Friday, April 22, 2016

MATERI MAKALAH INDIVIDU PESERTA DIDIK



BAB I
INDIVIDU
A.    Pengertian Individu
Individu berasal dari kata latin, “individuum” yang artinya tak terbagi. Kata individu merupakan sebutan yang dapat untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas.
Kata individu bukan berarti  manusia sebagai keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan. (Dr. A. Lysen)
Dalam kamus Echols & Shadaly (1975), individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang, perseorangan, dan oknum.
Individu berarti tidak dapat dibagi (undivided) dan tidak dapat dipisahkan. Keberadaannya sebagai mahluk yang pilah, tunggal, dan khas. Seseorang berbeda dengan ornag lain karena ciri-cirinya yang khusus tersebut. (Webster’s:743)
Individu menurut konsep Sosiologis berarti manusia yang hidup berdiri sendiri. Individu sebagai mahkluk ciptaan Tuhan di dalam dirinya selalu dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang meliputi raga, rasa, rasio, dan rukun.
  1. Raga, merupakan bentuk jasad manusia yang khas yang dapat membedakan antara individu yang satu dengan yang lain, sekalipun dengan hakikat yang sama.
  2. Rasa, merupakan perasaan manusia yang dapat menangkap objek gerakan dari benda-benda isi alam semesta atau perasaan yang menyangkut dengan keindahan
  3. Rasio atau akal pikiran, merupakan kelengkapan manusia untuk mengembangkan diri, mengatasi segala sesuatu yang diperlukan dalam diri tiap manusia dan merupakan alat untuk mencerna apa yang diterima oleh panca indera.
  4. Rukun atau pergaulan hidup, merupakan bentuk sosialisasi dengan manusia dan hidup berdampingan satu sama lain secara harmonis, damai dan saling melengkapi. Rukun inilah yang dapat membantu manusia untuk membentuk suatu kelompok social yang sering disebut masyarakat.

B.     Karakteristik Individu
Setiap individu mempunyai ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan; karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Pada masa lalu, terdapat keyakinan serta kepribadian terbawa pembawaan (heredity) dan lingkungan. Hal tersebut merupakan dua faktor yang terbentuk karena faktor yang terpisah, masing-masing mempengaruhi kepribadian dan kemampuan individu bawaan dan lingkungan dengan caranya sendiri-sendiri. Akan tetapi, makin disadari bahwa apa yang dirsakan oleh banyak anak, remaja, atau dewasa merupakan hasil dari perpaduan antara apa yang ada di antara faktor-faktor biologis yang diturunkan dan pengaruh lingkugan.
Natur dan nurture merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Sejauh mana seseorang dilahirkan menjadi seorang individu ata sejauh mana seseorang dipengaruhi subjek penelitian dan diskusi. Karakteristik yang berkaitan dengan perkembangan faktor biologis cenderung lebih bersifat tetap, sedangkan karakteristik yang berkaitan dengan sosial psikologis lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Mathiue & Zajac, (1990) menyatakan bahwa, .Karakteristik personal(individu) mencakup usia, jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan, suku bangsa, dan kepribadian. Robbins (2006) menyatakan bahwa, .Faktor-faktor yang mudah didefinisikandan tersedia, data yang dapat diperoleh sebagian besar dari informasi yang tersedia dalam berkas personalia seorang pegawai mengemukakan.
Siagian (2008) menyatakan bahwa, .Karakteristik biografikal (individu) dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan dan masa kerja.
Menurut Morrow menyatakan bahwa, komitmen organisasi dipengaruhi oleh karakter personal (individu) yang mencakup usia, masa kerja, pendidikan dan jenis kelamin (Prayitno, 2005).

C.    Karakteristik Perbedaannya Individu
a.    Perbedaan kognitif
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan tenologi. Setiap orang memiliki persepsi tentang hasil pengamatan atau penyerapan atas suatu obyek. Berarti ia menguasai segala sesuatu yang diketahui, dalam arti pada dirinya terbentuk suatu persepsi, dan pengetahuan itu diorganisasikan secara sistematik untuk menjadi miliknya.
b.   Perbedaan kecakapan bahasa
Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting dalam kehidupan. Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna, logis dan sistematis. Kemampuan berbaha sangat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik (organ bicara).
c.    Perbedaan kecakapan motorik
Kecakapan motorik atau kemampuan psiko-motorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi gerakan syarat motorik yang dilakukan oleh syaraf pusat untuk melakukan kegiatan.
d.   Perbedaan Latar Belakang
Perbedaaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlancar atau menghambat prestasinya, terlepas dari potensi individu untuk menguasai bahan.
e.    Perbedaan bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkembang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat sebaliknya bakat tidak berkembang sama, manakala lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang, dalam arti tidak ada rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.
f.     Perbedaan kesiapan belajar
Perbedaan latar belakang, yang mliputi perbedaan sisio-ekonomi sosio cultural, amat penting artinya bagi perkembangan anak. Akibatnya anak-anak pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat kesiapan yang sama dalam menerima pengaruh dari luar yang lebih luas.

D.    Faktor-faktor Karakteristik Individu
Ada beberapa faktor dari karakteristik individu, antara lain:
a. Usia
Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984) menyatakan bahwa, .Usia (umur) adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Individu yang berusia lebih tua cenderung lebih mempunyai rasa keterikatan atau komitmen pada organisasi dibandingkan dengan yang berusia muda sehingga meningkatkan loyalitas individu pada kegiatan dan aktivitasnya. Hal ini bukan saja disebabkan karena lebih lama tinggal di masyarakat, tetapi dengan usia tuanya tersebut, makin sedikit kesempatan individu untuk menemukan masyarakat atau organisasi lainnya.
b. Jenis Kelamin
Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, manusia dibedakan menurut jenis kelaminnya yaitu pria dan wanita.
c. Status Perkawinan
Status perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
dengan status itu pula tiap individu pria dan wanita tersebut mempunyai tanggung jawab, kewajiban yang berbeda dengan aktivitasnya sebelum menikah.
d. Masa Kerja
Menurut Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991) menyatakan bahwa, masa kerja (lama bekerja) merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1984). Pengalaman kerja didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh individu ketika mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang individu lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama.

E.   Aspek Perkembangan Individu
Perkembangan-perkembangna dasar atau esensi dari lingkungan belajar-mengajar yang sehat adalah suasana belajar yang secara nyata dapat menumbuhkan munculnya perasaan yang terdapat antara siswa dan guru di dalam kelas. Perasaan-perasaan yang mendasari transaksi belajar mengajar tersebut tergantung pada peran guru dalam menciptakan situasi belajar yang kondusif dan sehat adalah situasi belajar yang dapat menumbuhkan perasaan dekat antara guru dan anak, merasa saling membutuhkan, saling menghargai, dan sebagainya.
Dengan perasaan salaing memperhatikan yang terdapat antara guru dan anak dalam proses belajar mengajar, sikap guru yang merupakan cerminan perasaan yang melandasi transaksi belajar mengajar diantaranya adalah:
a.       Penerimaan (acceptance) Sikap ini meliputi pengenalan dan pengakuan terhadap berbagai kemampuan dan keterbatasan mental, emosi, fisik, dan sosial yang dimiliki anak.
b.      Rasa aman Rasa ini merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu memperoleh pemenuhan sehingga dalam proses belajar mengajar diperlukan pula adanya rasa disayangi dan diterima oleh kelompok dan guru.
c.       Pemahaman akan adanya individualitas (differences) Pemahaman pendidik bahwa tidak ada manusia yang sama serta perilaku siswa selalu bersifat unik menjadikan diperlukan kesabaran dalam menghadapi berbagai perilaku anak.

F.   Memahami Perbedaan Individu
Tugas utama guru adalah mengajar dan dalam proses pembelajaran yang dihadapi adalah anak manusia yang bersifat “unik”. Kata unik mengandung berbagai pengertian. Pengertian pertama adalah unik dapat dimaknai bahwa tidak ada manusia yang sama, dalam pengertian bahwa manusia yang satu pasti berbeda dengan yang lain. Pengertian unik yang kedua adalah bahwa kondisi manusia itu sendiri bersifat tidak menetap. Pengertian yang ketiga bahwa setiap tahapan perkembangan menusia mempunyai ciri khusus yang bereda dengan perkembangan yang lain sehingga untuk dapat memberikan stimulasi dan mengarahkan pembentukan perilaku anak perlu pula diketahui ciri khusus dari setiap tahapan perkembangan tersebut, agar dapat menghadapi dan melayani anak secara tepat.
Secara umum, perbedaan individual yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pengajaran dikelas adalah faktor-faktor yang menyangkut kesiapan anak untuk menerima pengajaran karena perbedaan tersebut akan menentukan sistem pendidikan secara keseluruhan. Perbedaan-perbedaan tersebut harus diselesaikan dengan pendekatan individualnya juga, tetapi tetap disadari bahwa pendidikan tidak semata-mata bertujuan untuk mengembangkan individu sebagai individu, tetapi juga dalam kaitannya dengan pola kehidupan masyarakat yang bervariasi.
Dari ulasan tersebut, nampak bahwa mempelajari berbagai aspek psikologis anak sangat membantu keberhasilan proses pengajaran karena dengan memahami berbagai faktor yang merupakan kondisi awal anak, akan menjadi alat bantu yang penting bagi penyelenggara pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Berbagai macam kegiatan dalam proses pendidikan yang memerlukan pemahaman terhadap peserta didik, diantaranya adalah perencanaan pendidikan, pemilihan alat dan sumber belajar, pemilihan materi, interaksi belajar mengajar, pemberian motivasi, layanan bimbingan penyuluhan dan berbagai faktor lain.
Tugas tersebut bukanlah merupakan pekerjaan yang sederhana, tetapi memerlukan ketelatenan dan dedikasi yang tinggi untuk dapat selalu memahami anak, menyesuaikan penyesuaian tersebut dalam cara mengajar dan dalam pengambilan keputusan. Apapun hambatan yang dialami di lapangan dan bagaimanapun sulitnya memahami setiap individu siswanya merupakan tugas guru sebagai tenaga pengajar untuk terus melakukan usaha, agar proses pengajaran dapat membuahkan hasil yang maksimal.























BAB II
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


A.    Pertumbuhan dan Perkembangan menurut ahli
1.   Kartini Kartono mendefinisikan pengertian pertumbuhan dan perkembangan sebagai perubahan secara fisiologis, sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam passage (peredaran waktu) tertentu. Dan perkembangan didefinisikan sebagai perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikid dan fisik pada anak.
2.   Whale dan Wong (2000) mengemukakan pertumbuhan seebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses naturalisasi dan pembelajaran. Jadi, pertumbuhan berhubungan dengan perubahan pada kuantitas yang maknanya terjadi pada jumlah dan ukuran sel tubuh yang ditunjukkan dengan dengan adanya peningkatan ukuran dan berat seluruh bagian tubuh.
3.   Marlow (1988) mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu ukuran peningkatan ukuran tubuh yangdapat diukur dengan meter atau sentimeter untuk tinggi badan dan klilogram ataui gram untuk berat badan. Pertumbuhan ini dihasilkan poleh adanya pembelahan sel dan sintesis protein dan setiap anak mempunyai potensi gen yang berbeda untuk tumbuh. Marlow mendefinisikan perkembangan sebagai peningkatan keterampilan dan kapasitas anak untuk berfungsi secara bertahap dan terus-menerus.
4.   Crow and Crow berpendapat bahwa pertumbuhan pada umumnya terbatas pengertiannya pada perubahan-perubahan struktural dan fifiologis. Sedangkan perkembangan bersangkutan erat dengan baik pertumbuhan maupun potensi-potensi dari tingkah laku yang sensitif terhadap rangsangan-rangsangan lingkungan.
5.   Karl C. Garrison meskipun tidak secara eksplisit menunjukkan perbedaan kedua istilah tersebut, akan tetapi tersirat juga dalam bahasannya bahwa pertumbuhan menyangkut ada dan bertambahnya sesuatu aspek tertentu, sedangkan perkembangan dikenakan kekomplekan pada pertambahan itu.
6.   Witherington dalam bukunya yang diterjemahkan oleh M. Bukhari men guraikan makna pertumbuhan sebgaai sutau sifat umum dari seluruh organisme, seluruh persomalitas atau kepribadian. Sedangkan perkembangan sebagai suatu bagian dari pertumbuhan menunjuk pada perluasan fungsi-fungsi secara terperinci.
7.   Sunarto berpendapat konsep pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara interpendensisaling bergantung satu sama lain. Tidak bisa dipisahkan tetapi bisa dibedakan untuk memperjelas penggunaannya.
8.   J.P Chaplin dalam Dictionary-nya mengatakan perkembangan adalah tahap - tahap perubahan yang progresif dan terjadi dalam rentang waktu kehidupan manusia dan organisme lainnya, tanpa membedakan aspek -aspek yang terdapat dalam organismenya.
Pandangan tradisional terhadap perkembangan lebih ditekankan pada:
1). Kematangan, 2) pertumbuhan, 3) perubahan yg ekstream selama masa bayi – anak-anak & remaja. Sementara perubahan selama masa dewasa & penurunan pd usia lanjut kurang mendapat perhatian.
Pandangan kontemporer tentang  perkembangan manusia menekankan pd perkembangan rentang hidup (life-span), yakni perubahan yg terjadi selama rentang kehidupan mulai dari konsepsi hingga meninggal.
Perkembangan itu adalah perubahan yang terjadi pada aspek psikis setiap individu untuk menuju kearah yang lebih sempurna dalam kurun waktu tertentu secara kontinyu untuk mendapatkan sesuatu hal yang baru sepanjang hayat. Perkembangan tidaklah terbatas pada semakin sempurna tetapi juga terkandung serangkaian perubahan secara terus menerus secara pasti, melalui suatu tahap yang sederhana ke tahap berikutnya yang semakin tinggi dan maju walaupun sulit diukur dengan alat ukur.
Contohnya: seorang anak kecil dalam usia belum genap 1 tahun hanya bisa mengucapkan satu kata, dua kata karena mengalami proses perkembangan otak, anak tersebut mulai bisa mengucapkan lebih dari satu kata dan terus mengalami perubahan secara terus bertahap dengan pengucapan kata yang lebih sempurna sesuai dengan perkembangan umurnya. Sehingga dapat memperoleh sesuatu yang baru dari perkembangan sebelumnya.
Pertumbuhan adalah perubahan yang terjadi pada fungsi - fungsi fisik dalam kurun waktu tertentu pada individu yang dalam keadaan sehat. Dan biasanya pertumbuhan adalah perubahan yang terjadi pada jasmani saja. Perubahan tersebut terjadi terus menerus. Seperti tulang, tinggi badan, berat badan, jaringan syaraf dan lainnya menjadi lebih sempurna. Pertumbuhan individu dapat diukur dengan alat pengukur. Pertumbuhan merupakan perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran dan fungsi fisik yang murni.
Contohnya : seorang anak yang mengalami pertambahan tinggi dan berat badan umpamanya pada masa bayi hanya beratnya 9 kg atau tingginya 100 cm, karena mengalami pertumbuhan bisa menjadi 20 kg dan 130 cm,dll dan semuanya ini dapat diukur dengan alat ukur.

B.     Ciri Perkembangan:
1.    Seumur hidup (life-long) tidak ada periode usia yang mendominasi perkembangan.
2.    Multidimentional terdiri atas biologis, kognitif, sosial; bahkan dalam satu dimensi terdapat banyak komponen. Misal: inteligensi meliputi inteligensi abstrak, inteligensi non verbal, inteligensi sosial dsb.
3.    Multidirectional beberapa komponen dari suatu dimensi dapat meningkat dalam pertumbuhan, sementara komponen lain menurun. Misal: orang dewasa tua dapat semakin arif, tapi kecepatan memproses informasi lebih buruk.
4.    Lentur (plastis) bergantung pada kondisi kehidupan individu.

C.    Pertumbuhan dan Perkembangan dari Fisik & Psikis
1.    Terjadi perubahan :
a.    Fisik: perubahan tinggi/berat badan/organ-organ tubuh lain.
b.    Psikhis: bertambahnya perbendaharaan kata – matangnya kemampuan berpikir-mengingat dan menggunakan imajinasi kreatifnya.
2.    Perubahan dlm proporsi
a.    Fisik: proporsi tubuh berubah sesuai dengan fase perkembangannya.
b.    Psikis : perubahan imajinasi dari fantasi pada realitas, perhatiannya dari dirinya sendiri pada orang lain atau kelompok teman sebaya.
3.    Lenyapnya tanda-tanda lama
a.    Fisik : lenyapnya kelenjar thymus (kelenjar kanak kanak) yang terletak pada bagian dada, kelenjar pineal pada bagian bawah otak , gigi susu & rambut2 halus.
b.    Psikhis: masa mengoceh, meraba, gerak gerik kanak kanak, merangkak, perilaku impulsive (dorongan untuk bertindak sebelum berpikir)
4.    Diperoleh tanda tanda baru
a.    Fisik: pergantian gigi, karakteristik seks pd usia remaja (sekunder : perubahan anggota tubuh) & (primer : menstruasi/mimpi basah)
b.    Psikis: rasa ingin tahu terutama yg berhubungan dng ilmu pengetahuan, seks, nilai moral,keyakinan beragama.

D.    Faktor Yang Memengaruhi Pertumbuhan Dan Perkembangan
Setiap individu berbeda dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya karena pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh beberapa factor baik secara herediter maupun lingkungan (Wong, 2000). Faktor tersebut adalah faktor herediter, lingkungan, dan internal.
a.    Faktor Herediter
Faktor pertumbuhan yang dapat diturunkan (herediter) adalah jenis kelamin, ras, dan kebangsaan (Marlow, 1988). Jenis kelamin ditentukan sejak awal dalam kandungan (fase konsepsi) dan setelah lahir, anak laki laki cenderung lebih tinggi daripada anak perempuan. Hal ini bertahan sampai usia tertentu karena anak perempuan biasanya lebih awal mengalami pubertas, sehingga pada usia tersebut, anak perempuan lebih tinggi dan besar. Akan tetapi, begitu anak laki laki memasuki masa pubertas, mereka akan berubah lebih tinggi dan besar daripada anak perempuan. Rasa atau suku bangsa dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Beberapa suku bangsa menunjukkan karakteristik yang khas, misalnya Suku Asmat Irian Jaya secara turun temurun berkulit hitam. Demikian juga kebangsaan tertentu menunjukkan karakteristik tertentun seperti bangsa Asia cenderung pendek dan kecil, sedangkan bangsa Eropa dan Amerika cenderung berkulit putih, tinggi, dan berbadan besar.
b.   Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapa memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah lingkungan prenatal, lingkungan eksternal, dan lingkungan internal anak.
·         Lingkungan Pranatal
Lingkungan di dalam uterus sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan fetus, terutama karena ada selaput yang menyelimuti dan melindungi fetus dari lingkungan luar. Beberapa kondisi lingkungan dalam uterus yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin adalah gangguan nutrisi karena ibu kurang mendapat gizi adekuat baik secara kualitas maupun kuantitas. Intinya, apa yang dialami ibu akan berdampak pada kondisi pertumbuhan dan perkembangan fetus.
·         Pengaruh Budaya Lingkungan
Budaay keluarga atau masyarakat anan memengaruhi bagaimana mereka memersepsikan dan memahami kesehatan serta berperilaku hidup sehat. Pola perilaku ibu yang sedang hamil dipengaruhi oleh budaya yang dianutnya, misalnya ada beberapa larangan untuk makanan tertentu padahal zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan janin. Begitu juga keyakinan untuk melahirkan dengan meminta pertolongan petugas kesehatan di sarana kesehatan atau tetap memilih dukun beranak, dilan dasi oleh nilai budaya yang dimiliki. Setelah anak lahir, dia dibesarkan dengan pola asuh keluarga yang juga dilandasi oleh nilai budaya yang ada di masyarakat. Anak yang dibesarkan dilingkungan petani akan mempunyai pola kebiasaan atau norma yang berbedadengan mereka yang dibesarkan di kota besar seperti metropolitan Jakarta.
·      Status sosial dan ekonomi keluarga
Anak yang berada dan dibesarkan dalam ekonomi keluarga yang social ekonominya rendah, bahkan punya banyak keterbatasan untuk member makanan bergizi, membayar biaya pendidikan, dan memenuhi kebutuha primer lainnya, tentunya keluarga akan mendapat kesulitan untuk membantu anak mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal sesuai dengan tahapan usianya. Keluarga dengan latar belakang pendidikan rendah juga sering kali tidak dapat, tidak mau, atau tidak  meyakini pentingnya penggunaan fasilitas kesehatan yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anaknya, misalnya pentingnya imunisasi.
c.    Faktor Internal
Faktor internal berdasarkan pada sasuatu yang ada dalam diri anak, bawaan sejak lahir, bawaan ras, gen, dan faktor cara merawat ibu saat bayi sejak di dalam kandungan.

E.     Proses-Proses Perkembangan
Proses-proses perkembangan neniliki keterkaitan langsung dengan kegiatan belajar anak, yang meliputi:
1.    Perkembangan motor (motor development), yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak (motor sklills);
2.    Perkembangan kognitif (cognitive development), yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan kemampuan / kecerdasan otak anak;
3.    Perkembangan sosial dan moral (social and moral development), yakni proses perkembangan mental yang berhubungan dengan perubahan-perubahan cara anak dalam berkomunikasi dengan obyek atau orang lai, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.

F.   Hukum Tumbuh Kembang
1.    Pertumbuhan adalah kuantitatif serta kualitatif. Pertumbuhan mencakup dua aspek perubahan, yaitu perubahan kuantitatif dan perubahan kualitatif. Perubahan kuantitatif yang meliputi perbanyakan sel-sel, penambahan gigi, rambut, pembesaran material jasmaniah. Sedangkan perubahan kualitatif dapat menyebabkan adanya perubahan emosional. Perubahan ini menumbuhkan kepribadian manusia, dan menumbuhkan kapasitas intelektual untuk melakukan sesuatu.
2.    Pertumbuhan merupakan proses yang berkesinambungan dan teratur karena dimulai dari keadaan sederhana menuju ke keadaan yang kompleks .
3.    Tempo pertumbuhan adalah tidak sama. Sequence atau urutan pertumbuhan tidak bergerak dalam waktu yang konstan .
4.    Taraf perkembangan berbagai aspek pertumbuhan adalah berbeda-beda. Pada suatu ketika perkembangan bahasa anak mengalami kelambatan akibat adanya perkembangan pesat pada fungsi-fungsi jasmaniahnya.

G. Periode-Periode Perkembangan
Periode-periode perkembangan menurut para ahli digolongkan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Periode-periode berdasarkan biologis (Menurut Aristoteles):
   Fase I: usia 0-7 masa anakkecil, masa bermain.
   Fase II: usia 7-14 masa anak, masa belajar atau masa sekolah rendah.
   Fase III: usia 14-21 masa remaja atau pubertas, peralihan anak menjadi dewasa.
2. Periode-periode berdasarkan didaktis (Menurut Comenius):
    Usia 0-6 tahun disebut Scola materna (sekolah ibu).
    Usia 6-12 disebut Scola Vernacula (sekolah bahasa ibu).
    Usia 12-18 disebut Scola Latina (sekolah latin).
    Usia 18-24 disebut Academia (akademi).
3. Periode-Periode berdasarkan Psikologis (Menurut Khontamm,1950):
    Usia 0-2 disebut masa vital.
    Usia 2-7 disebut masa estetis.
    Usia 7-13/14 disebut masa intelektual.
    Usia 13/14 - 20/21 disebut masa sosial.

H.    Fase dan tugas perkembangan bisa di bagi menjadi 6 tahap
1.    Masa prenatal. Yaitu masa sebelum lahir dan masih berada dalam perut ibu selama 9 bulan.
2.    Masa bayi. Yaitu masa yang masih tergantung atau membutuhkan bantuan dari orang tuanya terutama ibu. Dan masih terjadi proses belajar menggerakkan kemampuan tubuhnya.
3.    Masa anak – anak. Masa yang terjadi saat anak mulai bersosialisasi dengan lingkungan dan bermain bersama teman sebayanya. Dan mereka masih melihat sesuatu dari objeknya.
4.    Masa remaja. Masa ini adalah masa transisi menuju kedewasaan, anak sudah mampu berfikir secara sadar dan sudah nalar dengan apa yang ada dalam kehidupannya. Sudah mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dan menentukan jalan hidup selanjutnya yang sudah dapat ditentukan oleh dirinya sendiri.
5.    Masa dewasa. Masa yang membentuk proses pendewasaan untuk menjalani masa yang baru. Di sini anak akan menghadapi proses perkawinan dan mempunyai keluarga yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Dan sudah mulai tidak tergantung pada orang tuanya.
6.    Masa tua. Masa yang sudah pada fase penurunan. Di sini individu akan mengalami penurunan dari segala hal psikis dan jasmaninya. Dan merupakan masa terakhir dari suatu perkembangan anak.

I.       Tugas-Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan adalah sesuatu tugas yang timbul pada periode tertentu dalam kehidupan seseorang.
1. Teori dorongan (motivasi) àdikemukakan Morgan, bahwa segenap tingkah laku distimulir dari dalam. Bahwa motivasi adalah merupakan dorongan keinginan sekaligus sebagai sumberdaya penggerak melakukan sesuatu yang berasal dari dalam dirinya.
2. Teori dinamisme à mengatakan bahwa di dalam organisme yang hidup itu selalu ada usaha yang positif ia akan selalu mencari pengalaman-pengalaman baru.
   Perkembangan dilukiskan sebagai suatu proses membawa seseorang kepada suatu organisasi tingkah laku yang tinggi. Havighurst mengemukakan mengenai tugas-tugas perkembangan (Develompment Tasks), yaitu tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu kehidupan.
Tujuan tugas perkembangan, antara lain:
1.    Petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat pada usia tertentu.
2.    Dalam memberi motivasi setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok sosial pada sia tertentu sepanjang hidup mereka.
3.    Menunjukkan kepada setiap individu tentang apa yang akan mereka hadapi dan tindakan apa yang diharapkan dari mereka kalau sampai pada tingkat perkembangan selanjutnya.
Tugas-tugas perkembangan dari bayio hingga masa tua, antara lain:
1. Masa bayi dan awal masa kanak-kanak
·   Belajar memakan makanan padat.
·  Belajar berjalan.
·  Belajar berbicara.
·  Belajar mengendalikan pembuangan kotoran.
·  Mempelajari perbedaan seks dan tata caranya.
·  Mempersiapkan diri untuk membaca.
·  Belajar membedakan benar dan salah, dan mulai mengembangkan hati nurani.
2.  Akhir masa kanak-kanak
·  Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang umum.
·  Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh.
·  Belajar meneysuaikan diri dengan teman-teman seusianya.
·  Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.
·  Mengembangkan keterampilan-keterampilan.
3. Masa remaja
·  Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.
·  Mencapai peran sosial pria dan wanita.
·  Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
·  Mengharap dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
     4. Awal masa dewasa-akhir remaja
·  Mulai bekerja.
·  Memilih pasangan.
·  Belajar hidup dengan tunangan.
·  Mengelola rumah tangga.
·  Mulai membina keluarga.
·  Mengasuh anak.
    5. Masa usia pertengahan
·  Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara.
·  Membantu anak-anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab, dan bahagia.
·  Menghubungkan diri sndiri dengan pasangan hidup sebagai suatu individu.
     6. Masa tua
·  Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
·  Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga.
·  Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
·  Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.

J.      Prinsip Perkembangan
Prinsip perkembangan adalah suatu patokan dari kesamaan sifat dan hakekat dalam perkembangan, yaitu :
a.    Perkembangan yang tidak terbatas dalam arti menjadi besar tetapi bersifat saling berkesinambungan dan tidak saling terlepas antara tahap satu dengan yang lainnya.
b.    Perkembangan menuju proses perubahan yang akan menjadi nyata dan adanya perubahan pada satu aspek akan mempengaruhi aspek yang lainnya. Karena manusia merupakan kesatuan dari berbagai aspek.
c.    Perkembangan dimulai dari respon yang sederhana menuju ke yang khusus.
d.   Setiap anak akan mengalami tahap perkembangan secara berantai dan bersifat universal. Tiap perkembangan akan bertahap dari satu tahap ke tahap berikutnya. Fase perkembangan memiliki ciri dan sifat yang khas, sehingga ada masa tenang atau equilibrium yaitu anak yang penurut dan mudah diatur. Menurut teori ini individu selalu mengatasi kesulitannya berupa iritasi, frustasi, dan berikade pemenuhan kebutuhan.
e.    Perkembangan anak satu dengan yang lain itu berbeda. Ada yang cepat, sedang dan lambat dari setiap anak itu sendiri. Umpamanya perkembangan psikis dan jasmani seorang anak tidak dapat disamakan. Walaupun dari anggota keluarga yang sama dan dari keturunan yang sama. Setiap anak mempunyai ciri - cirri khas sendiri dalam berkembang.
f.     Suatu perkembangan mengalami masa dengan irama naik turun. Ada saatnya anak mengalami masa naik. Menurut para ahli ada 2 masa yang biasanya disebut masa trotz dan trozalter. Masa trotz mengalami 2 masa yaitu,
·          Trotz periode pertama usia 2 -3 tahun dengan emosi, selalu bersikap egois, dan mendahulukan kepentingannya sendiri.
·         Periode kedua usia 14 - 17 tahun yang bersikap selalu membantah orang tuanya.
·         Masa trozalter yaitu sikap keras kepala dan tidak ada sebab akibatnya dari luar. Dan secara tiba - tiba sikap tersebut hilang begitu saja.
·         Pada masa ini anak mengalami proses mempertahankan diri dari hal - hal yang negative. Merupakan respon untuk mempertahankan hidupnya dari segala peristiwa yang bisa mengganggu dalam kehidupanya dan mempunyai dorongan untuk mendapatkan kemajuan baru. Contohnya, seorang anak yang menangis saat terjatuh karena kakinya sakit dan ia meminta diobati.
·         Dalam perkembangan terdapat masa yang akan mengalami fungsi perkembangan dengan cepat apabila dilatih secara terus - menerus dengan baik.   

11 Prinsip Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
1.      Perkembangan anak - fisik, sosial, emosional, dan kognitif - yang erat kaitannya. Perkembangan dalam satu dimensi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembangunan di domain lainnya.
2.      Perkembangan anak berlangsung dalam sebuah tahapan yang relatif teratur, kemampuan-kemampuan, keterampilan, dan membangun pengetahuan tentang mereka yang sudah diperoleh.
3.      Perkembangan berjalan di berbagai tingkat dari anak ke anak serta tidak merata dalam daerah yang berbeda dari fungsi masing-masing anak.
4.      Pengalaman awal memiliki keduanya efek kumulatif dan tertunda pada pengembangan anak individu; periode optimal untuk jenis tertentu dari perkembangan dan pembelajaran.
5.      Perkembangan berjalan dalam arah yang dapat diprediksikan menuju kompleksitas yang lebih besar, organisasi, dan internalisasi.
6.      Perkembangan dan belajar terjadi dalam dan dipengaruhi oleh kontek social cultural yang majemuk.
7.      Anak-anak adalah pembelajar aktif, menggambar pada pengalaman fisik dan sosial langsung serta pengetahuan budaya untuk membangun pemahaman ditransmisikan mereka sendiri dari dunia sekitar mereka.
8.      Perkembangan dan belajar merupakan hasil interaksi antara maturasi biologis dan lingkungan, yang meliputi baik fisik dan dunia sosial yang anak-anak hidup masuk
9.      Bermain merupakan sebuah instrumen penting bagi perkembangan anak-anak sosial, emosional, dan kognitif, serta refleksi atas perkembangan mereka.
10.  Anak-anak menunjukkan cara-cara berbeda dalam mengetahui dan belajar dan belajar dan cara yang berbeda untuk mewakili apa yang mereka ketahui.
11.  Anak-anak belajar terbaik dalam konteks masyarakat di mana mereka aman dan dihargai, kebutuhan fisik mereka terpenuhi, dan mereka merasa aman secara psikologis.








BAB III

REMAJA DAN PERKEMBANGANNYA



A.    Perkembangan Psikologi Remaja
Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
Dilihat dari bahasa inggris "teenager", remaja artinya yakni manusia berusia belasan tahun.Dimana usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Oleh sebab itu orang tua dan pendidik sebagai bagian masyarakat yang lebih berpengalaman memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan remaja menuju kedewasaan.
Setiap tahap perkembangan manusia biasanya dibarengi dengan berbagai tuntutan psikologis yang harus dipenuhi, demikian pula pada masa remaja. Sebagian besar pakar psikologi setuju, bahwa jika berbagai tuntutan psikologis yang muncul pada tahap perkembangan manusia tidak berhasil dipenuhi, maka akan muncul dampak yang secara signifikan dapat menghambat kematangan psikologisnya di tahap-tahap yang lebih lanjut. Berikut ini merupakan berbagai tuntutan psikologis yang muncul di tahap remaja, berdasarkan pengalaman penulis selama menjadi pendidik.

B.     Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.
a.    Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya.
b.    Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
c.    Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
d.   Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
e.    Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

C.    Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkannya secara efektif
Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu. Misalnya si Dewi merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Dewi akan berusaha sekuat tenaga untuk memutihkan kulitnya. Perilaku Dewi yang demikian tentu menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mungkin Dewi akan selalu menolak bila diajak ke pesta oleh temannya sehingga lama-kelamaan Dewi tidak memiliki teman, dan sebagainya.

D.    Remaja memperoleh kebebasan emosional dari orang tua
Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku “pemberontakan” dan melawan keinginan orang tua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah , maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Tentu saja hal tersebut akan membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orangtua sehingga remaja justru lebih percaya pada teman-temannya yang senasib dengannya. Jika orang tua tidak menyadari akan pentingnya tugas perkembangan ini, maka remaja Anda dalam kesulitan besar. Hal yang sama juga dilakukan remaja terhadap orang-orang ‘yang dianggap sebagai pengganti orang tua’, guru misalnya.

E.     Remaja mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin
Pada masa remaja, remaja sudah seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini. Ada sebagaian besar remaja yang tetap tidak berani bergaul dengan lawan jenisnya sampai akhir usia remaja. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakmatangan dalam perkembangan remaja tersebut.

F.   Remaja mengetahui dan menerima kemampuan sendiri
Banyak remaja yang belum mengetahui kemampuannya. Bila remaja ditanya mengenai kelebihan dan kekurangannya pasti mereka akan lebih cepat menjawab tentang kekurangan yang dimilikinya dibandingkan dengan kelebihan yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja tersebut belum mengenal kemampuan dirinya sendiri. Bila hal tersebut tidak diselesaikan pada masa remaja ini tentu saja akan menjadi masalah untuk perkembangan selanjutnya (masa dewasa atau bahkan sampai tua sekalipun). Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting.

G. Remaja mampu memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma
Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat maupun dari bintang-bintang yang dikaguminya. Dari skala nilai dan norma yang diperolehnya akan membentuk suatu konsep mengenai harus menjadi seperti siapakah “aku” ?, sehingga hal tersebut dijadikan pegangan dalam mengendalikan gejolak dorongan dalam dirinya. Maka penting bagi orang tua dan orang-orang ‘yang dianggap sebagai pengganti orang tua’ untuk mampu menjadikan diri mereka sendiri sebagai idola bagi para remaja tersebut.
Selain berbagai tuntutan psikologis perkembangan diri, kita juga harus mengenal ciri-ciri khusus pada remaja, antara lain:
  • Pertumbuhan Fisik yang sangat Cepat
  • Emosinya tidak stabil
  • Perkembangan Seksual sangat menonjol
  • Cara berfikirnya bersifat kausalitas (hukum sebab akibat)
  • Terikat erat dengan kelompoknya
Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah masa peralihan.
 Pada umumnya masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
a)    Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Cirinya:
·  Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
·  Anak mulai bersikap kritis
b.    Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
·  Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
·  Memperhatikan penampilan
·  Sikapnya tidak menentu/plin-plan
·  Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
c.    Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen. Cirinya:
·  Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
·  Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
2. Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
·  perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
·  mulai menyadari akan realitas
·  sikapnya mulai jelas tentang hidup
·  mulai nampak bakat dan minatnya
Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
Dengan mengetahui berbagai tuntutan psikologis perkembangan remaja dan ciri-ciri usia remaja, diharapkan para orangtua, pendidik dan remaja itu sendiri memahami hal-hal yang harus dilalui pada masa remaja ini sehingga bila remaja diarahkan dan dapat melalui masa remaja ini dengan baik maka pada masa selanjutnya remaja akan tumbuh sehat kepribadian dan jiwanya. Permasalahan yang sering muncul sering kali disebabkan ketidaktahuan para orang tua dan pendidik tentang baerbagai tuntutan psikologis ini, sehingga perilaku mereka seringkali tidak mampu mengarahkan remaja menuju kepenuhan perkembangan mereka. Bahkan tidak jarang orang tua dan pendidik mengambil sikap yang kontra produktif dari yang seharusnya diharapkan, sehingga semakin mengacaukan perkembangan diri para remaja tersebut. Sebuah PR yang panjang bagi orang tua dan pendidik, yang menuntut mereka untuk selalu mengevaluasi sikap yang diambil dalam pendidikan remaja yang dipercayakan kepada mereka.

 

H.  Tugas Perkembangan Remaja

1.        Mampu menerima keadaan fisiknya;
2.        Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa;
3.        Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis;
4.        Mencapai kemandirian emosional;
5.        Mencapai kemandirian ekonomi;
6.        Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat;
Hal senada diungkapkan oleh Zulkifli (2005: 76) tentang tugas perkembangan remaja adalah :
1.      Bergaul dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin
2.      Mencapai peranan social sebagai pria atau wanita
3.      Menerima keadaan fisik sendiri
4.      Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
5.      Memilih pasangan dan mempersiapkan diri untuk berkeluarga
Setelah remaja telah ditentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapailah masa remaja akhir dan telah terpenuhilah tugas-tugas perkembangan masa remaja, yaitu menemukan pendirian hidup masuklah individu ke dalam masa dewasa. Berdasarkan pendapat tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa tugas-tugas perkembangan remaja adalah sikap dan perilaku dirinya sendiri dalam menyikapi lingkungan di sekitarnya. Perubahan yang terjadi pada fisik maupun psikologisnya menuntut anak untuk dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan dan tantangan hidup yang ada dihadapannya.


BAB IV



A.    Pola Perkembangan Remaja
Ada dua pandangan teoritis tentang remaja. Menurut pandangan teoritis pertama – yang dicetuskan oleh psikolog G. Stanley Hall – : adolescence is a time of “storm and stress “. Artinya, remaja adalah masa yang penuh dengan “badai dan tekanan jiwa”, yaitu masa di mana terjadi perubahan besar secara fisik, intelektual dan emosional pada seseorang yang menyebabkan kesedihan dan kebimbangan (konflik) pada yang bersangkutan, serta menimbulkan konflik dengan lingkungannya (Seifert & Hoffnung, 1987). Dalam hal ini, Sigmund Freud dan Erik Erikson meyakini bahwa perkembangan di masa remaja penuh dengan konflik.
Menurut pandangan teoritis kedua, masa remaja bukanlah masa yang penuh dengan konflik seperti yang digambarkan oleh pandangan yang pertama. Banyak remaja yang mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya, serta mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan kebutuhan dan harapan dari orang tua dan masyarakatnya. Bila dikaji, kedua pandangan tersebut ada benarnya, namun sangat sedikit remaja yang mengalami kondisi yang benar-benar ekstrim seperti kedua pandangan tersebut (selalu penuh konflik atau selalu dapat beradaptasi dengan baik). Kebanyakan remaja mengalami kedua situasi tersebut (penuh konflik atau dapat beradaptasi dengan mulus) secara bergantian (fluktuatif).

B.     Pertumbuhan Dan Perkembangan fisik ( Jasmani ) Remaja Awal.
Secara umum, terjadi pertumbuhan dan perkembangan fisik yang sangat pesat dalam masa remaja awal ( 12/13 – 17/18 tahun ). Menurut Dr. Zakiah Daradjat, bahwa di antara hal yang kurang menyenangkan remaja, adalah adanya beberapa bagian tubuh yang cepat pertumbuhannya, sehingga mendahului bagian yang lain seperti kaki, tangan dan hidung yang mengakibatkan cemasnya rremaja melihat wajah dan tubuhnya yang kurang bagus. Hal lain yang dikhawatirkan adalah bentuk badan yang terlalu gemuk, kurus, pendek, tinggi (Jangkung). Wajah yang kurang tampan atau cantik, ada jerawatnya dan sebagainya.
a.    Pertumbuhan Kelenjar-kelenjar Seks dan Perkembangan Seksual Remaja Awal.
Pertumbuhan kelenjar-kelenjar seks (Gonads) remaja, sesungguhnya merupakan bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan jasmani secara menyeluruh lebih jauh lagi, bahwa kematangan seksual dalam usia remaja awal dan parohan pertama remaja akhir mempunyai korelasi positif dengan perkembangan sosial mereka. Hal semacam ini ditunjukkan oleh hasil penelitian James dan Moore terhadap remaja yang berusia antara 12 – 21 tahun dengan jumlah sampel 535 orang. Perkembangan perilaku seksual yang lebih bersangkutan dengan diri remaja, diantaranya yang sangat menonjol dan penting adalah onani atau masturbasi. Hal-hal seperti tentang seks ini tentu saja berpengaruh terhadap minat mereka pada sekolah atau pelajaran.
b.   Pertumbuhan Otak dan Perkembangan Kemampuan Remaja Awal
Pertumbuhan otak anak wanita mengikat lebih cepat dalam usia 11 tahun dibandingkan pertumbuhan otak pria, tetapi pertumbuhan otak anak pria di usia 13 tahun meningkat 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan pertumbuhan anak wanita seusia. Selain itu terdapat pula bukti-bukti hasil penelitian yang menyimpulkan hal yang menyangkut pola dan cara berpikir remaja cenderung mengikuti orang-orang dewasa yang telah menunjukkan kemampuan berpikirnya. Ini mengisyaratkan adanya sisi positif dari perkembangan kemampuan psikis remaja awal. Sisi positif pertumbuhan otak dan perkembangan kemampuan pikir remaja, memanglah berimplikasi terhadap praktek-praktek pendidikan di sekolah.
Perkembangan ( dua pertumbuhan ) sikap, perasaan emosi, remaja awal, sikap perasaan/emosi seseorang telah ada 2 berkembang semenjak ia bergaul dengan lingkungan. Timbul sikap, perasaan / emosi itu (positif atau negatif) merupakan produk pengamatan dan pengalaman induvidu secara unik dengan benda fisik lingkungannya. Dengan orang tua dan saudara, serta pergaulan sosial yang labih luas perasaan yang sangat takuti oleh remaja adalah takut dikucilkan atau tersindir dari kelompoknya. Rasa sedih merupakan sebagaian emosi yang sangat menonjol dalam massa remaja awal. Sebaliknya perasaan gembira biasanya akan nampak manakala si remaja mendapat pujian, terutama pujian terhadap diri atau hasil usahanya. Bentuk – bentuk emosi yang sering muncul dalam masa remaja awal adalah marah, malu, takut, cemas, cemburu, iri hati, sedih, gembira, kasih sayang ingin tahu.
c.    Pertumbuhan Mental Remaja.
Perkembangan mental remaja kearah berfikir logis (falsafi), juga mempengaruhi pandangan dan kepercayaannya kepada Tuhan. Karena mereka tidak dapat melupakan Tuhan dari segala peristiwa yang terjadi di alam ini. Kepercayaan remaja akan hari akhirat, hari pembalasan dimana setiap orang akan menerima ganjaran atau siksaan sesuai dengan perbuatannya di dunia, akan menyebabkan ragu pula akan keadilan Tuhan, apabila ia melihat adanya (banyak) orang yang terpaksa dalam perbuatannya. Agama remaja adalah hasil interaksi antara dia dan lingkungannya. Sedang gambarannya tentang Tuhan dan sifat-sifatnya, di pengaruhi oleh kondisi perasaan dan sifat remaja itu sendiri.
d.   Perkembangan minat/ cita-cita remaja awal
Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau kencenderungan lain yang mengarahkan induvidu kepada suatu pilihan tertentu, sedangkan cita-cita merupakan perwujudan dari minat.Bentuk – bentuk minat / cita-cita yang dipunyai remaja awal, sangat beragam bentuknya seperti minat pribadi dan sosial. Minat terhadap rekreasi, minat terhadap agama dan terhadap sekolah.
e.    Perkembangan pribadi, sosial dan Moral remaja awal
Pribadi diartikan sebagai organisme yang dinamis dalam sistem pisik dan pisikis yang menentukan keunikan sesorang menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Remaja dengan citra dirinya, menilai diri sendiri dan menilai lingkungannya terutama lingkungan sosial misalnya remaja menyadari adanya sifat-sifat sikap sendiri yang baik dan buruk. Moral adalah sebagai standar yang muncul dari agama dan lingkungan sosial remaja, memberikan konsep yang baik dan buruk, patut dan tidak, layak dan tidak layak secara mutlak.

C.  Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.
1.    Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja.
2.    Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri.
3.    Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang.
4.    Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
5.    Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

D.  Ada beberapa faktor penting dalam perkembangan identitas diri remaja adalah sebagai berikut :
1)   rasa percaya diri yang telah diperoleh dan senantiasa dipupuk dan dikembangkan
2)   sikap berdiri sendiri
3)   keadaan keluarga dengan faktor-faktor yang menunjang terwujudnya identifikasi diri
4)   kemampuan remaja itu sendiri, taraf kemampuan intelektual para remaja.
 Selain faktor tersebut diatas, ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam perkembangan identitas diri remaja yaitu faktor eksperimentasi (coba-coba, berpetualang).
Peranan orang tua dan sekolah sangat penting sebab remaja ini belum siap untuk bermasyarakat. Bimbingan orang tua dan guru sangat diperlukan agar remaja tidak salah arah, karena dimasyarakat amat banyak pengaruh negatif yang dapat menyengsarakan masa depan remaja. Setelah itu ajaklah mereka berdiskusi dimana pendidik dapat mendengarkan dengan sabar segala isi hati dan keluhan mereka. Biarkan mereka bebas berkarya dan berekspresi tapi dengan catatan mereka harus tetap dibimbing dan diawasi. Pengaruh Televisi Terhadap Perilaku Agresif Anak. Agresi jika dipandang dari definisi emosional adalah hasil dari proses kemarahan. Banyak hal yang menyebabkan perbutan agresif ini yaitu:
 1) Tindakan agresif disebabkan oleh naluri agresif.
 2) Agresif disebabkan oleh situasi yang amat sumpek atau tertekan.
 3) Perbuatan agresif karena frustasi.
 4) Perbuatan agresif karena adanya unsure atau rasa balas dendam.

E.  Perubahan Psikis Remaja
a.    Remaja Awal
·      Ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi
Pada masa ini, remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini sering disebut strom and stress. Remaja sesekali sangat bergairah dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar rasa sedih yang sangat, rasa percaya diri berganti rasa ragu-ragu yang berlebihan, termasuk ketidaktentuan dalam menentukan cita-cita dan menentukan hal-hal yang lain.
·      Status remaja awal yang membingungkan
Status mereka tidak hanya sulit ditentukan, tetapi juga membingungkan. Perlakuan orang tua terhadap mereka sering berganti-ganti. Orang tua ragu memberikan tanggungjawab dengan alasn mereka masih “kanak-kanak”. Tetapi saat mereka bertingkah kekanak-kanakan, mereka mendapat teguran sebagai “orang dewasa”. Karena itu, mereka bingung akan status mereka.
·      Banyak masalah yang dihadapi remaja
Remaja awal sebagai individu yang banyak mengalami masalah dalam kehidupannya. Hal ini dikarenakan mereka lebih mengutamakan emosionalitas sehingga kurang mampu menerima pendapat orang lain yang bertentangan dengan pendapatnya. Faktor ini disebabkan karena mereka menganggap bahwa dirinya lebih mampu daripada orang tua.

b.   Remaja Akhir
Pada masa ini terjadi proses penyempurnaan pertumbuhan fisik dan perkembagngan psikis.
·      Stabilitas mulai timbul dan meningkat
Stabilitas mulai timbul dan meningkat dalam aspek psikis. Demikian pula stabil dalam minat-minatnya; pemilihan sekolah, jabatan, pakaian, pergaulan dengan sesame ataupun lain jenis.
Mereka mulai menunjukkan kemantapan serta tidak mudah berubah pendirian. Proses menjadi stabil ini akan lebih cepat apabila orang tua berperan dengan lebih demokratis.
·      Citra diri dan sikap pandang yang lebih realistis
Disini remaja mulai menilai dirinya sebagaimana adanya (apa adanya), menghargai miliknya, keluarganya dan orang lain seperti keadaan sesungguhnya.
·      Menghadapi masalahnya secara lebih matang
Hal ini disebabkan oleh karena kemampuan piker remaja akhir yang telah lebih sempurna dan ditunjang oleh sikap pandangan yang lebih realistis.
·      Perasaan menjadi lebih tenang
Mereka tidak lagi menampakkan gejala-gejala strom and stress sehingga muncullah suatu ketenangan dalam diri mereka.

F.     Perubahan Fisik Remaja
Periode sebelum masa remaja ini disebut sebagai periode pubertas (ambang pintu masa remaja). pubertas jelas berbeda dengan masa remaja, walopun bertumpang tindih dengan masa remaja awal.
a.    Perubahan Fisik
·      Ciri-Ciri Remaja Awal(Teenagers)
1.    Terjadi pertumbuhan fisik yang pesat
2.    Dalam jangka 3-4 tahun anak bertumbuh hingga tingginya hampir menyamai tinggi ortu.
3.    Pada laki-laki mulai memperlihatkan penonjolan otot-otot pada dada, lengan, paha dan betis. Pada wanita mulai menunjukkan mekar tubuh yang membedakannya dengan tubuh kanak-kanak.
4.    Dalam hal kecepatan pertumbuhan, terutama nampak jelas dalam usia 12-14 tahun remaja putri bertumbuh demikian cepat meninggalkan pertumbuhan remaja pria.
5.    Dalam masa pertumbuhan ini baik remaja pria maupun remaja wanita cenderung ke arah memanjang dibanding melebar.
6.    Kematangan kelenjar seks pada usia 11/12 th – 14/15 th.Biasanya pertumbuhan itu lebih cepat pada remaja putri dibanding remaja putra.
·      Ciri-Ciri Remaja Akhir
Pertumbuhan fisik remaja relatif berkurang dengan kata lain tidak sepesat dalam masa remaja awal.Bagi remaja pria pada usia 20 th dan remaja wanita 18 th keadaan tinggi badan mengalami pertumbuhan yang lambat. Masa usia mahasiswa sebenarnya berumur sekitar 18,0 sampai 25,0 tahun. Mereka dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya. Dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup.
Mengalami keadaan sempurna bagi beberapa aspek pertumbuhan dan menunjukkan kesiapan untuk memasuki masa dewasa awal. Seperti badan dan anggota badan menjadi berimbang, wajah yang simetris, bahu yang berimbang dengan pinggul.
Saat ini, remaja mengalami perubahan fisik (dalam tinggi dan berat badan) lebih awal dan cepat berakhir daripada orang tuanya. Kecenderungan ini disebut trend secular. Sebagai contoh, seratus tahun yang lalu, remaja USA dan Eropa Barat mulai menstruasi sekitar usia 15 – 17 tahun, sekarang sekitar 12 – 14 tahun. Di tahun 1880, laki-laki mencapai tinggi badan sepenuhnya pada usia 23 – 24 tahun dan perempuan pada usia 19 – 20 tahun, sekarang laki-laki mencapai tinggi maksimum pada usia 18 – 20 dan perempuan pada usia 13 – 14 tahun.
Trend secular terjadi sebagai akibat dari meningkatnya faktor kesehatan dan gizi, serta kondisi hidup yang lebih baik. Sebagai contoh, meningkatnya tingkat kecukupan gizi dan perawatan kesehatan, serta menurunnya angka kesakitan (morbiditas) di usia bayi dan kanak-kanak.

G.    Pubertas
Pubertas adalah periode pada masa remaja awal yang dicirikan dengan perkembangan kematangan fisik dan seksual sepenuhnya (Seifert & Hoffnung, 1987). Pubertas ditandai dengan terjadinya perubahan pada ciri-ciri seks primer dan sekunder.
Ciri-ciri seks primer memungkinkan terjadinyanya reproduksi. Pada wanita, ciri-ciri ini meliputi perubahan pada vagina, uterus, tube fallopi, dan ovari. Perubahan ini ditandai dengan munculnya menstruasi pertama. Pada pria, ciri-ciri ini meliputi perubahan pada penis, scrotum, testes, prostate gland, dan seminal vesicles. Perubahan ini menyebabkan produksi sperma yang cukup sehingga mampu untuk bereproduksi, dan perubahan ini ditandai dengan keluarnya sperma untuk pertama kali (biasanya melalui wet dream).
Ciri-ciri seks sekunder meliputi perubahan pada buah dada, pertumbuhan bulu-bulu pada bagian tertentu tubuh, serta makin dalamnya suara. Perubahan ini erat kaitannya dengan perubahan hormonal. Hormon adalah zat kimia yang diproduksi oleh kelenjar endokrin, kemudian dilepaskan melalui aliran darah menuju berbagai organ tubuh. Kelenjar seks wanita (ovaries) dan pria (testes) mengandung sedikit hormon. Hormon ini berperan penting dalam pematangan seksual. Kelenjar pituitary (yang berada di dalam otak) merangsang testes dan ovaries untuk memproduksi hormon yang dibutuhkan. Proses ini diatur oleh hypothalamus yang berada di atas batang otak.Pada masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorong untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dan dukanya. Pada masa ini, sebagai masa mencari sesuatu yang dapat dipandang menilai, pantas dijunjung tinggi dan di puja-puja sehingga masa ini disebut masa merindu puja (mendewa-dewakan), yaitu sebagai dewa remaja.
Masa disequilibrium yaitu anak yang susah diatu dan sering menentang, mudah tersinggung dan gelisah. Tetapi menurut teori ini anak sering tidak mencari keseimbangan. Anak akan mencoba seluruh potensi yang di miliki pada berbagai eksperimen. Proses terbentuknya pendirian atau pandangan hidup atau cita-cita hidup itu dapat di pandang sebagai penemuan nilai-nilai kehidupan. Proses penemuan nilai-nilai kehidupan tersebut adalah pertama, karena tiadanya pedoman, si remaja pedoman, si remaja merindukan sesuatu bayang dianggap bernilai, pantas dipuja walau pun sesuatu yang dipujanya belum mempunyai bentuk tertentu.

H.    Dampak Pertumbuhan Fisik terhadap Kondisi Psikologis Remaja
Pertumbuhan fisik yang sangat pesat pada masa remaja awal ternyata berdampak pada kondisi psikologis remaja, baik putri maupun putra. Canggung, malu, kecewa, dll. adalah perasaan yang umumnya muncul pada saat itu. Hampir semua remaja memperhatikan perubahan pada tubuh serta penampilannya. Perubahan fisik dan perhatian remaja berpengaruh pada citra jasmani (body image) dan kepercayaan dirinya (self-esteem).
Ada tiga jenis bangun tubuh yang menggambarkan tentang citra jasmani, yaitu endomorfik, mesomorfik dan ektomorfik. Endomorfik banyak lemak sedikit otot (padded). Ektomorfik sedikit lemak sedikit otot (slender). Mesomorfik sedikit lemak banyak otot (muscular).
BAB V
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERILAKU DAN PRIBADI


A.    Perkembangan Fisik dan Perilaku Psikomotorik
a.    Perkembangan fisik
Perkembangannya fisik ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
·      Perkembangan anatomis
Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang. Indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan badan secara keseluruhan.
·      Perkembangan fisiologi
Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan pernafasan, persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan. Aspek fisiologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah otak (brain). Otak dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan. Otak ini terdiri atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan setiap sel syaraf tersebut, rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan) dengan sel-sel syaraf yang lainnya. Neuron ini terdiri dari inti sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang satu ke sel yang lainnya.
b.   Perkembangan perilaku psikomotorik
Perilaku psikomotorik memerlukan koordinasi fungsional antara neuronmuscular system (persyarafan dan otot) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif).
 (1) Berjalan dan Memegang Benda
Keterampilan berjalan diawali dengan gerakan-gerakan psikomotor dasar (locomotion) yang harus dikuasainya selama tahun pertama dari kehidupannya. Perkembangan psikomotorik dasar itu berlangsung secara sekuensial, sebagai berikut: (1) keterampilan bergulir (roil over) dan telentang menjadi telungkup (5 : 8 bulan), (2) gerak duduk (sit up) yang bebas (8,3 bulan), (3) berdiri bebas (9,0 bulan) berjalan dengan bebas (13,8 bulan) (Lorre, 1970: 75). Keterampilan memegang benda, sampai dengan 6, bulan pertama dan kelahirannya barulah merupakan gerakan meraih benda-benda yang ditarik ke dekat badannya dengan seluruh lengannya. Baru mulai pada masa enam bulan kedua dan kelahirannya, jari-jemarinya dapat berangsur digunakan memungut dan memegang erat-erat benda, seraya memasukkan ke mulutnya. Keterampilan memegang secara bebas baru dicapai pula setelah keterampilan berjalan bebas dikuasai.
(2) Bermain dan Bekerja
Dengan dikuasainya keterampilan berjalan, anak bergerak sepanjang han ke segenap ruangan dan halaman rumah nya seperti tidak mengenal lelah, kadang-kadang berjalan, berlari, memanjat, melompat, dan sebagainya. Hampir setiap benda yang ada di sekitarnya disentuhnya, diguncang, dirobek, atau dilemparnya. Kalau kepada mereka diberikan atau disediakan alat-alat mainan tertentu mulailah mereka menyusunnya menyerupai konstruksi tertentu.
 (3) Proses Perkembangan Motorik
Di samping faktor-faktor hereditas, faktor-faktor lingkungan alamiah, sosial, kultural, nutrisi dan gizi serta kesempatan dan latihan merupakan hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap proses dan produk perkembangan fisik, dan perilaku psikomotorik.

B.     Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitis
a.    Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka. Perkembangan pikiran itu dimulai pada usia 1,6-2,0 tahun, yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu sebagai berikut.
a.    Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif, seperti: “bapak makan”.
b.    Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif (menyangkal), seperti: “Bapak tidak makan”.
c.    Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat:
1) Kritikan: “ini tidak boleh, ini tidak baik”.
2) Keragu-raguan: barangkali, mungkin, bisa jadi, ini terjadi apabila anak sudah menyadari akan kemungkinan ke khilafannya.
3) Menarik kesimpulan analogi, seperti: anak melihat ayahnya tidur karena sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia mengatakan bahwa ibu tidur karena sakit.
Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai berikut:
a.       Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Bayi memahami bahasa orang lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya, tetapi dengan memahami kegiatan /gerakan atau gesturenya (bahasa tubuhnya).
b.      Pengembangan Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia pra-sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
c.       Penyusunan Kata-kata menjadt kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai: “gesture” untuk melengkapi cara benpikirnya.
d.      Ucapan. Kemampuan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dan orang lain (terutama orangtuanya). Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka belum dapat berbicara atau mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu.
Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut.
1. Eqocentric Speech
2. Socialized Speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, (c) command (perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman), (d) questions (pertanyaan), dan (e) answers (jawaban).
Berbicara monolog (egocentric speech) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada umumnya di lakukan oleh anak berusia 2-3 tahun; sementara yang “sociaized speech” mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial (social adjustment).
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut yaitu:
1.    Faktor Kesehatan. Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia dua tahun pertama, anak mengalami sakit terus-menerus, maka anak tersebut cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasanya.
2.    Inteligensi Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat inteligensinya. Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai inteligensi normal atau di atas normal.).
3.    Status Sosial Ekonorni Keluarga. Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasa dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik.
4.    Jenis kelamin (Sex). Pada tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria dengan wanita. Namun mulai usia dua tahun, anak wanita menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari anak pria.
5.    Hubungan Keluarga. Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orangtua yang mengajar, melatih dan memberikan contoh berbahasa kepada anak.
b.        Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitif
Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Chaplin, 1972).
Selanjutnya, seorang pakar terkemuka dalam disiplin psikologi kognitif dari anak, Jean Piaget (sebut: Jin Piasye), yang hidup antara tahun 1896 sampai tahun 1980, mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahapan.
1. Tahap sensory-motor yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun.
2. Tahap pre-operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun.
3. Tahap concrete-operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun
4. Tahap formal-operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun (Daehler & Bukatko, 1985; Best, 1989; Anderson, 1990).

C.    Perkembangan Perilaku Sosial, Moralitas dan Keagamaan
a.    Perkembangan Perilaku sosial
Secara potensial (fitriah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon), kata Plato.
Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan manusia-manusia lain (ingat kisah Singh Zingh di India dan Itard di Perancis, bayi yang disusui dan dibesarkan binatang tidak dapat dididik kembali untuk menjadi manusia biasa).
·      Proses sosialisasi dan perkembangan sosial
Secepat individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seyogianya ia perbuat seperti yang diharapkan orang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut sosialisasi.
Loree (1970:86) dengan menyitir pendapat English & English (1958) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di mana individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelornpoknya); belajar bergaul dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan sosio-kulturalnya.
Perkembangan sosial, dengan demikian dapat diartikan sebagai sequence dari perubahan yang bersinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi rnakhluk sosial yang dewasa. Charlotte Buhier mengidentifikasikan perkembangan sosial ini dalam term kesadaran hubungan aku engkau atau hubungan subjektif-objektif. Proses perkembangannya berlangsung secara berirama.
·      Kecenderungan Pola Orientasi Sosial
Branson (Loree, 1970:87-89) mengidentifikasi berdasarkan hasil studi longitudinalnya terhadap anak usia 5-16 tahun bahwa ada tiga pola kecenderungan sosial pada anak, ialah (1) withdrawal-expansive, (2) reactivity-placidity dan passivity-dominance. Kalau seseorang telah memperhatikan orientasinya pada salah satu pola tersebut, maka cenderung diikutinya sampai dewasa.
b. Perkembangan Moralitas
·      Perkembangan Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti (a) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan (b) larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tingi kelompok sosialnya.
·      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan Anak memperoleh nilai-nilai moral dan lingkungannya dan orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan moral anak, peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil.
1.    Kolsisten dalam rnendidik anak
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu ke pada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain.
    1. Sikap orangtua dalarn keluarga
Secara tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah dan ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi) Sikap orangtua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh, atau sikap masa bodoh cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang mempedulikan norma pada din anak.
    1. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
Orang tua merupakan panut (teladah) bagi anak, termasuk di sini panutan dalam mengamalkan ajaran agama.
    1. Sikap orangtua dalam menerapkan norma
Orang yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhka dirinya dan Perilaku berbohong atau tidak jujur.
·         Proses Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut.
1. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya. Di samping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral mi, adalah keteladanan dan orangtua, guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral
2. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kiai, artis atau orang dewasa lainnya).
3. Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus .di kembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.
D. Perkembangan Perilaku Afektif, Konatif dan Kepribadian
a.    Perkembangan Fungsi-Fungsi Konatif dan Hubungannya dengan Pembentukan
Fungsi konatif atau motivasi itu merupakan faktor penggerak perilaku manusia yang bersumber terutama pada kebutuhan-kebutuhan dasarnya (basic needs).
b.   Perkembangan Emosional dan Perilaku Afektif
·      Emosi sensoris
Yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dan luar terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.
·      Emosi psikis, di antaranya adalah:
1) Perasaan Intelektual.
2) Perasaan Sosial.
3) Perasaan Susila.
4) Perasaan Keindahan (estetis).
5) Perasaan Ketuhanan.
c.    Perkembangan Kepribadian
Istilah kepribadian merupakan terjemahan dan Bahasa Inggris o7iai’t’ istilah personality secara etimologis berasal dan bahasa Latin “person” (kedok) dan “personare” (menembus).
Kepribadian dapat juga diartikan sebagai “kualitas perilaku individu yang tamj alamrnelakukan penyesuaian dirinya terhadap ling \kungan secara unik” Keunikan penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian itu sendiri, yaitu meliputi hal-hal berikut.
·      Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika pen laku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
·      Temperamen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau cepat/lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan
·      Sikap terhadap objek (orang, benda, peristiwa, norma dan sebagainya) yang bersifat positif, negatif atau ambivalen (ragu-ragu).
·      Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dan lingkungan. Seperti: mudah tidaknya tersinggung marah, sedih atau putus asa.
·      ResponsibilitaS (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima risiko dan tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti: mau menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri risiko yang dihadapi.
·      Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Disposisi ini seperti tampak dalam sifat pribadi yang tertutup atau terbuka; dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.




















BAB VI
PERKEMBANGAN REMAJA TERHADAP SOSIALISASI


A.    Makna Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed), memerlukan tiga proses. Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock (1996) tiga proses dalam perkembabangan sosial adalah sbb:
a.    Berprilaku  dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan prilakunya.
b.   Memainkan peran  di lingkungan sosialnya.
            Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya.
c.    Memiliki Sikap yang positif terhadap kelompok Sosialnya
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang menjadi kelompok  dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial  dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.
  
B.     Perkembangan  Sosial Pada Remaja
            Perkembangan  sosial pada masa puber dapat dilihat dari dua ciri khas yaitu mulai  terbentuknya kelompok  teman sebaya baik dengan jenis kelamin yang sama atau dengan jenis kelamin yang berbeda dan mulai memisahkan diri dari orang tua.
C.    Kelompok Teman Sebaya
            Percepatan  perkembangan pada masa puber berhubungan dengan pemasakan seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial. Sebelum memasuki masa remaja biasanya anak sudah mampu menjalin  hubungan yang erat  dengan teman sebaya. Seiring dengan itu juga timbul kelompok anak-anak untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas kelompok anak sebelum pubertas  adalah  bahwa kelompok  tadi terdiri daripada jenis kelamin yang sama. Persamaan sex ini dapat membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan yang berhubungan dengan perasaan identifikasi yang mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa puber anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai kegiatan.
Selama tahun pertama masa puber, seorang remaja cenderung memiliki keanggotaan yang lebih luas. Dengan kata lain, teman-teman atau tetangga seringkali adalah anggota kelompok remaja. Biasanya kelompoknya lebih heterogen daripada kelompok teman sebaya. Misalnya  kelompok teman sebaya pada masa remaja cenderung memiliki suatu campuran individu-individu dari  berbagai kelompok. Interaksi yang semakin intens menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan kohesi yang kuat maka akan berkembanglah iklim  dan norma-norma kelompok tertentu. Namun hal ini  berbahaya bagi pembentukan identitas dirinya. Karena pada masa ini ia lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok daripada mengembangkan pola pribadi. Tetapi terkadang adanya paksaan dari norma kelompok membuatnya sulit untuk membentuk keyakinan diri.

D.    Melepas dari orang tua
Tuntutan untuk memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya merupakan suatu reaksi terhadap status intern anak muda. Sesudah mulainya pubertas timbul suatu diskrepansi yang besar antara kedewasaan jasmaniah dengan ikatan sosial  pada milienu orang tua. Dalam keadaan seperti ini banyak pertentangan-pertentangan antara remaja awal dengan orang tua, diantaranya:
a.    Perbedaan standar perilaku
Remaja awal sering menganggap bahwa standar perilaku orang tuanya kuno sedangkan dirinya dianggap modern. Mereka mengharapkan agar orang tuanya mau menyesuaikan diri dengan perilakunya yang modern.
b.   Merasa menjadi korban
Remaja sering merasa benci kalau status sosial ekonominya tidak memungkinkan mempunyai simbol status yang sama dengan teman sebayanya. Seperti pakaian, sepatu, accecoris,dll. Pada usia  ini ia paling tidak suka jika diperintah mengerjakan pekerjaan di rumah.
c.    Perilaku yang kurang matang
Biasanya orang tua mengembangkan pola menghukum bila para remaja mengabaikan tugas-tugas sekolah, melalaikan tanggung jawab dan jajan semaunya. Pelarangan dan menghukum  membuatnya benci kepada orang tua.
d.   Masalah palang pintu
Kehidupan sosial yang aktif menyebabkan ia sering melaggar peraturan. Seperti waktu pulang dan mengenai dengan siapa dia berhubungan, terutama dengan lawan jenis.
e.    Metode  Disiplin
Jika metode disiplin yang diterapkan orang tua dianggap tidak adil atau kekanak-kanakan maka remaja akan memberontak. Pemberontakan terbesar dalam keluarga terjadi jika salah satu orang tua dominan daripada lainnya. Hal ini menyebabkan pola asuh cenderung otoriter.
            Di Indonesia perkembangan remaja masih ada keterbatasannya. Di satu sisi walaupun ingin melepas dari orang tua  namun pada kebanyakan remaja awal masih tinggal bersama orang tua. Selain itu juga secara ekonomik  masih bergantung kepada orang tua.  Mereka juga belum bisa kawin, secara budaya hubungan seksual tidak diperkenankan sesuai dengan norma agama dan sosial, meskipun mereka sudah bisa mengadakan kencan-kencan dengan teman lain jenis. Mereka  berusaha mencapai kebebasan dalam berpacaran. Mereka mempunyai kecenderungan yang sama untuk menghayati kebebasan tadi sesuai dengan usia dan jenis kelaminnya. Hal ini berarti sebagai tanda kedewasaan, mereka mulai mengorbankan sebagian besar hubungan emosi mereka dengan orang tua mereka dalam usaha menjadi anggota kelompok teman sebaya.
Menurut Maccoby (1984) sistem hubungan orang tua dan anak dalam keluarga berubah dari hubungan regulasi menjadi hubungan yang coregulasi., dimana dalam hal ini orang tua telah makin memberikan kebebasan untuk menentukan sendiri pada anak. Hal ini bukan berarti menghalangi hubungan yang koperatif antara orang tua dan anak-anaknya. Biasanya komunikasi yang terjalin dengan ibu jauh lebih dekat daripada dengan ayah. Komunikasi dengan ibu meliputi permasalahan sehari-hari, sedangkan permasalahan dengan ayah perasaan remaja dalam hidup di masyarakat.
            Pada anak wanita pelepasan ini agak lebih sukar hal ini disebabkan adanya interaksi antara sifat kewanitaanya dengan nilai-nilai masyarakat di sekelilingnya. Di Indonesia khususnya dalam masyarakat Jawa anak wanita diharapkan untuk mencintai orang tua dan keluarga dalam arti yang lebih,misalnya merawat, memelihara dan bertanggung  jawab terhadap rumah dan keluarga. Namun demikian bukan berarti bahwa anak wanita tidak mempunyai kesempatan yang sama dalam masyarakat.
            Dalam masa remaja awal ini , keinginan untuk melepaskan diri dari orang tua  dengan maksud untuk menemukan dirinya sendiri. Menurut Erikson ditinjau dari perkembangnan sosial  menamakan proses ini sebagai mencari identitas diri, yaitu menuju pembentukan identitas diri ke arah individualitas yang mantap dimana hal ini merupakan aspek penting dalam perkembangan diri menuju kemandirian.
            Usaha remaja awal dalam mencapai origininalitas juga sekaligus menunjukkan  pertentangan  terhadap orang dewasa dan solidaritas terhadap teman sebaya. Prinsip emansipasi memungkinkan bahwa kedua gerak antara menuju kemandirian dengan ketergantungan dengan orang tua menimbulkan  jarak antar generasi (generation gap). Jarak  antar generasi yang dimaksudkan disini bukan berarti bahwa tidak ada hubungan baik. Memang pada kenyataannya pada usia anak seperti ini orang tua sering tidak mengerti melakukan hal-hal yang tidak seperti mereka harapkan. Biasanya pada saat ini mulai muncul bibit-bibit pertentangan antara anak dan orang tua. Berdasarkan hasil penelitian perbedaan pendapat antara anak dan orang tua antara lain penampilan, pemilihan teman, jam pulang sekolah  yang tidak tepat, kurang hormat terhadap orang yang lebih tua, dll. Memang pada saat ini  remaja lebih progresif dibandingkan orang tuanya.

E.     Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
Remaja pada tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperlihatkan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai lingkungan, bukan saja bergaul dengan berbagai kelompok umur. Dengan demikian, remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja, juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
a.    Pada masa remaja , anak mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan . Pergaulan sesama teman lawan jenis dirasakan sangat penting , tetapi cukup sulit , karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan sesame remaja juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup
b.    Kehidupan sosial remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional . Remaja sering mengalami sikap hubungan sosial yang tertuutup sehubungan dengan masalah yang dialaminya
c.    Menurut “ Erick Erison ‘ Bahwa masa remaja terjadi masa krisis , masa pencarian jati diri . Dia berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural . Sedangkan menurut Freud , Kehidupan sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksual
d.   Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok – kelompok , baik kelompok besar maupun kelompok kecil.

F.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
a.    Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b.   Kematangan anak
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
c.    Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
d.   Pedidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan(sekolah).
e.    Kapasitas Mental, Emosi, dan Integensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.


BAB VII
DINAMIKA PERILAKU INDIVIDU INTERAKSI DENGAN LINGKUNGAN,
PENYESUAIAN DIRI, PENOLAKAN, DAN MOTIVASI


A.    Dinamika perilaku
Dinamika perilaku adalah perilaku-perilaku yang dapat membuat suatu kelompok menjadi hidup dan dinamis, sehingga dapat menciptakan dinamika kelompok dan tercapainya tujuan yang diinginkan. Pada dasarnya individu mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan dalam memenuhi kebutuhannya individu memerlukan perilaku-perilaku yang dinamis. Untuk mendapatkan perilaku yang dinamis, individu perlu menyesuaikan dan menggunakan segala aspek yang ada dalam dirinya. Apabila semua aspek dalam diri individu dapat berjalan dinamis, individu tidak hanya dapat memenuhi kebutuhannya tetapi juga dapat mengembangkan diri ke arah pengembangan pribadi. Pengembangan pribadi yang dimaksud adalah individu dapat menguasai kemampuan-kemampuan social secara umum seperti keterampilan komunikasi yang efektif, sikap tenggang rasa, memberi dan menerima toleran, mementingkan musyawarah untuk mencapai mufakat seiring dengan sikap demokratis, memiliki rasa tanggung jawab social seiiring dengan kemandirian yang kuat dan lain sebagainya.

B.     Pengertian perilaku
Menurut beberapa ahli psikologi, perilaku adalah aktivitas yang dapat diobservasi. Sedangkan pengertian lain dari perilaku adalah serentetan kegiatan atau perubahan dalam ruang hidup. Berdasarkan berbagai pengertian diatas kelompok dua menyimpulkan bahwa perilaku adalah suatu aktivitas manusia yang merupakan manifestasi dari jiwa manusia dan dipengaruhi oleh aspek-aspek yang ada pada diri manusia dan aspek-aspek di luar manusia yang bisa terbentuk dari proses belajar, imitasi pembiasaan dan lain-lain sebagainya.

C.    Macam-macam perilaku
Secara umum perilaku manusia sangatlah banyak dan berikut ini adalah beberapa perilaku yang menurut sugiyo (psikologi social, 2006:1) adalah:
1.    Perilaku motorik adalah perilaku yang dinyatakan dalam perbuatan jasmaniah misalnya makan, berjalan, mandi dan sebagainya.
2.    Perilaku kognitif adalah perilaku yang berhubungan dengan pemahaman, penalaran, pengenalan dan lain-lain.
3.    Perilaku konatif adalah perilaku yang berhubungan dengan motivasi untuk mencapai tujuan misalnya harapan, cita-cita dan lain-lain.
4.    Perilaku afektif adalah perilaku yang merupakan manifestasi dari penghayatan misalnya marah, sedih, cinta dan lain-lain. Erilaku agresif adalah perilaku yang dimaksud melukai orang lain dan perilaku melukai orang lain.
5.    Perilaku normal adalah perilaku yang sesuai dengan norma atau aturan masyarakat tertentu.
6.    Perilaku abnormal adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau aturan masyarakat tertentu.
7.    Perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyesuaikan suatu keuntungan.

D.    Penyesuaian diri
Penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup respons-respons mental dan behavioral yang diperjuangkan individu agardapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustrasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Kapasitas individu antara satu orang dengan yang lain tidak sama. Ada keterbatasanketerbatasan tertentu yang dihadapi oleh individu. Oleh sebab itu, perlu dirumuskan prinsip-prinsip penting mengenai hakikat penyesuaian diri, yaitu sebagai berikut:
a.    Setiap individu memiliki kualitas penyesuaian diri yang berbeda.
b.    Penyesuaian diri sebagian besar ditentukan oleh kapasitas internal atau kecenderungan yang telah dicapainya.
c.    Penyesuaian diri juga ditentukan oleh faktor internal dalam hubungannya dengan tuntutan lingkungan individu yang bersangkutan. Penyesuaian diri ini antara lain:
·       Bagaimana menimbulkan jiwa pemimpin bagi anak dan remaja.  Jika orang dewasa memberikan kesempatan untuk berkembang jiwa kepemimpinannya, antara lain dengan memberikan kebebasan mengeluarkan pendapat, menciptakan situasi yang demokratis dan adanya sarana untuk itu, maka akan tumbuh calon-calon pemimpin yang baik. Tatapi apabila orang dewasa menampakan rasa keakuan dan kekuasaannya, maka hal itu akan mematikan bakat memimpin bagi remaja.
·      Anak dan remaja harus belajar mentaati norma-norma agama, dan aturan-aturan masyarakat, serta perturan pemerintah, tata tertib sekolah dan orang tuanya. Hal ini banyak bergantung dari contoh-contoh orang dewasa sendiri. Artinya jika orang dewasa sudah biasa mentaati segala norma dan peraturan tersebut di atas tentu anak dan remaja akan pula mentaatinya. Dan yang pokok bahwa pendidikan agama, pendidikan kemasyarakatan, hukum dan sebagainya harus pula secara sistematis diajarkan kepada mereka di sekolah, di rumah dan di lingkungan masyarakat.
·      Menghindarkan konflik psikis yang ditimbulkan oleh adanya pertentangan antara keinginan remaja dengan tuntutan masyarakat. Mana yang benar antara keinginan remaja atau tuntutan masyarakat.
Konsep penyesuaian diri makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauhmana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme yang aktif dengan tujuan aktivitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi peluang kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya, penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
1.      Konsep penyesuaian diri penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial.
2.      Proses penyesuaian diri penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai
3.      Karakteristik penyesuaian diri tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karen kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.

E.     Penyesuaian diri secara positif diri ditandai hal-hal sebagai berikut :
1.    Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional,
2.    Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis,
4.    Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi,
5.    Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri,
6.    Mampu dalam belajar,
7.    Menghargai pengalaman,
8.    Bersikap realistik dan objektif.
Melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukan dalam berbagai bentuk, antara lain:
1.    Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung,
2.    Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan),
3.    Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba,
4.    Penyesuaian dengan substansi (mencari pengganti),
5.    Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri,
6.    Penyesuaian dengan belajar,

F.     Persoalan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat
a.    Hubungan remaja dengan orang dewasa
Hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua.tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana psikologis dan sosial dalam keluarga. Contoh : sikap orang tua yang menolak. Penolakan orangtua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua macam.
·      Pertama, penolakan mungkin merupakan penolakan tetap sejak awal, dimana orang tua merasa tidak senang kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghadaki kehadirinya. Boldwyn dalam dayajat (1983) mengilustrasikan seorang bapak yang menolak anaknya berusaha menundukan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu ia mengambil ukuran kekerasan dan mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata
·      jenis kedua dari penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak. Contohnya orang tua memberikan tugas kepada anaknya berbarengan dengan rencana anaknya untuk pergi nonton bersama dengan sejawatnya. Hasil dari kedua macam penolakan tersebut ialah remaja tidak dapat menyesuaikan diri, cenderung menghabiskan waktunya diluar rumah. Terutama pada gadis-gadis mungkin akan terjadi perkawinan yang tidak masuk akal dengan pemikiran bahwa rumah di luar tangganya lebih baik dari pada rumahnya sendiri.
b.   Sikap orang tua yang otoriter
Yaitu yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja juga akan menghambat prosedur penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk menentang kekuasaan ortu dan pada gilirannya ia akan cenderung otoriter terhadap teman-temanya dan cenderung menentang otoritas yang ada baik di sekolah maupun di masyarakat. Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup didalam rumah tangga yang retak, mengalami masalah emosi. Tampak padanya ada kecendrungan yang besar untuk marah, suka menyindir, disamping kurang kepekaan terhadap penerimaan sosial dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar. Perbedaan antara perlakuan laki-laki dan anak perempuan akan mempengaruhi hubungan antar mereka, sehingga memungkinkan timbulnya rasa iri hati dalam jiwa anak pertemuan terhadap saudaranya yang laki-laki.

G.    Pengaruh lingkungan itu bagi diri individu
a.    Lingkungan membuat individu sebagai makhluk sosial yang dimaksud dengan lingkungan pada uraian ini hanya meliputi orang-orang atau manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi, sehingga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan bergaul satu dengan yang lainnya. Terputusnya hubungan manusia dengan masyarakat manusia pada tahun-tahun permulaan perkembangannya, akan mengakibatkan berubahnya tabiat manusia sebagai manusia. Berubahnya tabiat manusia sebagai manusia dalam arti bahwa ia tidak akan mampu bergaul dan bertingkah laku dengan sesamanya. Dapat kita bayangkan andaikata seorang anak manusia yang sejak lahirnya dipisahkan dari pergaulan manusia sampai kira-kira berusia 10 tahun saja, walaupun diberinya cukup makanan dan minuman, akan tetapi serentak dia dihadapkan kepada pergaulan manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia tidak akan mampu berbicara dengan bahasa yang biasa, canggung pemalu dan lain-lain. Sehingga kalaupun dia kemudian dididik, maka penyesuaian dirinya itu akan berlangsung sangat lambat sekali.
b.    Lingkungan membuat wajah budaya bagi individu lingkungan dengan aneka ragam kekayaannya merupakan sumber inspirasi dan daya cipta untuk diolah menjadi kekayaan budaya bagi dirinya. Lingkungan dapat membentuk pribadi seseorang, karena manusia hidup adalah manusia yang berfikir dan serba ingin tahu serta mencoba-coba terhadap segala apa yang tersedia di alam sekitarnya. Lingkungan memiliki peranan bagi individu, sebagai :
·      Alat untuk kepentingan dan kelangsungan hidup individu dan menjadi alat pergaulan sosial individu. Contoh : air dapat dipergunakan untuk minum atau menjamu teman ketika berkunjung ke rumah.
·      Tantangan bagi individu dan individu berusaha untuk dapat menundukkannya. Contoh : air banjir pada musim hujan mendorong manusia untuk mencari cara-cara untuk mengatasinya.
·      Sesuatu yang diikuti individu. Lingkungan yang beraneka ragam senantiasa memberikan rangsangan kepada individu untuk berpartisipasi dan mengikutinya serta berupaya untuk meniru dan mengidentifikasinya, apabila dianggap sesuai dengan dirinya.
·      Obyek penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis. Penyesuaian diri alloplastis artinya individu itu berusaha untuk merubah lingkungannya. Contoh : dalam keadaan cuaca panas individu memasang kipas angin sehingga di kamarnya menjadi sejuk.

H.    Lingkungan pembentukan penyesuaian diri
a.    Lingkungan keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri  akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.
b.   Lingkungan teman sebaya
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa–masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman– temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya dari anggan–anggan, pemikiran, dan perasaan.
c.    Lingkungan sekolah
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja akan tetapi juga mencakup tanggung jawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengaar tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan. Lingkungan sekolah juga mendidik individu untuk bekerja sama, membagi tugas, dan berpikir kritis pada masalah – masalah yang ada keterkatian dengan pendidikan.

I.       Penolakan
Penolakan terhadap perubahan. Beberapa jenis penolakan yang sering individu:
  • Kebiasaan yang sulit diatasi
  • Pengetahuan saat ini
  • Kepentingan pribadi
  • Rasa tidak aman
  • Kurang percaya
  • Perbedaan persepsi
a.    Strategi mengatasi penolakan
Ada beberapa strategi untuk mengatasi setiap penolakan, yaitu:
·      Negosiasi, untuk mengatasi penolakan akibat kepentingan pribadi.
·      Pendidikan, untuk mengatasi penolakan akibat kebiasaan, pengetahuan saat ini dan kurang percaya.
·      Paksaan dan dukungan, untuk mengatasi penolakan karena rasa tidak aman.
·      Partisipasi, untuk mengatasi penolakan akibat perbedaan persepsi.
b.   Memperkuat perubahan secara konstan
Orang tidak berubah dengan cepat. Dalam proses perubahan penting untuk mengidentifikasi apa yang tidak berubah dengan baik. Individu membutuhkan ide dan cara kerja baru yang diperkuat secara konstan untuk membantu mereka berubah dan menyesuaikan diri dengan situasi baru.

J.      Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
a.    Konteks studi psikologi
Abin syamsuddin makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
1.    Durasi kegiatan;
2.    Frekuensi kegiatan;
3.    Persistensi pada kegiatan;
4.    Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
5.    Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan;
6.    Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;
7.    Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan;
8.    Arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
b.   Teori herzberg (teori dua faktor)
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku. Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik








BAB VIII
HUBUNGAN INTERAKSI REMAJA TERHADAP
LINGKUNGAN SOSIAL


A.    Pengertian Perkembangan Hubungan Sosial
Manusia tumbuh dan berkembang pada masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan jenjang . Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangan itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi sosial merupakan proses sosialisasi yang mendudukan anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses sosialisasi. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial.
Hubungan sosial merupakan hubungan antarmanusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat kompleks. Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain demi memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi mengandung maksud untuk disimpulkan bahwa pengertian perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.

B.     Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
Remaja pada tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperlihatkan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai lingkungan, bukan saja bergaul dengan berbagai kelompok umur. Dengan demikian, remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja, juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
         Pada masa remaja, anak mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan . Pergaulan sesama teman lawan jenis dirasakan sangat penting , tetapi cukup sulit , karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan sesame remaja juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
         Kehidupan sosial remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional . Remaja sering mengalami sikap hubungan sosial yang tertuutup sehubungan dengan masalah yang dialaminya.
         Menurut “ Erick Erison Bahwa masa remaja terjadi masa krisis , masa pencarian jati diri. Dia berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural. Sedangkan menurut Freud, Kehidupan sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksual.
         Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok – kelompok , baik kelompok besar maupun klelompok kecil.

C.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
a.    Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b. Kematangan anak
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
c. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
d. Pedidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan(sekolah). Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa(nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
e. Kapasitas Mental, Emosi, dan Integensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.

D.    Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh hide-ide dari teori – teori yang menyebabkan siakp kritis terhadap situasi dan orang lain .
Pengaruh egosentris sering terlihat pada pemikiran remaja, yaitu :
a.       Cita-cita dan idealisme yang baik , terlalu menitik beratkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat jauh dan kesulitan-kesuliatn praktis.
b.      Kemampuan berpikir dengan pendapat sendiri belum disertai pendapat orang lain.
c.       Pencerminan sifat egois dapat menyebabkan dalam menghadapi pendapat oaring lain , maka sifat ego semakin kecil sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang semakin baik dan matang.
E.     Perbedaan Individual dalam Perkembangan Sosial
Bergaul dengan sesama manusia (sosialisasi) dilakukan oleh setiap orang, baik secara individual maupun berkelompok. Dilihat dari berbagai aspek, terdapat perbedaan individual manusia, yang hal itu tampak juga dalam perkembangan sosialnya. Sesuai dengan Teori komprehensif yang dikemukakan oleh Erickson yang menyatakan bahwa manusia hidup dalam kesatuan budaya yang utuh, alam dan kehidupan masyarakat menyediakan segala Hal yang dibutuhkan manusia. Namun sesuai dengan minat, kemampuan, dan latar belakang kehidupan budayanya maka berkembang kelompok-kelompok sosial yang beranekaragam. Remaja yang telah mulai mengembangkan kehidupan bermasyarakat, maka telah mempelajari pola-pola yang sesuai dengan kepribadiannya.

F.     Upaya Pengembangan Hubungan Sosial Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
a.    Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan rangsang kepada mereka kearah perilaku yang bermanfaat.
b.    Perlu sering diadakan kegiatan kerja bakti , bakti karya dan kelompok-kelompok belajar untuk dapat mempelajari remaja bersosialisasi sesamanya dan masyarakat.

G.    Perilaku Hubungan Sosial dan Solidaritas Antar Teman pada Prilaku Gaya Hidup Remaja
Pada masa remaja, terdapat banyak hal baru yang terjadi, dan biasanya lebih bersifat menggairahkan, karena hal baru yang mereka alami merupakan tanda-tanda menuju kedewasaan. Dari masalah yang timbul akibat pergaulan, keingin tahuan tentang asmara dan seks, hingga masalah-masalah yang bergesekan dengan hukum dan tatanan sosial yang berlaku di sekitar remaja. Hal-hal yang terakhir ini biasanya terjadi karena banyak faktor, tetapi berdasarkan penelitian, jumlah yang terbesar adalah karena "tingginya" rasa solidaritas antar teman, pengakuan kelompok, atau ajang penunjukkan identitas diri. Masalah akan timbul pada saat remaja salah memilih arah dalam berkelompok.
Banyak ahli psikologi yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh masalah, penuh gejolak, penuh risiko (secara psikologis), over energi, dan lain sebagainya, yang disebabkan oleh aktifnya hormon-hormon tertentu. Tetapi statement yang timbul akibat pernyataan yang stereotype dengan pernyataan diatas, membuat remaja pun merasa bahwa apa yang terjadi, apa yang mereka lakukan adalah suatu hal yang biasa dan wajar.
Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang remaja alami. Yang dimaksud di sini bukan sekadar kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group.
Demi kawan yang menjadi anggota kelompok ini, remaja bisa melakukan dan mengorbankan apa pun, dengan satu tujuan, Solidaritas. Geng, menjadi suatu wadah yang luar biasa apabila bisa mengarah terhadap hal yang positif. Tetapi terkadang solidaritas menjadi hal yang bersifat semu, buta dan destruktif, yang pada akhirnya merusak arti dari solidaritas itu sendiri.
Demi alasan solidaritas, sebuah geng sering kali memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk menggunakan narkoba, mencium pacar, melakukan hubungan seks, melakukan penodongan, bolos sekolah, tawuran, merokok, corat-coret tembok, dan masih banyak lagi.
Secara individual, remaja sering merasa tidak nyaman dalam melakukan apa yang dituntutkan pada dirinya. Namun, karena besarnya tekanan atau besarnya keinginan untuk diakui, ketidak berdayaan untuk meninggalkan kelompok, dan ketidak mampuan untuk mengatakan "tidak", membuat segala tuntutan yang diberikan kelompok secara terpaksa dilakukan. Lama kelamaan prilaku ini menjadi kebiasaan, dan melekat sebagai suatu karakter yang diwujudkan dalam berbagai prilaku negatif.
Kelompok atau teman sebaya memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menentukan arah hidup remaja. Jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang penuh dengan "energi negatif" seperti yang terurai di atas, segala bentuk sikap, perilaku, dan tujuan hidup remaja menjadi negatif. Sebaliknya, jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu menyebarkan "energi positif", yaitu sebuah kelompok yang selalu memberikan motivasi, dukungan, dan peluang untuk mengaktualisasikan diri secara positif kepada semua anggotanya, remaja juga akan memiliki sikap yang positif. Prinsipnya, perilaku kelompok itu bersifat menular.
Motivasi dalam kelompok (peer motivation) adalah salah satu contoh energi yang memiliki kekuatan luar biasa, yang cenderung melatarbelakangi apa pun yang remaja lakukan. Dalam konteks motivasi yang positif, seandainya ini menjadi sebuah budaya dalam geng, barangkali tidak akan ada lagi kata-kata "kenakalan remaja" yang dialamatkan kepada remaja. Lembaga pemasyarakatan juga tidak akan lagi dipenuhi oleh penghuni berusia produktif, dan di negeri tercinta ini akan semakin banyak orang sukses berusia muda. Remaja juga tidak perlu lagi merasakan peer pressure, yang bisa membuat mereka stres.
Secara teori diatas, remaja akan menjadi pribadi yang diinginkan masyarakat. Tetapi tentu saja hal ini tidak dapat hanya dibebankan pada kelompok ataupun geng yang dimiliki remaja. Karena remaja merupakan individu yang bebas dan masing-masing tentu memiliki keunikan karakter bawaan dari keluarga. Banyak faktor yang juga dapat memicu hal buruk terjadi pada remaja.
Seperti yang telah diuraikan diatas, kelompok remaja merupakan sekelompok remaja dengan nilai, keinginan dan nasib yang sama. Contoh, banyak sorotan yang dilakukan publik terhadap kelompok remaja yang merupakan kumpulan anak dari keluarga broken home. Kekerasan yang telah mereka alami sejak masa kecil, trauma mendalam dari perpecahan keluarga, akan kembali menjadi pencetus kenakalan dan kebrutalan remaja.
Tetapi, masa remaja memang merupakan masa dimana seseorang belajar bersosialisasi dengan sebayanya secara lebih mendalam dan dengan itu pula mereka mendapatkan jati diri dari apa yang mereka inginkan.
Hingga, terlepas dari itu semua, remaja merupakan masa yang indah dalam hidup manusia, dan dalam masa yang akan datang, akan menjadikan masa remaja merupakan tempat untuk memacu landasan dalam menggapai kedewasaan.
Ada beberapa faktor sebagai dasar berlangsungnya suatu proses interaksi antara lain:
·         Faktor Imitasi
Setiap individu yang memiliki sifat kecenderungan untuk melakukan seperti yang dilakukan orang lain.
·         Faktor Sugesti
Suatu proses mempengaruhi individu terhadap individu lain sehingga ia dapat menerima nrma atau pedoman tingkah laku tertentu tanpa melalui pertimbangan terlebih dahulu.
·         Faktor Identifikasi
Suatu kecenderungan yang tanpa disadari untuk menyamakan diri atau bertingkah laku yang sama dialakukan seperti pihak lain.
·         Faktor Simpati
Suatu kecenderungan sikap merasa dekat dan tertarik untuk mengadakan hubungan saling mengerti dan berkerjasama dri individu terhadap individu yang lain.








BAB IX
KEHIDUPAN PRIBADI DAN PENDIDIKAN REMAJA


Pada hakikatnya manusia merupakan pribadi yang utuh dan memiliki sifat-sifat sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu, seseorang menyadari bahwa dalam kehidupannya memiliki kebutuhan yang diperuntukkan bagi kepentingan diri pribadi, baik fisik maupun nonfisik. Kebutuhan diri pribadi tersebut meliputi kebutuhan fisik dan kebutuhan sosio-psikologis. Dalam pertumbuhan fisiknya, manusia memerlukan kekuatan dan daya tahan tubuh serta perlindungan keamanan fisiknya. Kondisi fisik amat penting dalam perkembangan dan pembentukan pribadi seseorang.
Kehidupan pribadi seseorang individu merupakan kehidupan yang utuh dan lengkap dan memiliki cirri khusus dan unik. Kehidupan pribadi seseorang menyangkut berbagai aspek, antara lain aspek emosional, sosial psikologis dan sosial budaya, dan kemampuan intelektual yang terpadu secara integrative dengan factor lingkungan kehidupan. Pada awal kehidupannya dalam rangka menuju pola kehidupan pribadi yang lebih mantap, seorang individu berupaya untuk mampu mandiri, dalam arti mampu mengurus diri sendiri sampai dengan mengatur dan memenuhi kebutuhan serta tugasnya sehari-hari. Untuk itu diperlukan penguasaan situasi untuk menghadapi berbagai rangsangan yang dapat mengganggu kestabilan pribadinya.
Kekhususan kehidupan pribadi bermakna bahwa segala kebutuhan dirinya memerlukan pemenuhan dan terkait dengan masalah-masalah yang tidak dapat disamakan dengan individu yang lain. Oleh karenanya, setiap pribadi akan dengan sendirinya menampakkan cirri yang khas yang berbeda dengan pribadi yang lain. Di samping itu, dalam kehidupan ini diperlukan keserasian antara kebutuhan fisik dan nonfisiknya. Kebutuhan fisik tiap orang perlu pemenuhan, misalnya seseorang perlu bernapas dengan lega, perlu makan enak dan cukup, perlu kenikamatan, dan perlu keamanan. Berkaitan dengan aspek sosio-psikologis, setiap pribadi membutuhkan kemampuan untuk menguasai sikap dan emosinya serta sarana komunikasi untuk bersosialisasi. Hal itu semua akan tampak secara utuh dan lengkap dalam bentuk perilaku dan perbuatan yang mantap. Dengan demikian, masalah kehidupan pribadi merupakan bentuk integrasi antara factor fisik, sosial budaya, dan factor psikologis. Di samping itu, seorang individu juga membutuhkan pengakuan dari pihak lain tentang harga dirinya, baik dari keluarganya sendiri maupun dari luar keluarganya. Tiap orang mempunyai harga diri dan berkeinginan untuk selalu mempertahankan harga diri tersebut.
Perkembangan pribadi menyangkut perkembangan berbagai aspek, yang akan ditunjukan dalam perilaku. Perilaku seseorang yang menggambarkan perpaduan berbagai aspek itu terbentuk di dala lingkungan. Sebagaimana diketahui, lingkungan tempat anak berkembang sangat kompleks.
Seseorang individu, pertama tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga. Sesuai dengan tugas keluarga dalam melaksanakan misinya sebagai penyelenggara pendidikan yang bertanggung jawab, mengutamakan pembentukan pribadi anak. Dengan demikian, faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pribadi anak adalah kehidupan keluarga beserta berbagai aspeknya. Seperti telah diuraikan di bagian terdahulu, perkembangan anak yang menyangkut perkembangan psikofisis dipengaruhi oleh : status sosial ekonomi, fisafat hidup keluarga, dan pola hidup keluarga seperti kedisiplinan, kepedulian terhadap kesehatan, dan ketertiban termasuk ketertiban menjalankan ajaran agama.
Bahwa perkembangan kehidupan seseorang ditentukan pula oleh faktor keturunan dan lingkungan aliran nativisme menyatakan bahwa seorang individu akan menjadi ”orang” sebagaimana adanya yang telah ditentukan oleh kemampuan an sifatnya yang dibawa sejak ia dilahirkan. Sedangkan aliran empirisme mengatakan sebaliknya bahwa seorang akan menjadi ”manusia” seperti yang dikehendakioleh lingkungan. Kedua aliran itu menggambarkan bahwa faktor bakat dan pengaruh lingkungan sama-sama mempunyai pengaruh terhadap perkembangan pribadinya. Pengaruh-pengaruh itu akan terpadu bersama-sama saling memberi andil ”menjadikan manusia sebagai manusia”. Aliran yang mengakui bahwa kedua aliran itu secara terpadu memberikan pengaruh terhadap kehidupan seseorang adalah aliran konvergensi. Proses pendidikan Indonesia menganut aliran ini, seperti dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

A.    Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa,  atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.

B.     Penyesuaian Sosial  
Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling  mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.  Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara  komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok.  Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.

C.    Pembentukan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan  jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.  Lingkungan Keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti. Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang  berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres. Berdasarkan kenyataan  tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat  anak tidak memiliki rasa aman. Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu tersebut. Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan  yang mendukung hal tersebut. Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.
b.  Lingkungan Teman Sebaya  
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya. Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.
c.  Lingkungan Sekolah  
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik  untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu. Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi. Kehidupan merupakan rangkaian yang berkesinambungan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Keadaan kehidupan sekarang dipengaruhi oleh keadaan sebelumnya dan keadaan yang akan datang banyak ditentukan oleh keadaan kehidupan saat ini. Dengan demikian, tingkah laku seseorang juga dipengaruhi oleh hasil proses perkembangan kehidupan sebelumnya dan dalam perjalanannya berintegrasi dengan kejadian-kejadian saat sekarang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jika sejak awal perkembangan kehidupan pribadi terbentuk secara terpadu dan harmonis, maka dapat diharapkan tingkah laku yang merupakan pengejawantahan berbagai aspek pribadi itu akan baik. Kehidupan pribadi yang mantap memungkinkan seorang anak akan berperilaku mantap, yaitu : mampu menghadapi dan memecahkan berbagai permasalahan dengan pengendalian emosi secara matang, tertib, disiplin, dan penuh tanggung jawab.

D.    Upaya Pengembangan Kehidupan Pribadi
Kehidupan pribadi yang merupakan rangkaian proses pertumbuhan dan perkembangan, perlu dipersiapkan dengan baik. Untuk itu perlu dilakukan pembiasaan dalam hal :
·         Hidup sehat dan teratur serta pemanfaatan waktu secara baik
·         Pengenalan dan pemahaman nilai dan moral yang berlaku di dalam kehidupan perlu ditanamkan secara benar.
·         Mengerjakan tugas dan pekerjaan praktis sehari-hari secara mandiri dengan penuh tanggung jawab.
·         Hidup bermasyarakat dengan melakukan pergaulan dengan sesama, terutama dengan teman sebaya.
·         Menunjukkan gaya dan pola kehidupan yang baik sesuai dengan kultur yang baik dan dianut oleh masyarakat.
·         Cara-cara pemecahan masalah yang dihadapi.
·         Menunjukkan dan melatih cara merespon berbagai masalah yang dihadapi.
·         Mengikuti aturan kehidupan keluarga dengan penuh tanggung jawab dan disiplin.
·         Melakukan peran dan tanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga.
Di dalam keluarga perlu dikembangkan sikap menghargai orang lain dan keteladanan. Di samping perlu diciptakan suasana keteladanan oleh pihak-pihak yang berwewenang, seperti orang tua di dalam keluarga, guru di sekolah, dan tokoh masyarakat dalam kehidupan sosial. Dalam suasana ini yang perlu ditonjolkan antara lain adalah sifat sportif dan kejujuran, berjuang keras dengan berpegang pada prispi yang maton (dapat dipercaya)

E.     Perkembangan Kehidupan Pendidikan dan Karier.
Sekolah menyediakan pelajaran dasar yang belum bermakna sebagai pembekalan anak – anak untuk siap bekerja dan belum terarah kepemberian keterampilan tertentu untuk terjun ke dunia kerja di dalam masyarakat. Sikap remaja terhadap pendidikan sekolah banyak diwarnai oleh karakteristik guru yang mengajarnya. Guru yang baik itu adalah guru yang akrab dengan siswanya dan menolong siswa dalam hal pelajaran. Dalam hal ini guru memberikan bimbingan dan menilai atas dasar objektivitas yang tidak disertai faktor emosional. Sekolah bermaksud untuk mampu memberikan kepada para peserta didik “apa yang sesuaidengan kebutuhannya dan keadaannya”.
Pencapaian tingkat pendidikan dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan atau IQ. Dalam kenyataannya IQ setiap orang berbeda-beda, hal itu berpengaruh terhadap pola kehidupannya di dalam bidang pendidikan. Kehidupan pendidikan merupakan bagian awal dari kehidupan karier, maka perbedaan kehidupan pendidikan tersebut konsekuensinya akan membawa perbedaan individual di dalam kehidupan kariernya.
Orang tua perlu memahami kemajuan pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah dan di luar keluarga karena dengan norma dan ketentuan yang tidak terlalu jauh berbeda antara rumah, sekolah, dan masyarakat dapat dicapai. Proses pemilihan kerja sebenarnya telah berlangsung sejak dini, di saat anak menetapkan pilihan sekolah. Remaja telah berkemampuan untuk menarik keputusan, sekalipun dasar pertimbangan yang digunakan belum cukup luas, terutama yang berkaitan dengan pandangan masa depan yang belum mantap.Oleh karena itu mereka masih memerlukan arahan atau bimbingan orang tua atau pembimbing. Faktor yang digunakan untuk menentukan pilihan pekerjaan antara lain :
1.      minat dan kemampuan
2.      jenis kelamin
3.      latar belakang orang tua
4.      kondisi sosial ekonomi
5.      jenis pekerjaan itu sendiri
Secara psikologis remaja telah cukup mampu untuk memikul tanggung jawab dan hidup mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi tidak semua remaja siap menghadapi kondisi masyarakat yang terus berkembang sehingga mereka belum memiliki konsep kehidupan masa depan. Hal ini akan berakibat mereka akan tampak tidak memiliki pendirian dan mengalami kesulitan memilih jenis pekerjaan serta tergantung kepada kelompok.










BAB X
PENYESUAIAN DIRI REMAJA


A.    Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Pemahaman penyesuaian diri pada remaja sangat penting dipahami oleh setiap remaja karena masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Setiap individu mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis. Maka dari itu situs belajar psikologi ini memberikan sedikit pemahaman tentang penyesuaian diri pada remaja.
Seorang ahli bernama Schneiders ( Gunarso, 1989 ) mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya.
Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan dalam dunia sekitar.
Menurut Daradjat (1972) penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku agar terjadi hubungan yang selaras antara dirinya dan lingkungannya. Dikatakan bahwa penyesuaian diri mempunyai dua aspek, yaitu penyesuaian diri pribadi dan penyesuaian diri sosial. Penyesuaian diri pribadi adalah penyesuaian individu terhadap dirinya sendiri dan percaya pada diri sendiri. Sedangakan penyesuaian sosial merupakan suatu proses yang terjadi dalam lingkungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengannya.
Geringan (1986) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah mengubah diri sendiri dengan keadaan lingkungan dan juga mengubah lingkungan sesuai dengan keinginannya, Tentu saja hal ini tidak menimbulkan koflik bagi diri sendiri dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Hillgard (dalam Damayanti, 2002), individu mengadakan penyesuaian diri untuk menghilangkan konflik dan melepaskan rasa ketidak enakan dalam dirinya. Menurut Gunarso (1995) penyesuaian diri sebaiknya menjadi dasar dari pembetukan hidup dengan pola-pola yang berintegrasi tanpa tekanan emosi yang berarti.
Katono (1980) mengartikan penyesuaian diri sebagi usaha untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungan sehingga rasa bermusuhan, dengki, iri hati, pasangka, kecemasan, kemarahan sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dengannya terkikis habis. Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan seseorang. Setiap saat seseorang mempunyai kebutuhan penyesuaian diri, baik dengan dirinya sendiri antara kebutuhan jasmani dan rohani, maupun kebutuhan luarnya yaitu kebutuhan sosial. (Prastyawati, 1999).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan usaha individu untuk menyelaraskan kebutuhan dalam diri sendiri maupun dengan situasi diluar dirinya guna mendapatkan hubungan yang lebih baik serasi antara diri dan lingkungan yang dihadapinya. Pada masa penyesuaian diri ini peran orang tua dan lingkungan sangat berpengaruh dalam mencapai keberhasilan dalam melakukan penyesuaian diri untuk membangun jati diri yang baik. Orang tua bertugas untuk memberi tauladan dan mengawasi tindak tanduk tetapi tidak dengan mengekang semua kegiatanya, serta memberikan kebebasan yang bertanggung jawab, misalnya berilah kebebasan kepada anak anda untuk bergaul dengan siapapun dan dari strata manapun asalkan tidak membawa pengaruh yang buruk baginya.
Orang tua hendaknya membiasakan anak untuk mengenal dengan baik lingkungan sekitarnya agar mereka mampu beradaptasi dengan baik dimanapun mereka berada. Orang tua hendaknya juga bisa menjadi teman bagi anaknya terutama pada masa remaja sehingga anak bisa terbuka tentang segala masalah yang dihadapinya, karena dengan itu orang tua mampu mengawasi secara tidak langsung kegiatan- kegiatan yang dilakukannya.

B.     Konsep dan Proses Penyesuaian Diri
Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauhmana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam penyesuaian diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat.
Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri, kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah suai.

C.    Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian yang sempurna dapat terjadi jika manusia / individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya, tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan semua fungsi-fungsi organisme / individu berjalan normal. Namun, penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat, dan manusia terus menerus menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi sehat.
Sebagaimana telah dipahami bahwa dalam perkembangannya manusia akan melewati masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh selepas masa anak – anak menjelang dewasa. Dalam masa ini tubuhnya berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan – perubahan dalam bentuk fisk dan psikis.
Badannya tumbuh berkembang menunjukkan tanda – tanda orang dewasa, perilaku sosialnya berubah semakn menyadari keberadaa dirinya, ingin diakui dan berkembang pemikiran maupun wawasannya secara lebih luas. Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer dalam penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkn efek bagi proses penyesuaian. Secara sekunder proses penyesuaian ditentukan oleh faktor – faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal.
Penentu penyesuaian identik dengan faktor – faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bertahap. Penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut :
  1. Kondisi – kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf kelenjar, sistem otot, kesehatan, penyakit dan sebagainya.
  2. Perkembangan dan kematangan khususnya kematangan intelektual, sosial, moral dan emosional.
  3. Penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarya, pemgkondisian, penentua diri (self – determination), frustasi dan konflik.
  4. Kondisi lingkungan khususnya kelurga dan sekolah.
  5. Penentu cultural termasuk agama.
Pemahaman tentang faktor – faktor diatas dan bagamana fungsinya dalam penyesuaian merupakan syarat untuk memahami proses penyesuaian diri. Berikut akan dijelaskan mengenai faktor – faktor diatas.
a.    Kondisi Jasmaniah
Kondisi jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa system syaraf, kelenjar dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan – gangguan dalam system syaraf, kelenjar dan otot menimbulkan gejala – gejala gangguan mental, tingkah laku dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri. Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya. Gangguan penyakit yang kronis dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan pada diri sendiri, perasaan rendah diri, ketergantungan, perasaan ingin dikasihani dan sebagainya.
b.   Perkembangan, kematangan dan penyesuaian diri.
Sikap dapat diartikan sebagai kesediaan bereaksi indiviu terhadap suatu hal. Lebih terperinci lagi sikap dapat diartikan sebagai kecenderungan yang relatif stabil yang dimiliki seseorang dalam mereaksi (baik reaksi negatif maupun reaksi positif) terhadap dirinya sendiri, orang lain, benda situasi / kondisi sekitarnya. Sikap remaja awal yang berkembang terutama menonjol dalam sikap sosial, lebih – lebih sikap sosial yang berhubungan dengan teman sebaya. Sikap positif remaja awal terhadap teman sebaya berkembang dengan pesat setelah remaja mengenal adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama. Sikap solider atau senasib seperjuangan dirasakan dalam kehidupan kelompok baik dalam kelompok yang sengaja dibentuk ataupun kelompok yang terbentuk dengan sendirinya. Simpati dan merasakan perasaan orang lain telah mulai berkembang dalam usia remaja awal. Remaja berusaha bersikap sesuai dengan norma kelompokmya. Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda – beda antara individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga pencapaian pola – pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. Dengan kata lain, pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Kondisi – kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti emosional, sosial, moral, keagamaan dan intelektual.
c.    Penentu psikologis terhadap penyesuaian diri.
Faktor psikologis ini banyak sekali macamnya diantaranya adalah :
·      Pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri. Pengalaman yang menyenangkan akan menimbulkan penyesuaian diri yang baik dan sebaliknya.
·      Belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan berkembang pola – pola respon yang akan membentuk kepribadian.
·      Determinasi diri
Dalam proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor – faktor terebut diatas, orang itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi. Faktor – faktor itulah yang disebut determinasi diri. Determinasi diri mempunyai peranan penting dalam proses penyesuaian diri karena mempuyai peranan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian diri. Ada beberapa orang dewasa yang mengalami pengalaman penolakan ketika masa kanak – kanak, tetapi mereka dapat menghindarka diri dari pengaruh negatif karena dapat menentukan sikap atau arah dirinya sendiri.

D.    Konflik dan Penyesuaian
Tanpa memperhatikan tipe – tipe konflik, mekanisme konflik secara essensial sama yaitu pertentangan antara motif – motif. Ada beberapa pandangan bahwa konflik bersifat mengganggu atau merugikan. Namun ada yang berpandangan bahwa konflik dapat bermanfaat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan.
a.    Lingkungan Rumah / keluarga
Keluarga sangat besar pengaruhnya dalam kehidupa remaja. Kasih sayang orang tua dan anggota keluarga yang lain akan memberi dampak dalam kehidupan mereka. Demikian pula cara mendidik atau cntoh tauladan dalam keluarga khususnya orang tua akan sangat memberi input yang luar biasa.
Dalam keluarga yang bahagia dan sejahtera serta memiliki tauladan keislaman yang baik dari orang tua, Insya Allah remaja akan tumbuh dengan rasa aman, berakhlak mulia, sopan santun dan taat melaksanakan perintah agamanya. Selain pendidikan agama, remaja juga memerukan komunikas yang baik dengan orang tua, karena ia ingin dihargai, didengar, dan diperhatikan keluhannya. Dalam masalah ini diperlukan orang tua yang dapat bersikap tegas namun akrab (friendly).
·      Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah rumah kedua, tempat remaja memperoleh pendidikan formal, dididik dan diasuh oleh para guru. Dalam lingkungan inilah remaja berlatih untuk menigkatkan kemampuan daya pikirnya. Bagi remaja yang sudah menginjak perguruan tinggi, nampak sekali perkembangan intelektualitasnya. Tidak hanya sekedar menerima tapi mereka juga mampu beradu argumen dengan pengajarnya.
Dalam lingkungan sekolah guru memegang peranan penting sebab guru bagaikan pengganti orang tua. Karena itu, diperlukan guru yang arif, bijaksana, mau membimbing dan mendorong anak didik untuk aktif dan maju, memahami perkembangan remaja serta seseorang yang dapat dijadikan tauladan.
·       Lingkungan teman sepergaulan
Teman sebaya adalah sangat penting sekali pengaruhnya bagi kehidupan remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman bermain. Pada usia remaja mereka berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak bergantung pada orang tua. Akan tetap pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama masa kanak – kanak. Oleh karena itu, kita wajib berhati – hati dalam memilih teman, karena pergaulan yang salah dapat empengaruhi proses dan pola – pola penyesuaian diri.
·       Lingkunga dunia luar
Merupakan lingkungan remaja selain keluarga, sekolah dan teman sepergaulan, baik lingkungan masyarakat lokal, nasional maupun global. Lingkungan dunia luar akan mempengaruhi remaja baik secara langsung maupun tidak langsung, baik itu benar ataupun salah, baik itu Islami ataupun tidak. Lingkungan dunia luar semakin besar pengaruhnya disebabkan oleh faktor – faktor kemajuan teknologi, transportasi, teknologi, informasi maupun globalisasi. Masa remaja adalah masa pencarian identitas diri, sehingga sering kita jumpai remaja berusaha menonjolkan identitas pribadi atau kelompoknya. Peniruan terhadap figure – figure tertentu dan menemukan tokoh – tokoh idla yang digandrungi, seperti guru, ulama, pahlawan, bintang film atau penyanyi.

E.     Kultural dan agama sebagai penentu penyesuaian diri
Proses penyesuaian diri anak mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipegaruhi oleh faktor – faktor kutur dan agama. Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola penyesuaian diri. Contohnya tata cara kehidupan di sekolah, di masjid dan semacamnya akan mempengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainnya.
Agama memberi tuntunan, konsep dan falsafah hidup yang meyakinkan dan benar. Oleh pemilikan semua ini orang akan memperoleh arti hidup, kemana tujuan hidup, apa yang dicari dalam hidup ini dan bagaimana ia harus berperan dalam hidup sehingga hidupnya di dunia tidak sia- sia. Dengan penemuan makna yang sebenarnya dari kehidupan manusia akan memiliki langkah – langkah yang mantap, yakin dan tegar , tidak mudah terpengaruh oleh bujukan dan rayuan yang akan membawanya ke jurang kesengsaraan.

F.     Permasalahan – Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja
Diantara persoalan terpentingnyan yang dialami oleh remaja dalam kehidupan sehari – hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua.
Masalah wajar yang berhubungan dengan orang tua antara lain berhubungan dengan :
1.  Pelaksanaan tugas perkembangan dala hal mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua. Remaja ingin bebas menentukan tujuan hidupnya sendiri, sementara orang tua masih takut memberi tanggung jawab kepada remaja sehingga terus membayangi remajanya.
2.  Kebutuhan – kebutuhan akan perhatian, kasih sayang dari orang tua yang tidak selamanya dapat terpenuhi karena antara lain kesibukan dalam soal ekonomis orang tuanya.
3.  Tugas – tugas perkembangan yang bertentangan dengan kebergantungan secara ekonomis, khususnya dalam kelangsungan pendidikan atau sekolah. Kesemuanya menjadi bahan pemikiran dan dirasakan sebagai pengganggu hidupnya.
Permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis kelurga seperti keretakan kelurga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup dirumah tangga yang retak , mengalami masalah emosi, tampak padanya ada kecenderungan yang besar untuk marah, suka menyendiri, disamping kurng kepekaa terhadap penerimaan sosial dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelsah dibandingkjan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar.

Masalah wajar yang berhubungan dengan diri atau pribadi remaja itu sendri antara lain :
1.      Perasaan dan pikiran mengenai fisik (jasmani)nya. Ada bentuk badan yang diidam – idamkan dan dipikirkan untuk dicapai. Diidamkannya bentuk badan atau wajah bintang film dalam poster – poster atau majalah, yang dbandigkan dengan keadaan dirinya sendiri.
2.      Sikap dan perasaan mengenai kemampuannya. Remaja ingin berhasil dalam mengerjakan sesuatu, sementara dirumah dan disekolah anak remaja tersebut sering kali menghadapi kegagal;an dalam berbagai hal. Dirinya kadang – kadang bersifat apatis dan merasa telah gagal. Ini terjadi pada masa remaja awal dan akhir.
3.      Sikap pandangan diri terhadap nilai – nilai. Akibat perkembangan kemampuan pikir, remaja memikirkan tentang nilai – nilai, yang benar dan yang salah yang baik dan yang buruk yang patut dan tidak patut. Informasi tentang hal itu diterima dari lingkungannya.

Masalah yang berhubungan degan masyarakat luas antara lan :
1.      Pergaulan sehari hari dalam masyarakat luas, menatangkan masalah sejak remaja keluar dari ikatan keluarga, sejak memperluas pergaulan dari kelompok teman sebaya.
2.      Persiapan dalam masa depan, sekolah dan jabatan menjadi bahan pemikiran.

G.    Karakteristik Penyesuaian Diri
a.    Penyesuaian diri secara positif
Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut :
·      Tidak menunjukan adanya ketagangan emosional
·      Tidak menunjukan adanya mekanisme-mekanisme psikologis
·      Tidak menunjukan adanya frustasi pribadi
·      Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri
·      Mampu dalam belajar
·      Menghargai pengalaman
·      Bersikap realistik dan objektif.
Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain :
·      Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung
·      Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi
·      Penyesuian dengan trial and error atau coba-coba
·      Penyesuian dengan substitusi
·      Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan pribadi
·      Penyesuaian dengan belajar
·      Penyesuaian dengan inhibisi dan kontrol diri
·      Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat.
b.   Penyesuaian Diri yang Salah
Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu :
·      Reaksi bertahan
1.    Rasionalisme, yaitu bertahan dengan mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakannya.
2.    Repressi, yaitu berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak ke alam tak sadar.
3.    Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain.
·      Reaksi menyerang
1.    Selalu membenarkan diri sendiri
2.    Mau berkuasa dalam setiap situasi
3.    Mau memilikinya
·      Reaksi melarikan diri.

Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan  jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut:
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok.  Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.


BAB XI
KARAKTERISTRIK PERKEMBANGAN SISWA


A.    Karakteristik Peserta Didik Usia Taman Kanak-kanak
Anak usia prasekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar 4-6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet training), dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan dirinya).
a.    Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh maka memungkinkan anak untuk dapat lebih mengembangkan keterampilan fisiknya dan ekplorasi terhadap lingkungannya dengan tanpa bantuan dari orang tuanya. Pertumbuhan otaknya pada usia lima tahun sudah mencapai 75% dari ukuran orang dewasa, dan 90% pada usia enam tahun. Pada usia ini juga terjadinya pertumbuhan ”myelinization” (lapisan urat syaraf dalam otak yang terdiri dari bahan penyekat berwarna putih, yaitu myelin) secara sempurna. Lapisan urat syaraf ini membantu transmisi impul-impul syaraf secara cepat, yang memungkinkan pengontrolan terhadap kegiatan-kegiatan motorik lebih seksama dan efisien. Di samping itu pada usia ini banya juga perubahan fisiologis lainnya, seperti pernapasan menjadi lebih lambat dan mendalam dan denyut jantung lebih lambat dan menetap. Untuk perkembangan fisik anak sangat diperlukan gizi yang cukup. Kekurangan gizi (malnutrisi) dapat mengakibatkan kecatatan tubuh dan kelemahan mental. Mereka kurang memiliki kemampuan atau kesiapan mental dan fisik. Bimbingan guru taman kanak-kanak itu berkaitan dengan pengembangan aspek-aspek berikut:
1.    Pengenalan/pengetahuan akan namanya dan bagian-bagian tubuhnya.
2.    Kemampuan untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi tubuh.
3.    Pemahaman bahwa walaupun setiap individu berbeda dalam penampilannya, seperti perbedaan dalam warna rambut, kulit dan mata, atau tingginya tetapi, semua orang memiliki kesamaan karakteristik fisik yang sama.
4.    Menerima bahwa semua orang memiliki keterbatasan dalam kemampuannya.
5.    Kemampuan untuk memahami bahwa tubuh itu berubah secara konstan, dan pertumbuhan fisik berawal dengan kelahiran dan berakhir dengan kematian.
6.    Pemahaman akan pentingnya tidur dan juga sebagai dua siklus kehidupan yang penting bagi kehidupan.
7.    Mengetahui kesadaran sensori (merasa, melihat, mendengar, mencium, dan menyentuh/meraba).
8.    Memahami keterbatasan fisik seperti lelah, sakit dan melemah.
b.   Perkembangan Intelektual
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode Preoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Yang dimaksud dengan operasi adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara mental bukan fisik. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional atau “Symbolic function” yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol. Dapat juga dikatakan sebagai “semiotic function”, kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol untuk melambangkan suatu kegiatan, benda yang nyata atau peristiwa. Keterbatasan yang menandai atau yang menjadi karakteristik periode preoperasional ini adalah sebagai berikut :
1.         Egosentrisme
2.         Kaku dalam berpikir (Rigidity of thought)
3.         Semilogikal reasoning
Secara ringkas perkembangan intelektual masa prasekolah :
1.    Mampu berpikir dengan menggunakan simbol
2.    Berpikir masih dibatasi oleh persepsinya. Mereka meyakini apa yang dilihatnya dan hanya terfokus kepada satu atribut atau dimensi terhadap satu objek dalam waktu yang sama. Cara berpikir mereka masih memusat.
3.    Berpikirnya masih kaku tidak fleksibel.cara berpikirnya terfokus pada keadaan awal atau akhir dari suatu transformasi,bukan kepada transformasi itu sendiri yang mengantarai keadaan tersebut.
4.    Anak sudah mengerti dasar-dasar mengelompokkan sesuatu atau dasar satu dimensi, seperti atas kesamaan warna, bentuk dan ukuran.
c.    Perkembangan Emosional
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan bukan aku (orang lain atau benda). Kesadaran ini diperoleh dari pengalaman bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh orang lain atau benda lain. Bersama dengan itu, berkembang pula perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari lingkungannya. Jika lingkungannya (terutama orang tuanya) tidak mengakui harga diri anak maka pada diri anak akan berkembang sikap-sikap keras kepala/menentang atau menyerah menjadi penurut yang diliputi rasa harga diri kurang dengan sifat pemalu.
Guru di taman kanak-kanak seyogyanya memberikan bimbingan kepada mereka agar mereka dapat mengembangkan hal-hal berikut :
1.    Kemampuan untuk mengenal, menerima dan berbicara perasaan-perasannya.
2.    Menyadari bahwa ada hubunan antara emosi dengan tingkah laku sosial.
3.    Kemampuan untuk menyalurkan kegiatannya tanpa menganggu perasaan orang lain.
d.   Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak usi apra sekolah, dapat diklasifikasikan ke dalam dua tahap (sebagai kelanjutan dari dua tahap sebelumnya) yaitu sebagai berikut :
·      Masa ketiga (2,0-2,6) yang bercirikan
1.    Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.
2.    Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan.
3.    Anak banyak menanyakan nama dan tempat : apa dimana dan darimana.
4.    Anak sudah banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan berakhiran.
·      Masa kekempat (1,2-6,0) yang bercirikan
1.    Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya.
2.    Tingkat berpikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu-sebab akibat melalui pertanyaan : kapan, kemana,mengapa dan bagaimana
Berbagai peluang yang diberikan oleh orang tua/guru kepada anak untuk membantu perkembangan bahasa anak diantaranya yaitu :
1.    Bertutur kata yang baik dengan anak
2.    Mau mendengarkan pembicaraan anak
3.    Menjawab pertanyaan anak
4.    Mengajak berdialog dalam hal-hal sederhana
5.    Di tman kanak-kanak, anda diiasakan untuk bertanya, menghafal dan melantunkan lagu dan puisi.
e.    Perkembangan Bermain
Usia pra sekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain. Yang dimaksud bermain disini adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan. Terdapat beberapa macam permainan anak yaitu :
1.      Permainan fungsi (permainan gerak), seperti meloncat-loncat
2.      Permainan fiksi, seperti menjadikan kursi sebagai kuda
3.      Permainan reseptif atau apresiatif, seperti melihat gambar
4.      Permainan membentuk (konstruksi), seperti membuat gunung pasir
5.      Permainan prestasi, seperti sepak bola
Secara psikologis dan paedagogis bermain mempunyai nilai-nilai yang sangat berharga bagi ana diantaranya :
1.    Anak memperoleh perasan senang, puas, bangga, atau berkatarsis (peredan ketegangan)
2.    Anak dapat mengembangkan sikap percaya diri, tanggung jawab, dan kooperatif (mau bekerja sama)
3.    Anak dapat mengembangkan daya fantasi atau kreatifitas
4.    Anak dapat mengenal aturan atau norma yang berlaku dalam kelompok serta belajar untuk menaatinya.
5.    Anak dapat memahami bahwa baik dirinya maupun orang lain sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan.
6.    Anak dapat mengembangkan sikap sportif, tenggang rasa atau toleran terhadap orang lain.

B.     Karakteristik Peserta Didik Usia Sekolah Dasar
a.    Perkembangan Intelektual
Pada usia dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti membaca, menulis, dan menghitung).
b.   Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara berkomunikasi, dimana pikirandan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata,kalimat, bunyi, lambang, gambar, atau lukisan.
Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa yaitu :
1.    Proses jadi matang dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
2.    Proses belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/kata-kata yang didengarnya. Kedua proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak
Dengan dibekali pelajaran bahasa di sekolah, diharapkan peserta didik dapat menguasai dan mempergunakannya sebagai alat untuk :
1.    Berkomunikasi dengan orang lain
2.    Menyatakan isi hatinya
3.    Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya
4.    Berpikir (menyatakan gagasan atau pendapat)
5.    Mengambangkan kepribadiannya seperti menyatakan sikap dan keyakinannya.
c.    Perkembangan Sosial
Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Berkat perkembangan sosial anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosila ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran.
d.   Perkembangan Emosi
Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengndalikan emosinya sangatlah berpengaruh pada anak. Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Memgingat hal tersebut, maka guru hendaknya mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar yang menyenangkan atau kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif. Upaya yang dilakukan antara lain :
1.    Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan
2.    Memperlakukan peserta didik sebagai individu yang mempunyai harga diri
3.    Memberikan nilai secara objektif
4.    Menghargai hasil karya peserta didik
e.    Perkembangan Emosional
Anak mulai mengenal konsep moral pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tapi lambat laun anak akan memahaminya. Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti peraturan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik-buruk.
f.     Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaannya ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian
1.    Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara asional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
2.    Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
3.    Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya.
g.    Perkembangan Motorik
Seiring dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang maka perkembangan motorik anak sudah terkoordinasi dengan baik. Sesuai dengan perkembangan fisik (motorik) maka di kelas-kelas permulaan sangat tepat diajarkan :
1.    Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar
2.    Keterampilan dalam mempergunakan alat-alat olahraga
3.    Gerakan-gerakan untuk meloncat, berlari, berenang, dsb.
4.    Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan, ketertiban dan kedisiplinan.

C.    Karakteristik Peserta Didik Usia Remaja
Remaja sering disebut dengan istilah puberteit danadolescentia. Puberteit (Belanda), puberty (Ingris), pubertas (Latin) yang artinya tumbuh rambut di daerah ”pusic” daerah kemaluan. Adolescentia dari bahasa latin adalah masa muda.
a.    Pengertian Remaja
·         Remaja menurut hukum
Menurut undang-undang perkawinan usia minimal untuk suatu perkawinan untuk putri 16 tahun dan untuk putra 19 tahun. Dalam imu-ilmu sosial usia antara 16 sampai 22 tahun disejajarkan dengan pengertian remaja.
·         Remaja ditinjau dari pertumbuhan fisik
Dari sudut fisik remaja dikenal sebagai suatu tahap dimana alat kelamin mencapai kematangan. Pematangan fisik berjalan ± 2 tahun dimulai saat haid pertama pada wanita dan sejak mimpi basah (polusio) pada laki-laki masa dua tahun ini dinamakan masa pubertas, datangnya masa pubertas tiap individu tidak sama.
·      Remaja menurut WHO
Menurut WHO remaja adalah masa pertumbuhan dan perkembangan dimana individu mengalami :
1.    Menunjukkan tanda-tanda kelamin sekunder saat mereka mencapai kematangan seksual.
2.    Mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa.
3.    Peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri.


b.   Remaja ditinjau dari faktor sosial sosial psikologis
Masa remaja adalah suatu perkembangan yang ditandai adanya proses perubahan dari kondisi ”entropy” ke kondisi ”negentropy”.  Entropy adalah suatu keadaan dimana kesadaran (pengetahuan,perasaan) manusia belum tersusun rapi sehingga belum berfungsi maksimal. Negentropy adalah suatu keadaan dimana kesadaran tersusun dengan baik, artinya pengetahuan satu berhubungan dengan pengetahuan yang lain dan pengetahuan berhubungan dengan sikap, perasaan.
c.    Remaja menurut masyarakat Indonesia
Batasan remaja Indonesia adalah usia 11 tahun sampai 24 tahun dan belum menikah dengan alasan :
1.      Usia 11 tahun umumnya sudah menunjukkan tanda-tanda kelamin sekunder
2.      Menurut agama dan adat usia 12 tahun anak sudah akil balik.
3.      Pada usia tersebut ulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan misalnya :
a.    Tercapainya identitas diri
b.   Fase genital
c.    Tercapainya puncak perkembangan kognitif
4.      Pada usia 24 tahun masih banyak anak yang belum mandiri, masih menggantungkan pada orang tua

D.    Karakteristik Remaja
a.    Perkembangan fisik
Masa remaja merupakan salah satu diantara dua masa rentangan kehidupan individu, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat. Masa pertama yang terjadi pada fase pranatal dan bayi. Bagian-bagian tubuh tertentu pada tahun-tahun permulaan kehidupan secara proporsional terlalu kecil, namun pada masa remaja proporsionalnya menjadi terlalu besar, karena terlebih dahulu mengalami kematangan daripada bagian-bagian yang lain. Pada masa remaja akhir, proporsi tubuh individu mencapai proporsi tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya. Dalam perkembangan seksualitas remaja ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder.
b.   Perkembangan kognitif (Intelektual)
Ditinjau dari perkembanga kognitif menurut Piaget, masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal (operasi = kegiatan-kegiatan mental tentang berbagai gagasan). Keating merumuskan lima pokok yang berkaitan dengan perkembangan berpikir operasi formal, yaitu sebagai berikut :
·      Berlainan dengan cara berpikir anak-anak yang tekanannya kepada kesadarannya sendiri disini dan sekarang, cara berpikir remaja berkaitan erat dengan dunia kemungkinan. Remaja mampu menggunakan abstraksi dan dapat membedakan yang nyata dan konkret dengan abstrak dan mungkin.
·      Melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara ilmiah.
·      Remaja dapat memikirkan tentang masa depan dengan membuat perencanaan dan mengekplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.
·      Remaja menyadari tentang aktivitas kognitif dan mekanisme yang membuat proses kognitif itu efisien dan tidak efisien. Dengan demikian, introspeksi (pengujian diri) menjadi bagian kehidupannya sehari-hari.
·      Berpikir operasi formal memungkinkan terbukanya topik-topik baru dan ekspansi berpikir.
Implikasi pendidikan atau bimbingan dari periode berpikir operasi formal ini adalah perlunya disiapkan program pendidikan atau bimbingan yang memfasilitasi perkembanga kemampuan berpikir remaja. Upaya yang dapat dilakukan seperti :
1.    Penggunaan metode mengajar yang mendorong anak untuk aktif bertanya, mengemukakan gagasan atau mengujicobakan suatu materi
2.    Melakukan dialog, diskusi dengan siswa tentang masalah-masalah sosial atau berbagai aspek kehidupan seperti agama, etika pergaulan dan pacaran, politik, lingkungan hidup, bahayanya minuman keras dan obat-obatan terlarang.
c.    Perkembangan Emosi
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama ogran seksual mempengaruhi perkembangan emosi dan dorongan baru yang dialami sebelumnya seperti perasaan cinta. Pada usia remaja awal, perkembanga emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa, emosinya bersifat negatif dan tempramental. Sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya. Mencapai kematang emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.
d.   Perkembangan sosial
Pada masa remaja berkembang ”social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Ramaja memahami orang lain sebagi individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat,nilai-nilai, maupun perasaannya. Pada masa ini juga berkembang sikap ”conformity”, yaitu kcenderungan untuk menyerah atau megikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya). Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral dan agama dapat dipertanggungjawabkan maka kemungkinan besar remaja tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik.
e.    Perkembangan moral
Melalui pengalaman atau berinteraksi sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan dan kedisiplinan.
Menurut Adam dan Guallatta terdapat berbagai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orang tua mempengaruhi moral remaja, yaitu :
·      Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat moral remaja dengan tingkat moral orang tua.
·      Ibu-ibu remaja yang tidak nakal mempunyai skor yang lebih tinggi dalam tahapan nalar moralnyadaripada ibu-ibu yang anaknya nakal, dan remaja yang tidak nakal mempunyai skor yang lebih tinggi dalam kemampuan nalar moralnya daripada remaja yang nakal.
·      Terdapat dua faktor yang dapat meningkatkan perkembangan moral anak atau remaja yaitu (a) orang tua yang mendorong anak untuk diskusi secara demokratis dan terbuka mengenai berbagai isu dan (b) orang tua yang menerapkan disiplin terhadap anak dengan teknik berpikir induktif.
f.     Perkembangan kepribadian
Kepribadian merupakan sistem yang dinamis dari sifat-sifat, sikap dan kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi respons individu yang beragam. Sifat-sifat kepribadian mencerminkan perkembangan fisik, seksual, emosional, sosial, kognitif dan niali-nilai. Masa remaja merupakan saat berkembangnya identity (jati diri). Perkembangan ”identity” merupakan isu sentral pada masa remaja yang memberikan dasar bagi masa dewasa. Apabila remaja gagal mengintegrasikan aspek-aspek dan pilihan atau merasa tidak mampu untuk memilih, maka dia akan mengalami kebingungan (confusion).

E.     Karakteristik Peserta Didik Usia Taman Dewasa
Secara psikologis kedewasaan diwarnai dengan aktualisasi diri yaitu menunjukkan semua kemampua yang dimiliki dalam rangka mandiri, bisa mencari nafkah sendiri, dapat menentukan kehidupan sendiri, ingin merdeka. Pada sebagian besar kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas telah selesai atau setidak-tidaknya sudah mendekati selesai dan apabila organ kelamin anak telah mencapai kematangan serta mampu bereproduksi.
Pada sebagian besar kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas telah selesai atau setidak-tidaknya sudah mendekati selesai dan apabila organ kelamin anak telah mencapai kematangan serta mampu bereproduksi.
Pada umumnya psikolog menetapkan seseorang dikatakn telah dewasa sekitar usia 20 tahun sebagai awal masa dewasa dan berlangsung sampai sekitar usia 40-45 dan pertengahan masa dewasa berlangsung dari sekitar 40-45 sampai sekitar 65 tahun, serta masa dewasa lanjut atau masa tua berlangsung dari sekitar 65 tahun sampai meninggal.
a.    Perkembangan Fisik
Dilihat dari aspek perkembangan fisik, pada awal masa dewasa kemampuan fisik mencapai puncaknya dan sekaligus mengalami penurunan selama periode ini.
b.   Kesehatan Badan
Awal masa dewasa ditandai dengan memuncaknya kemampuan dan kesehatan fisik. Mulai dari sekitar usia 18 hingga 25 tahun, individu memiliki kekuatan yang terbesar, gerak-gerak reflek mereka sangat cepat. Meskipun pada awal masa dewasa kondisi kesehatan fisik mencapai puncaknya, namun selama periode ini penuruna keadaa fisik juga terjadi. Sejak usia sekitar 25 tahun, perubahan-perubahan fisik mulai terlihat. Perubahan ini sebagian besar lebih bersifat kuantitatif daripada kualitatif.
c.    Perkembangan Sensori
Pada awal masa dewasa penurunan fungsi penglihatan dan pendengaran belum begitu kelihatan. Akan tetapi, pada masa dewasa tengah perubahan dalam penglihatan dan pendengaran merupakan dua perubahan fisik yang paling menonjol. Pada usia antara 40 dan 59 tahun, daya akomodasi mata mengalami penurunan paling tajam. Karena itu, banyak orang pada usia setengah baya mengalami kesulitan dalam melihat objek-objek yang dekat.
d.   Perkembangan Otak
Mulai masa dewasa awal, sel-sel otak juga berangsur-angsur berkurang. Tetapi, perkembangbiakan koneksi neural (neural connection), khususnya bagi orang-orang tetap aktif, membantu mengganti sel-sel yang hilang. Hal ini membantu menjelaskan pendapat umum bahwa orang dewasa tetap aktif, baik secara fisik, seksual, maupun secara mental, menyimpan lebih banyak kapasitas mereka untuk melakukan aktivitas demikian pada tahun selanjutnya.
e.    Perkembangan Kognitif
Kemampuan kognitif terus berkembang selama masa dewasa. Akan tetapi, bagaimanapun tidak semua perubahan kognitif pada masa dewasa tersebut mengarah pada peningkatan potensi. Kadang-kadang beberapa kemampuan kognitif mengalami kemerosotan seiring dengan pertambahan usia.
f.     Perkembangan Memori
Sejumlah bukti menunjukkan bahwa perubahan memori bukanlah suatu yang sudah pasti terjadi sebagai bagian dari proses penuaan, melainkan lebih merupakan stereotip budaya. Kemerosotan dalam memori episodik, sering menimbulkan perubaha-perubahan dalam kehidupan orang tua. Untuk dapat mencegah kemunduran memori jangka panjang sekaligus memungkinkan dapat meningkatkan kekuatan memori mereka maka dapat dilakukan latihan menggunakan bermacam-macam strategi mnemonic (strategi penghafalan) bagi orang tua.
g.    Perkembangan Intelegensi
Sejumlah peneliti berpendapat bahwa seiring dengan proses penuaan selama masa dewasa terjadi kemunduran dalam intelegensi umum. David Wechsler menyimpulkan bahwa kemunduran bahwa kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme secara umum. Hampir semua studi menunjukkan bahwa setelah mencapai puncaknya pada usia antara 18-25 tahun, kebanyakan kemampuan manusia terus-menerus mengalami kemunduran.

h.   Perkembangan Psikososial
Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan tersebut tidak disebabkan oleh perubahan fisik dan kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga dan pekerjaan. Selam periode ini orang melibatkan diri secara khusus dala karir, pernikahan dan hidup berkeluarga. Menurut Erikson, perkembangan psikososial selama masa dewasa dan tua ini ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, generatif dan integritas.


















BAB XII
PROBLEMATIKA REMAJA

Masa remaja merupakan salah satu fase dari perkembangan individu yang terentang sejak anak masih dalam kandungan sampai dengan meninggal. Masa remaja memiliki ciri yang berbeda dengan masa sebelum atau sesudahnya, sehingga masa remaja menjadi menarik untuk dibicarakan.  Usia masa remaja dimulai pada usia 11 tahun sampai dengan 18 tahun.
Problem sosial yang sering muncul pada masa ini adalah remaja lebih berkelompok dalam sebuah “gang” dimana rasa solidaritas remaja dituntut di dalam “gang” tersebut. Selain itu remaja juga cenderung merasa ingin untuk diperhatikan oleh orang lain dengan cara menonjolkan diri dan menaruh perhatian kepada orang lain. Dan juga remaja juga sering untuk menerima aturan serta berusaha menentang otoritas untuk urusan pribadinya.
Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
Di Indonesia masalah "kenakalan remaja" dirasa telah mencapai tingkat meresahkan masyarakat. Kondisi ini memberi dorongan kuat kepada pihak-pihak yang bertanggung-jawab mengenai masalah ini, baik kelompok edukatif dan di lingkungan sekolah, kelompok yuridis dan lawyer di bidang penyuluhan dan penegakan hukum, pimpinan/tokoh masyarakat di bidang pembinaan kehidupan kelompok maupun pemerintah sebagai pembentuk kebijaksanaan umum dalam pembinaan, penciptaan dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Faktor lain yang tidak dapat dikesampingkan adalah peranan masyarakat dan keluarga di dalam menunjang hal ini.
Menurut Soedjono Dirdjosiswono, di negara-negara yang telah maju, ada dua sistem untuk menanggulangi kejahatan yang dilakukan oleh para "remaja", yakni cara moralistik dan cara abolisionistik. Kalau cara moralistik dilaksanakan dengan penyebarluasan ajaran-ajaran agama dan moral, perundang-undangan yang baik dan sarana-sarana lain yang dapat menekan nafsu untuk berbuat kejahatan. Sedangkan cara abolisionistik, berusaha memberantas, menanggulangi kejahatan dengan sebab-musababnya.
            Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagian dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.
Pada usia remaja, tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1.         Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis
2.         Mencapai peran sosial maskulin dan feminin
3.         Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4.         Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
5.         Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
6.         Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7.         Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
8.         Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara
9.         Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
10.     Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku
(Havighurst dalam Hurlock, 1973).
Tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik. Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:
1.    Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
2.    Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
Elkind dan Postman (dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann, 1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Uraian di atas memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam delinkuensi.

A.    Problematika Kutub Keluarga ( Rumah Tangga)
            Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
            Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain:
a.       Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)
b.      Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
c.       Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)
d.      Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).

B.     Problematika Kutub Sekolah
            Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;
a.       Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
b.      Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
c.       Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
d.      Kesejahteraan guru yang tidak memadai
e.       Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang

C. Problematika Kutub Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial)
            Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan) berupa:
a.       Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari
b.      Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
c.       Pengangguran
d.      Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
e.       Wanita tuna susila (wts)
f.       Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan
g.      Perumahan kumuh dan padat
h.      Pencemaran lingkungan
Anak "remaja" sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan lingkungannya baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang dominan adalah akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang sering menimbulkan ketegangan, seperti persaingan dalam perekonomian, pengangguran, mass media dan fasilitas rekreasi.
Di kalangan masyarakat sudah sering terjadi kejahatan seperti : pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, pemerasan, gelandangan dan pencurian. Kajahatan-kejahatan tersebut dilakukan oleh penjahat dari tingkatan umur yang beraneka ragam, terdiri dari orang lanjut usia, orang dewasa dan anak "remaja". Baik anak "remaja" keinginan untuk berbuat jahat kadang-kadang timbul karena bacaan, gambar-gambar dan film.

BAB XIII
MOTIVASI BELAJAR SISWA


Motivasi Belajar - Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai “ daya penggerak yang telah menjadi aktif” (Sardiman,2001: 71). Pendapat lain juga mengatakan bahwa motivasi adalah “ keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan” (Soeharto dkk, 2003 : 110)
Dalam buku psikologi pendidikan Drs. M. Dalyono memaparkan bahwa “motivasi adalah daya penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan, yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari luar” (Dalyono, 2005: 55).
            Dalam bukunya Ngalim Purwanto, Sartain mengatakan bahwa motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive). Tujuan adalah yang membatasi/menentukan tingkah laku organisme itu (Ngalim Purwanto, 2007 : 61).
            Dengan demikian motivasi dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan untuk terjadinya percepatan dalam mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara khusus.          Belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respon utama, dengan sarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah laku baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau oleh adanya perubahan sementara oleh suatu hal (Nasution, dkk: 1992: 3).
            Belajar adalah suatu proses yamg ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan dalam diri seseorang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu (Sudjana,2002 :280).
            Djamarah mengemukakan bahwa belajar adalah “suatu aktifitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari” (Djamarah,1991:19-21).
            Sedangkan menurut Slameto belajar adalah ”merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” (Slameto, 2003 : 2).
            Belajar merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk mendapat dari bahan yang dipelajari dan adanya perubahan dalam diri seseorang baik itu pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dan tingkah lakunya.
Motivasi belajar merupakan sesuatu keadaan yang terdapat pada diri seseorang individu dimana ada suatu dorongan untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan.

A.    Jenis-jenis Motivasi Belajar
Berbicara tentang jenis dan macam motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Sardiman mengatakan bahwa motivasi itu sangat bervariasi yaitu:
a.    Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya
·       Motif-motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir
·       Motif-motif yang dipelajari artinya motif yang timbul karena dipelajari.
b.   Motivasi menurut pembagiaan dari woodworth dan marquis dalam sardiman:
·       Motif atau kebutuhan organismisalnya, kebutuhan minum, makan, bernafas, seksual, dan lain-lain.
·       Motof-motif darurat misalnya, menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, dan sebagainya.
·       Motif-motif objektif
c.    Motivasi jasmani dan rohani
·       Motivasi jasmani, seperti, rileks, insting otomatis, napas dan sebagainya.
·       Motivasi rohani, seperti kemauan atau minat.
d.   Motivasi intrisik dan ekstrinsik
·       Motivasi instrisik adalah motif-motif yang terjadi aktif atau berfungsi tidak perlu diransang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
·       Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya peransang dari luar. (Sardiman, 1996: 90).
Pendapat lain mengemukakan bahwa dua jenis motivasi yaitu sebagai berikut:
“Motivasi primer, adalah motivasi yang didasarkan atas motif-motif dasar. Motivasi skunder, adalah yang dipelajari” (Dimyanti dan Mudjiono, 1999:88).
            Adanya berbagai jenis motivasi di atas, memberikan suatu gambaran tentang motif-motif yang ada pada setiap individu. Adapun motivasi yang berkaitan dengan mata pelajaran bahasa arab adalah motivasi ekstrinsik, dimana motivasi ini membutuhkan ransangan atau dorongan dari luar misalnya, media, baik media visual, audio, maupun audio visual serta buku-buku yang dapat menimbulkan dan memberikan inspirasi dan ransangan dalam belajar.
            Adapun bentuk motivasi yang sering dilakukan disekolah adalah memberi angka, hadiah, pujian, gerakan tubuh, memberi tugas, memberi ulangan, mengetahui hasil, dan hukuman. (Djmarah dan zain, 2002 : 168). Dari kutipan di atas, maka penulis dapat menjelaskan hal tersebut sebagai berikut:
a)    Memberi angka
Memberikan angka (nilai) artinya adalah sebagai satu simbol dari hasil aktifitas anak didik. Dalam memberi angka (nilai) ini, semua anak didik mendapatkan hasil aktifitas yang  bervariasi. Pemberian angka kepada  anak didik diharapkan dapat memberikan dorongan atau motivasi agar hasilnya dapat lebih ditingkatkan lagi.
b)    Hadiah
Maksudnya adalah suatu pemberian berupa kenang-kenangan kepada anak didik yang berprestasi. Hadiah ini akan dapat menambah atau meningkatkan semangat (motivasi) belajar siswa karena akan diangap sebagai suatu penghargaan yang sangat berharga bagi siswa.

c)    Pujian
Memberikan pujian terhadap hasil kerja anak didik adalah sesuatu yang diharapkan oleh setiap individu. Adanya pujian berarti adanya suatu perhatian yang diberikan kepada siswa, sehingga semangat bersaing siswa untuk belajar akan tinggi.
d)    Gerakan tubuh
Gerakan tubuh artinya mimik, parah, wajah, gerakan tangan, gerakan kepala, yang membuat suatu perhatian terhadap pelajaran yang disampaikan oleh guru. Gerakan tubuh saat memberikan suatu respon dari siswa artinya siswa didalam menyimak suatu materi pelajaran lebih mudah dan gampang.
e)    Memberi tugas
Tugas merupakan suatu pekerjaan yang menuntut untuk segera diselesaikan. Pemberian tugas kepada siswa akan memberikan suatu dorongan dan motivasi kepada anak didik untuk memperhatikan segala isi pelajaran yang disampaikan.
f)    Memberikan ulangan
Ulangan adalah strategi yang paling penting untuk menguji hasil pengajaran  dan juga memberikan motivasi belajar kepada siswa untuk mengulangi pelajaran yang telah disampaikan dan diberikan oleh guru.
g)    Mengetahui hasil
Rasa ingin tahu siswa kepada sesuatu yang belum diketahui adalah suatu sifat yang ada pada setiap manusia. Dalam hal ini siswa berhak mengetahui hasil pekerjaan yang dilakukannya.
h)    Hukuman
Dalam proses belajar mengajar, memberikan sanksi kepada siswa yang melakukan kesalahan adalah hal yang harus dilakukan untuk menarik dan meningkatkan perhatian siswa. Misalnya memberikan pertanyaan kepada siswa yang bersangkutan.




B.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Dalam aktifitas belajar, seorang individu membutuhkan suatu dorongan atau motivasi sehingga sesuatu yang diinginkan dapat tercapai, dalam hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar antara lain:
a.    Faktor individual
Seperti; kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
b.    Faktor sosial
Seperti; keluaga atau keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat dalam belajar, dan motivasi sosial ( Purwanto, 2002 : 102)Dalam pendapat lain, faktor lain yang dapat mempengaruhi belajar yakni:
c.    Faktor-faktor intern
·      Faktor jasmaniah
1.     Faktor kesehatan
2.     Faktor cacat tubuh
·      Faktor fhsikologis
1.Intelegensi
2.Minat dan motivasi
3.Perhatian dan bakat
4.Kematangan dan kesiapan
d. Faktor ekstern
·       Faktor keluarga
1.Cara orang tua mendidik
2.Relasi antara anggota keluarga
3.Suasana rumah
4.Keadaan gedung dan metode belajar
e.    Faktor sekolah
·       Metode mengajar dan kurikulum
·       Relasi guru dan siswa
·       Disiplin sekolah
·       Alat pengajaran dan waktu sekolah
·       Keadaan gedung dan metode belajar
·       Standar pelajaran di atas ukuran dan tugas rumah
f.     Faktor masyarakat
·       Kegiatan siswa dalam masyarakat
·       Mass media dan teman bergaul
·       Bentuk kehidupan masyarakat
(Slameto, 1997 :71)
Adanya berbagai faktor yang mempengaruhi belajar siswa di atas, peneliti dapat memahami bahwa adanya faktor tersebut dapat memberikan suatu kejelasan tentang proses belajar yang dipahami oleh siswa.
Terkait dengan hal yang tersebut di atas, maka Dimyanti dan Mudjiono mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain:
1.      Cita-cita / aspirasi siswa
2.      Kemampuan siswa
3.      Kondisi siswa dan lingkungan
4.      Unsur-unsur dinamis dalam belajar
5.      Upaya guru dalam membelajarkan siswa.
(Dimyati dan Mudjiono, 1999 : 100)
Adapun penjelasan faktor tersebut adalah:
·       Cita-cita / aspirasi
Cita-cita merupakan satu kata tertanam dalam jiwa seorang individu. Cita-cita merupakan angan-angan yang ada di imajinasi seorang individu, dimana cita-cita tersebut dapat dicapai akan memberikan suatu kemungkinan tersendiri pada individu tersebut. Adanya cita-cita juga diiringi oleh perkembangan dan pertumbuhan keperibadian individu yang akan menimbulkan motivasi yang besar untuk meraih cita-cita atau kegiatan yang diinginkan.
·       Kemampuan siswa
Kemampuan dan kecakapan setiap individu akan memperkuat adanya motivasi. kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan membaca, memahami sehingga dorongan yang ada pada diri individu akan makin tinggi.
·      Kondisi siswa dan lingkungan
Kondisis siwa adalah kondisi rohani dan jasmani. Apabila kondisi stabil dan sehat maka motivasi siswa akan bertambah dan prestasinya akan meningkat. Begitu juga  dengan kondisi lingkungan siswa (keluarga dan masyarakat) mendukung, maka motivasi pasti ada dan tidak akan menghilang.
·      Unsur dinamis dan pengajaran
Dinamis artinya seorang individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, tempat dimana seorang individu akan memperoleh pengalaman.
·      Upaya guru dalam pengajaran siswa
            Guru adalah seorang sosok yang dikagumi dan insan yangt mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan. Seorang guru dituntut untuk profesional dan memiliki keterampilan
            Dalam suatu kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan tidak terlepas adanya fungsi dan kegunaan. Motivasi dalam belajar yang merupakan suatu dorongan memiliki fungsi, yang dikemukakan oleh seorang ahli yaitu:
·       Mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak. Motif untuk berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor penggerak melepaskan energi.
·       Menentukan arah perbuatan yaitu petunjuk suatu tujuan yang hendak dicapai
·       Menyelesaikan perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang akan dikerjakan ynag serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
(Purwanto, 2002 : 70).
            Disamping itu ada juga fungsi lain dari motivasi yaitu “motivasi adalah sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi” (Sardiman, 2001 : 83). Jelaslah bahwa fungsi motivasi itu memberikan suatu nilai atau itensitas tersendiri dari seorang siswa dalam meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajarnya.

DAFTAR PUSTAKA


Crain, William C.1985. Theories of Development (edisi ke-2Rev Ed). Prentice-Hall. ISBN 0-13-913617-7.
Daradjat, Zakiah. 2003. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta:Bulan Bintang.
Hartinah, Siti. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Refika Aditama.
Hartono, A., dan Sunanro. 1995. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Hurlock, Elizabeth, B. 1993.Perkembangan Anak. Jakarta:Erlangga.
Hurlock, Elizabeth, B. 2006. Psikologi Perkembangan. Jakarta:Erlangga
Jalaluddin, Dr. 1997. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kusdwiratri.1983. Teori Perkembangan Kognitif. Bandung: Fakultas Psikologi Unpad.
Lindgren, Henry Clay. 1980. Educational Psychology in The Classroom (6 edition). New York : Oxfor University Press.
Makmun, Abin Syamsuddin. 2007. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda.
Mappiare, Andi.1982.Psikologi Remaja.Surabaya:Usaha Nasional.
Mohammad. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: C. V. Ilmu.
Monks, F.J Konoeks, AMP., Haditono, SR. 2000. Psikologi Perkembangan Dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mulyani, S. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka.
Oxendine, Joseph B. 1984. Psychology Of Motor Learning. New Jersey : Prentice Hall Inc.
Poerwati, E., dan Nurwidodo. 2000. Perkembangan Peserta Didik. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta.
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Padang: Ghalia Indonesia.
Santrock. 2003. Life Span Development. Boston: McGraww Hill College.
Santoso, Slamet. 2006. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia Surya.
Sugiyo. 2005. Komunikasi Antar Pribadi. Semarang: Unnes Press.
Supartini, Yupi, S.Kp, msc. 2002. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Supriyo dan Mulawarman. 2006. Ketrampilan Dasar Konseling. Semarang : UNNES Press.
Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Penerbit Rajawali.
Wibowo, Mungin Eddy. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang : UNNES Press.
Syamsudin,dkk. 2004. Buku Pegangan Kuliah (BPK PPKM) Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: FIP UNY.
Wirawan. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Press.
Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Wolfolk, A.E and Nicolich, L.M. 1984. Educational Psychology for Teachers. New Jersey : Prentice Hall Inc.
Zulkifli. L, Drs. 2001. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Website :
www.anakciremai.blogspot.com/2008/07/makalah-psikologi-tentang-fisik-remaja.html
www.belajarpsikologi.com/tugas-perkembangan-remaja/
www.community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_9063/title_pengertian-individu (diakses 22 Agustus 2011)
www.faculty.plts.edu/gpence/html/kohlberg.htm.
www.faizperjuangan.wordpress.com/2008/02/12/problem-problem-perkembangan-sosial-pada-setiap-periode-perkembangan-sebuah-tugas-kuliah/
www.kristiono.wordpress.com/2008/04/23/perkembangan-psikologi-remaja/
www.laely-widjajati.blogspot.com/2009/12/remaja-dan-problematika.html
www.muniryusuf.com/search/aspek-perkembangan-individu (diakses 22 Agustus 2011)
www.nuraelpidia.student.umm.ac.id/2010/01/29/perkembangan-remaja/
www.nyit-pertumbuhandanperkembangananak.blogspot.com/
www.pengantarpendidikan.files.wordpress.com/2011/02/karakteristik-dan-perbedaan-individu-dalam-perkembangan-peserta.pdf (diakses pada 22 Agustus 2011)
www.seputarduniaanak.blogspot.com/2009/11/tahap-tahap-pertumbuhan-dan.html
www.sofia-psy.staff.ugm.ac.id/files/remaja_dan_permasalahannya.doc.
www.tumbuhkembanganak.edublogs.org/2008/05/26/pertumbuhan-fisik-kesehatan-remaja/
www.valmband.multiply.com/journal/item/12/www.go-learning.org/go-article/119-twelve-basic-principles-of-child-development.html

No comments:

Post a Comment