
sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya
tidak salah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas
serta dikaitkan dengan permasalahan yang penulis akan jelajahi, maka penulisan
ini akan difokuskan pada pembahasan tentang: “Filsafat Ilmu Sebagai Landasan
Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam”, dengan pertimbangan bahwa latar belakang
pendidikan penulis adalah ilmu pengetahuan alam (MIPA – Kimia).
2.3.
Pengertian Filsafat
Perkataan Inggris philosophy yang berarti
filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim diterjemahkan
sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia
(kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu
filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula
itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja,
melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan
intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan
kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Banyak pengertian-pengertian atau
definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf.
Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat
berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang
kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat
manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan
teori pengetahuan. Kalau menurut tradisi
filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah
philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli
matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang
menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta
kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata
oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui
sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf
yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan
Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan
terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan
kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999). Menurut
sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang
ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang
mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan
pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus
menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran (Soeparmo,
1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa
kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah
pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan
manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara
memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997), dengan
melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian,
tidak semua persoalan itu harus persoalan filsafat.
2.4. Filsafat Ilmu
Pengertian-pengertian tentang filsafat
ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya.
Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif
terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu
merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya
bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan
ilmu.
Sehubungan dengan pendapat tersebut serta
sebagaimana pula yang telah digambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini
bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan.
Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat
ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan
pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari
pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980)
bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997). Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997). Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih lanjut Koento Wibisono (1984),
mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu
suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan
tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga
seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis,
agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan
dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil
dalam upaya menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi
yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang
mengembangkan ilmu.
Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut
Poespoprodjo (dalam Koento Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa
perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya
antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang
vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan
filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan
metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah
dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang
ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.
2.5
Filsafat
Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam
Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan
mengambil sebuah rantai sebagai perbandingan, menjelaskan bahwa fungsi filsafat
ilmu pengetahuan alam adalah mengembangkan pengertian tentang strategi dan
taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tersebut sebelum tahun 1600, menghubungkan
filsafat disatu pangkal dan ilmu pengetahuan alam di ujung lain secara
berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu
pengetahuan alam memisahkan diri dari filsafat. Ilmu pengetahuan
alam menempuh jalan praktis dalam menurunkan hukum-hukumnya. Menurut Frank,
fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah menjembatani putusnya rantai
tersebut dan menunjukkan bagaimana seseorang beranjak dari pandangan common
sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam. Filsafat
ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan pandangan
dunia yang di dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian mempunyai
hubungan erat.
Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental dan struktural diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang dapat digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) dari proses belajar yang ada dalam struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan untuk mengendalikan kondisi eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait dengan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.
Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental dan struktural diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang dapat digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) dari proses belajar yang ada dalam struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan untuk mengendalikan kondisi eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait dengan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.
Menurut Van Melsen (1985), ciri khas
pertama yang menandai ilmu alam ialah bahwa ilmu itu melukiskan kenyataan
menurut aspek-aspek yang mengizinkan registrasi inderawi yang langsung. Hal
kedua yang penting mengenai registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan ilmu alam
sekarang ini registrasi itu tidak menyangkut pengamatan terhadap benda-benda
dan gejala-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan kepada kita. Yang
diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur
tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu
analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit
selalu terdapat bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan
tahu menahu tentang elektron-elektron dan bagian-bagian elementer lainnya.
Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri
sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada tahun 1853, Auguste Comte mengadakan
penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang
dilakukan oleh Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan
sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala
dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan
mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan paling umum secara lebih
tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu
pengetahuan yang saling berkaitan untuk dapat berkembang secara lebih cepat.
Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika,
Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam
urutan keempat
Penggolongan tersebut didasarkan pada
urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan
itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih
sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya
(The Liang Gie, 1999).
Pada pengelompokkan tersebut, meskipun
tidak dijelaskan induk dari setiap ilmu tetapi dalam kenyataannya sekarang
bahwa fisika, kimia dan biologi adalah bagian dari kelompok ilmu pengetahuan
alam.
Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang
mempelajari perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi.
Menurut ensiklopedi ilmu (dalam The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat
digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia
organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.
Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento
Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu kimia sebagai “… that it relates
to the law of the phenomena of composition and decomposition, which result from
the molecular and specific mutual action of different subtances, natural or
artificial” ( arti harafiahnya kira-kira adalah ilmu yang berhubungan dengan
hukum gejala komposisi dan dekomposisi dari zat-zat yang terjadi secara alami
maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu kimia tidak
saja melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan juga
dengan perbandingan (komparasi).
Jika melihat dari sejarah perkembangan
ilmu pengetahuan alam, pada mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan
nama/istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini dapat dilihat
dari judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles
of Chemical Philosophy.
Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah
beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas dari hubungan dengan ilmu
induknya yaitu filsafat. Untuk itu diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar
bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam
dan dalam pengembangan ilmu IPA selanjutnya.
2.6 Filsafat sebagai induknya Ilmu
pengetahuan
Beberapa ahli filsafat menjelaskan bahwa filsafat itu adalah induk semua
ilmu pengetahuan. Dahulu
pada mulanya filsafat meliputi semua ilmu yang ada pada zamanya: politik,
ekonomi, hukum, seni, dan sebagainya. Akan tetapi lama kelamaan dengan
intensifnya usaha-usaha yang bersifat empiris dan eksperimental terciptalah
satu persatu ilmu yang khusus memecahkan satu bidang masalah. Sehingga
terwujudlah berbagai ilmu pengetahuan yang mendasarkan penyelidikannya secara
empiris dan eksperimental dan terlepaslah dari filsafat sebagai induknya.
Tetapi dengan munculnya ilmu-ilmu tidak berarti telah lenyaplah eksistensi
filsafat dan fungsinya. Filsafat masih tetap eksis dan mempunyai fungsi sendiri
yang tidak dapat digantikan oleh ilmu pengetahuan. Garapan filsafat berbeda dengan garapan ilmu
pengtahuan dan masing-masing dibutuhkan. Dalam kenyataan, setiap ilmu membutuhkan
filsafatnya. Ada ilmu hukum ada pula filsafat hukum, ada ilmu pendidikan ada
pula filsafat pendidikan.
Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dari rasa
ragu-ragu dan filsafat dimulai dari keduanya. Dalam berfilsafat kita didorong
untuk mengetahui apa yang kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Filsafat
dalam pandangan tokoh-tokoh dunia diartikan sebagai berikut:
- Plato (427 – 348 sm), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli
- Aristoteles (382 – 322 sm), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung dalam ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan estetika
- Al Kindi (801 – ……m), filsafat adalah pengetahuan tentang realisasi segala sesuatu sejauh jangkauan kemampuan manusia
- Al Farabi (870 – 950 m), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakikat sebenarnya.
- Prof. H. Muhammad Yamin, filsafat adalah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya. Di dalam kepribadiannya itu dialami sesungguhnya.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, filsafat dapat diartikan sebagai berikut
- Teori atau analisis logis tentang prinsip-prinsip yang mendasari pengaturan, pemikiran pengetahuan, sifat alam semesta.
- Prinsip-prinsip umum tentang suatu bidang pengetahuan.
- Ilmu yang berintikan logika ,estetika, metafisika, dan epistemology
- Falsafah.
Tujuan filsafat ialah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin dan
menerbitkan serta mengatur semua itu dalam bentuk sistematik. Dengan demikian
filsafat memerlukan analisa secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran sudut
pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan. Semua ilmu baik ilmu sosial maupun
ilmu alam bertolak dari pengembangannya yaitu filsafat. Pada awalnya filsafat
terdiri dari tiga segi, yaitu
1.
Apa yang disebut benar dan
apa yang disebut salah (logika);
2.
Mana yang dianggap baik dan
mana yang dianggap buruk (etika);
3.
Apa yang termasuk indah dan
apa yang termasuk jelek (estetika).
Kemudian ketiga
cabang utama itu berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai
bidang kajian yang lebih spesifik. Cabang-cabang filsafat tersebut antara lain
mencakup:
1.
Epistemologi (Filsafat
Pengetahuan)
2.
Etika (Filsafat Moral)
3.
Estetika (Filsafat Seni)
4.
Metafisika
5.
Politik (Filsafat
Pemerintahan)
6.
Filsafat Agama
7.
Filsafat Ilmu
8.
Filsafat Pendidikan
9.
Filsafat Hukum
10. Filsafat Sejarah
11. Filsafat Matematika
Ilmu tersebut pada tahap selanjutnya menyatakan diri otonom, bebas dari
konsep-konsep dan norma-norma filsafat. Namun demikian ketika ilmu tersebut
mengalami pertentangan-pertentangan maka akan kembali kepada filsafat sebagai
induk dari ilmu tersebut. Oleh karena itu, mengapa filsafat sering disebut para
ahli sebagai induk dari semua ilmu pengetahuan di mana ilmu tersebut selalu
berkaitan dengan filsafat sebagai sumber acuan.
2.7 Filsafat Kimia
2.7.1. Ilmu Kimia dalam Tinjauan Ontologi
Nama
ilmu kimia berasal dari bahasa Arab, yaitu al-kimiya yang
artinya perubahan materi,
oleh ilmuwan Arab Jabir ibn Hayyan (tahun 700-778). Ini berarti, ilmu
kimia secara singkat dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari rekayasa
materi, yaitu mengubah materi menjadi materi lain. Secara lengkapnya, ilmu
kimia adalah ilmu mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, perubahan serta
energi yang menyertai perubahan suatu zat atau materi. Zat atau materi itu
sendiri adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa
Susunan
materi mencakup komponen-komponen pembentuk materi dan perbandingan tiap
komponen tersebut. Struktur materi mencakup struktur partikel-partikel penyusun
suatu materi atau menggambarkan bagaimana atom-atom penyusun materi tersebut
saling berikatan. Sifat materi mencakup sifat fisis (wujud dan penampilan) dan
sifat kimia. Sifat suatu materi dipengaruhi oleh : susunan dan struktur dari
materi tersebut. Perubahan
materi meliputi perubahan fisis/fisika (wujud) dan perubahan kimia
(menghasilkan zat baru). Energi yang menyertai perubahan materi = menyangkut banyaknya
energi yang menyertai sejumlah materi dan asal-usul energi itu.
Ini
berarti bahwa aspek ontologi dari ilmu kimia adalah:
- Konsep kimia, yang berarti kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, perubahan serta energi yang menyertai perubahan suatu materi
- Objek studi dari ilmu kimia adalah zat atau materi.
Bagian
yang terpenting dari ilmu kimia adalah mempelajari reaksi kimia, perubahan yang
terjadi bila senyawa kimia berinteraksi membentuk suatu senyawa baru yang
berbeda. Reaksi kimia merupakan suatu hal yang menakjubkan untuk diteliti dan
merupakan bagian yang menyenangkan dari ilmu kimia untuk memperhatikan
terjadinya reaksi kimia.
Hakekat
ilmu kimia adalah benda itu bisa mengalami perubahan bentuk, maupun susunan
partikelnya menjadi bentuk yang lain sehingga terjadi deformasi, perubahan
letak susunan, ini mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dengan wujud yang
semula.
2.7.2. Ilmu
Kimia dalam Tinjauan Epistimologi
Epistimologi
ilmu adalah berbicara tentang bagaimana ilmu itu diperoleh dan dikembangkan.
Ilmu kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya ilmu kimia
juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif).
Ilmu
kimia dikembangkan oleh ahli kimia untuk menjawab pertanyaan “apa” dan
“mengapa” tentang sifat materi yang ada di alam. Pengetahuan yang lahir
dari upaya untuk menjawab pertanyaan “apa” merupakan suatu fakta bahwa
sifat-sifat materi yang diamati sama oleh setiap orang akan menghasilkan
pengetahuan deskriptif yang diperoleh dengan merancang percobaan dan melakukan
eksperimen. Sedangkan pengetahuan yang lahir untuk menjawab pertanyaan
“mengapa” suatu materi memiliki sifat tertentu akan menghasilkan pengetahuan yang
teoritis. Pengetahuan ini diperoleh melalui langkah-langkah ilmiah sehingga
muncul dan diciptakannya suatu teori. Teori yang telah ditemukan akan terus
dibuktikan oleh peneliti lain demi memperkuat teori tersebut atau mungkin
menyempurnakannya. Teori yang sudah mendekati sempurna akan diakui. Berikut
adalah bagaimana ilmu kimia dikembangkan.
2.7.3. Ilmu Kimia dalam Tinjauan Aksiologi
Aksiologi ilmu membicarakan
tentang nilai atau kebermanfaatan suatu ilmu. Ilmu kimia seperti halnya ilmu-ilmu yang lain
mempunyai manfaat apabila dipelajari oleh siapapun. Manfaat
dari mempelajari ilmu kimia meliputi :
- Pemahaman kita menjadi lebih baik terhadap alam sekitar dan berbagai proses yang berlangsung di dalamnya.
- Mempunyai kemampuan untuk mengolah bahan alam menjadi produk yang lebih berguna bagi manusia.
- Membantu kita dalam rangka pembentukan sikap.
Secara
khusus, ilmu kimia mempunyai peranan sangat penting dalam bidang : kesehatan,
pertanian, peternakan, hukum, biologi, arsitektur dan geologi. Pada
bidang kesehatan contohnya adalah ditemukannya obat-obatan dari proses kimia
yang dapat membantu dalam proses pemulihan terhadap suatu penyakit.
Dibalik
sumbangannya yang besar bagi kehidupan kita, secara jujur harus diakui bahwa
perkembangan ilmu kimia juga memberikan dampak negatif bagi kehidupan manusia.
Contohnya bahan pangan yang beredar di tengah masyarakat yang mengandung bahan
kimia berbahaya, seperti : tahu, bakso yang mengandung bahan formalin,
pengawet. Krupuk yang kita konsumsi pun tak luput dari bahan racun kimia
“boraks”. Bahkan, minuman es di kantin-kantin maupun yang dijual dipinggir
jalan diindikasikan bahwa bahan pewarnanya tak lain adalah bahan yang digunakan
untuk pewarna kain. Produk kecantikanpun tak luput dari penggunaan racun-racun
berbahaya, mercuri, yang berakibat paling fatal yakni kematian serta masih
banyak lagi manfaat negatif dari ilmu kimia.
Dampak negatif dari ilmu kimia ada
karena para pelaku tersebut paham konsep dan proses ilmu yang ditemukan tetapi
tidak mempedulikan nilai dari ilmu tersebut, sehingga ilmu yang ditemukan hanya
akan membawa kerugian bagi masyarakat. Jika setiap manusia menemukan ilmu
dengan memandang wilayah aksiologi, maka ilmu tersebut akan memiliki nilai yang
tinggi. Contohnya yaitu mengenai peluruhan atom yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia untuk tujuan tertentu. Peluruhan atom telah diketahui oleh ilmuwan,
bahwa dalam proses peluruhan atau fisi sebuah unsur akan disertai pelepasan
energi beberapa elektron yang tentunya dapat dimanfaatkan, misalkan untuk
pembangkit listrik tenaga nuklir.
Ilmu kimia merupakan ilmu
mengenal bahan kimia. Bahan kimia bukanlah zat abstrak yang perlu ditakuti oleh
manusia biasa. Bahan ini mencakup benda yang ada disekitar kita. Ilmu kimia
adalah cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari struktur materi,
sifat-sifat materi, perubahan suatu materi menjadi materi lain, serta energi
yang menyertai perubahan materi. Mempelajari ilmu kimia tidak hanya bertujuan
menemukan zat-zat kimia yang langsung bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia
belaka, akan tetapi ilmu kimia dapat pula memenuhi keinginan seseorang untuk
memahami berbagai peristiwa alam yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,
mengetahui hakikat materi serta perubahannya, menanamkan metode ilmiah,
mengembangkan kemampuan dalam mengajukan gagasan-gagasan, dan memupuk ketekunan
serta ketelitian bekerja.
Kimia adalah ilmu tentang materi
dan perubahannya. Materi itu sendiri adalah segala sesuatu yang menempati ruang
dan mempunyai massa. Semua materi berada dalam tiga wujud yaitu, padat, cair
dan gas. Hakikat ilmu kimia adalah bahwa benda itu bisa mengalami perubahan
bentuk, maupun susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain sehingga terjadi
perubahan letak susunan yang mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dari
wujud/bentuk semula.
Ilmu kimia lahir dari keinginan
para ahli kimia untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan apa dan mengapa
tentang sifat materi yang ada di alam, yang masing-masing akan menghasilkan
fakta dan pengetahuan teoritis tentang materi yang kebenarannya dapat dijelaskan
dengan logika matematika. Jenis
pengetahuan selalu mempunyai cirri-ciri spesifik mengenai apa (ontology),
bagaimana (estimologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun.
Ketiga landasan ini saling berkaitan, tidak mungkin bahasan estimologi terlepas
sama sekali dari ontology dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model
berpikir sistematik, justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan.
Filsafat adalah pengetahuan
tentang segala apa yang ada. Filsafat memberi jawaban atas pertanyaan “apakah
hakikatnya segala yang ada di atas bumi dan dikolong langit?”. Segala apa yang ada ini dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu benda hidup
dan benda mati. Benda hidup berupa tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Benda
mati berupa cangkir, piring, meja, batu dan sebagainya. Jadi segala apa yang
ada hanya terdiri dari benda hidup dan benda hidup dan benda mati.
Benda mati tidak bergerak, dan
tidak mengalami perubahan kecuali bila digerakkan dan dirubah oleh benda lain.
Sedangkan benda hidup bergerak dan mengalami perubahan walaupun tidak
digerakkan atau dirubah oleh benda lain. Dengan demikian maka gerak dan
perubahan itu bersifat pribadi. Wujud satuan benda jadi adalah hewan, manusia,
meja, kursi dan sebagainya. Wujud manusia sebagai benda disebut badan (raga).
Raga manusia senantiasa dapat bergerak sendiri dan dapat mengalami perubahan
sesuai keinginannya, baik dalam hal perubahan sifatnya, bentuk dan energi yang
dihasilkan. Jika raga itu tidak dapat lagi bergerak sendiri dan melakukan
perubahan, maka raga itu disebut mati.
Perubahan ada dua yaitu perubahan
fisika dan perubahan kimia. Perubahan fisika adalah perubahan yang tidak
menghasilkan zat baru, yang berubah hanyalah bentuk dan wujudnya tanpa mengubah
jenis dan sifat zat tersebut. Sedangkan perubahan kimia adalah perubahan yang
menghasilkan zat baru, berubah sifat dan susunannya.
Benda mati ini apabila mengalami perubahan tidak akan
mengubah sifat dan jenisnya, hanya berubah bentuk dan wujudnya saja. Misalnya
kayu yang telah di bentuk atau diolah oleh seseorang menjadi kursi atau meja,
yang berubah hanyalah bentuk dari kayu itu yang semula berbentuk panjang bulat,
setelah diolah berbentuk meja dan kursi yang memiliki kaki, sifat dari benda
itu tetap yaitu kayu. Lain halnya dengan benda hidup seperti manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Disini manusia sama halnya dengan perubahan kimia yang
mengalami perubahan menghasilkan zat baru, berubah sifat dan bentuknya.
Misalnya bayi yang baru lahir dengan bentuk yang kecil dan hanya bisa menangis
dan menggerakkan tangan dan kaki, tetapi setelah bayi itu tumbuh dewasa maka
otomatis bentuk tubuh dan sifatnya berubah. Energy yang dikeluarkannya juga
lebih banyak seiring dengan kegiatan/pekerjaan yang dia lakukan.
Energy adalah sesuatu yang memiliki kemampuan untuk
melakukan usaha, tidak dapat diamati langsung keberadaannya, tetapi dapat
diamati akibat yang ditimbulkan.
III.
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas, maka disimpulkan bahwa filsafat ilmu sangatlah tepat dijadikan
landasan pengembangan ilmu khususnya ilmu pengetahuan alam bidang kimia, karena
kenyataanya, filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan alam.
- Hakikat dari ilmu kimia adalah benda itu bisa mengalami perubahan bentuk, baik itu susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain maupun perubahan letak susunan yang mana hal ini mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dengan wujud yang semula.
- Ilmu Kimia ada karena untuk menjawab pertanyaan “apa” dan “mengapa” tentang materi yang diamati.
- Ilmu Kimia secara aksiologi adalah berkaitan dengan kebermanfaatan dari ilmu kimia tersebut yang dikaitkan dengan moral manusia yang menggunakannya. Ilmu kimia akan bermanfaat jika moral manusia yang menggunakannya baik, dan ilmu kimia akan mendatangkan kerugian jika moral manusia yang menggunakannya tidak baik.
2. Saran
Saran yang diberikan berkaitan
dengan topic yang diambil adalah ilmu kimia merupakan ilmu yang bermanfaat bagi
manusia jika dimanfaatkan secara benar dan tepat. Benar dalam hal sesuai dengan fungsinya dan tepat
dalam hal komposisinya.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K.,
1987., “Panorama Filsafat Modern”,
Gramedia Jakarta, p.14, 16, 20-21, 26.
Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Pengetahuan”, Intan Pariwara, Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.
Koento Wibisono S., 1984., “Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya
Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”, Fakultas
Pasca Sarjana UGM Yogyakarta p.3, 14-16.
Nuchelmans, G., 1982., “Berfikir Secara Kefilsafatan: Bab X, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam,
Relevansi
Filsafat dalam Pengembangan Ilmu Kimia (Wilayah Aksiologi).
(http://jawigo.blogspot.com/2011/07/relevansi-filsafat-dalam-pengembangan.html. tanggal akses 7
Desember 2011).
No comments:
Post a Comment