BAB I
INDIVIDU
A.
Pengertian Individu
Individu berasal dari kata latin, “individuum” yang artinya tak
terbagi. Kata individu merupakan sebutan yang dapat untuk menyatakan suatu
kesatuan yang paling kecil dan terbatas.
Kata
individu bukan berarti manusia sebagai
keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas
yaitu sebagai manusia perseorangan. (Dr. A. Lysen)
Dalam kamus Echols & Shadaly (1975), individu adalah kata benda dari
individual yang berarti orang, perseorangan, dan oknum.
Individu
berarti tidak dapat dibagi (undivided) dan tidak dapat dipisahkan.
Keberadaannya sebagai mahluk yang pilah, tunggal, dan khas. Seseorang berbeda
dengan ornag lain karena ciri-cirinya yang khusus tersebut. (Webster’s:743)
Individu
menurut konsep Sosiologis berarti manusia yang hidup berdiri sendiri. Individu
sebagai mahkluk ciptaan Tuhan di dalam dirinya selalu dilengkapi oleh
kelengkapan hidup yang meliputi raga, rasa, rasio, dan rukun.
- Raga, merupakan bentuk jasad manusia yang khas yang dapat membedakan antara individu yang satu dengan yang lain, sekalipun dengan hakikat yang sama.
- Rasa, merupakan perasaan manusia yang dapat menangkap objek gerakan dari benda-benda isi alam semesta atau perasaan yang menyangkut dengan keindahan
- Rasio atau akal pikiran, merupakan kelengkapan manusia untuk mengembangkan diri, mengatasi segala sesuatu yang diperlukan dalam diri tiap manusia dan merupakan alat untuk mencerna apa yang diterima oleh panca indera.
- Rukun atau pergaulan hidup, merupakan bentuk sosialisasi dengan manusia dan hidup berdampingan satu sama lain secara harmonis, damai dan saling melengkapi. Rukun inilah yang dapat membantu manusia untuk membentuk suatu kelompok social yang sering disebut masyarakat.
B. Karakteristik Individu
Setiap
individu mempunyai ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity)
dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan; karakteristik bawaan
merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang
menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Pada masa lalu,
terdapat keyakinan serta kepribadian terbawa pembawaan (heredity) dan
lingkungan. Hal tersebut merupakan dua faktor yang terbentuk karena faktor yang
terpisah, masing-masing mempengaruhi kepribadian dan kemampuan individu bawaan
dan lingkungan dengan caranya sendiri-sendiri. Akan tetapi, makin disadari
bahwa apa yang dirsakan oleh banyak anak, remaja, atau dewasa merupakan hasil
dari perpaduan antara apa yang ada di antara faktor-faktor biologis yang
diturunkan dan pengaruh lingkugan.
Natur
dan nurture merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan
karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional
pada setiap tingkat perkembangan. Sejauh mana seseorang dilahirkan menjadi
seorang individu ata sejauh mana seseorang dipengaruhi subjek penelitian dan
diskusi. Karakteristik yang berkaitan dengan perkembangan faktor biologis
cenderung lebih bersifat tetap, sedangkan karakteristik yang berkaitan dengan
sosial psikologis lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Mathiue & Zajac, (1990) menyatakan bahwa, .Karakteristik
personal(individu) mencakup usia, jenis kelamin, masa kerja, tingkat
pendidikan, suku bangsa, dan kepribadian. Robbins (2006) menyatakan bahwa,
.Faktor-faktor yang mudah didefinisikandan tersedia, data yang dapat diperoleh
sebagian besar dari informasi yang tersedia dalam berkas personalia seorang
pegawai mengemukakan.
Siagian (2008) menyatakan bahwa, .Karakteristik biografikal
(individu) dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah
tanggungan dan masa kerja.
Menurut Morrow menyatakan bahwa, komitmen organisasi dipengaruhi
oleh karakter personal (individu) yang mencakup usia, masa kerja, pendidikan
dan jenis kelamin (Prayitno, 2005).
C.
Karakteristik Perbedaannya Individu
a.
Perbedaan kognitif
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang
berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan tenologi. Setiap orang
memiliki persepsi tentang hasil pengamatan atau penyerapan atas suatu obyek.
Berarti ia menguasai segala sesuatu yang diketahui, dalam arti pada dirinya
terbentuk suatu persepsi, dan pengetahuan itu diorganisasikan secara sistematik
untuk menjadi miliknya.
b.
Perbedaan kecakapan bahasa
Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang
sangat penting dalam kehidupan. Kemampuan tiap individu dalam berbahasa
berbeda-beda. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk
menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh
makna, logis dan sistematis. Kemampuan berbaha sangat dipengaruhi oleh faktor
kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik (organ bicara).
c.
Perbedaan kecakapan motorik
Kecakapan motorik atau kemampuan psiko-motorik
merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi gerakan syarat motorik yang
dilakukan oleh syaraf pusat untuk melakukan kegiatan.
d.
Perbedaan Latar Belakang
Perbedaaan latar belakang dan pengalaman mereka
masing-masing dapat memperlancar atau menghambat prestasinya, terlepas dari
potensi individu untuk menguasai bahan.
e.
Perbedaan bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak
lahir. Kemampuan tersebut akan berkembang dengan baik apabila mendapatkan
rangsangan dan pemupukan secara tepat sebaliknya bakat tidak berkembang sama,
manakala lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang, dalam arti tidak
ada rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.
f.
Perbedaan kesiapan belajar
Perbedaan latar belakang, yang mliputi perbedaan
sisio-ekonomi sosio cultural, amat penting artinya bagi perkembangan anak.
Akibatnya anak-anak pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat
kesiapan yang sama dalam menerima pengaruh dari luar yang lebih luas.
D. Faktor-faktor Karakteristik Individu
Ada beberapa faktor dari
karakteristik individu, antara lain:
a. Usia
Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984) menyatakan bahwa, .Usia (umur) adalah
lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Individu yang
berusia lebih tua cenderung lebih mempunyai rasa keterikatan atau komitmen pada
organisasi dibandingkan dengan yang berusia muda sehingga meningkatkan
loyalitas individu pada kegiatan dan aktivitasnya. Hal ini bukan saja
disebabkan karena lebih lama tinggal di masyarakat, tetapi dengan usia tuanya
tersebut, makin sedikit kesempatan individu untuk menemukan masyarakat atau
organisasi lainnya.
b. Jenis Kelamin
Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, manusia dibedakan menurut
jenis kelaminnya yaitu pria dan wanita.
c. Status Perkawinan
Status perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
dengan status itu pula tiap individu pria dan wanita tersebut
mempunyai tanggung jawab, kewajiban yang berbeda dengan aktivitasnya sebelum
menikah.
d. Masa Kerja
Menurut Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991)
menyatakan bahwa, masa kerja (lama bekerja) merupakan pengalaman individu yang
akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1984). Pengalaman kerja
didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh
individu ketika mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masa kerja
yang lama akan cenderung membuat seorang individu lebih merasa betah dalam
suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan
lingkungannya yang cukup lama.
E. Aspek Perkembangan Individu
Perkembangan-perkembangna dasar atau esensi dari
lingkungan belajar-mengajar yang sehat adalah suasana belajar yang secara nyata
dapat menumbuhkan munculnya perasaan yang terdapat antara siswa dan guru di
dalam kelas. Perasaan-perasaan yang mendasari transaksi belajar mengajar
tersebut tergantung pada peran guru dalam menciptakan situasi belajar yang
kondusif dan sehat adalah situasi belajar yang dapat menumbuhkan perasaan dekat
antara guru dan anak, merasa saling membutuhkan, saling menghargai, dan
sebagainya.
Dengan perasaan salaing memperhatikan yang terdapat antara guru dan
anak dalam proses belajar mengajar, sikap guru yang merupakan cerminan perasaan
yang melandasi transaksi belajar mengajar diantaranya adalah:
a.
Penerimaan (acceptance) Sikap
ini meliputi pengenalan dan pengakuan terhadap berbagai kemampuan dan
keterbatasan mental, emosi, fisik, dan sosial yang dimiliki anak.
b.
Rasa aman Rasa ini merupakan
kebutuhan dasar manusia yang perlu memperoleh pemenuhan sehingga dalam proses
belajar mengajar diperlukan pula adanya rasa disayangi dan diterima oleh
kelompok dan guru.
c.
Pemahaman akan adanya individualitas (differences) Pemahaman pendidik bahwa tidak ada
manusia yang sama serta perilaku siswa selalu bersifat unik menjadikan
diperlukan kesabaran dalam menghadapi berbagai perilaku anak.
F. Memahami Perbedaan Individu
Tugas utama guru adalah mengajar dan dalam proses
pembelajaran yang dihadapi adalah anak manusia yang bersifat “unik”. Kata unik
mengandung berbagai pengertian. Pengertian pertama adalah unik dapat dimaknai
bahwa tidak ada manusia yang sama, dalam pengertian bahwa manusia yang satu
pasti berbeda dengan yang lain. Pengertian unik yang kedua adalah bahwa kondisi
manusia itu sendiri bersifat tidak menetap. Pengertian yang ketiga bahwa setiap
tahapan perkembangan menusia mempunyai ciri khusus yang bereda dengan
perkembangan yang lain sehingga untuk dapat memberikan stimulasi dan
mengarahkan pembentukan perilaku anak perlu pula diketahui ciri khusus dari
setiap tahapan perkembangan tersebut, agar dapat menghadapi dan melayani anak
secara tepat.
Secara umum, perbedaan individual yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan pengajaran dikelas adalah faktor-faktor yang
menyangkut kesiapan anak untuk menerima pengajaran karena perbedaan tersebut
akan menentukan sistem pendidikan secara keseluruhan. Perbedaan-perbedaan
tersebut harus diselesaikan dengan pendekatan individualnya juga, tetapi tetap
disadari bahwa pendidikan tidak semata-mata bertujuan untuk mengembangkan
individu sebagai individu, tetapi juga dalam kaitannya dengan pola kehidupan
masyarakat yang bervariasi.
Dari ulasan tersebut, nampak bahwa mempelajari berbagai aspek
psikologis anak sangat membantu keberhasilan proses pengajaran karena dengan
memahami berbagai faktor yang merupakan kondisi awal anak, akan menjadi alat
bantu yang penting bagi penyelenggara pendidikan dalam mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan. Berbagai macam kegiatan dalam proses
pendidikan yang memerlukan pemahaman terhadap peserta didik, diantaranya adalah
perencanaan pendidikan, pemilihan alat dan sumber belajar, pemilihan materi,
interaksi belajar mengajar, pemberian motivasi, layanan bimbingan penyuluhan
dan berbagai faktor lain.
Tugas tersebut bukanlah merupakan pekerjaan yang sederhana, tetapi
memerlukan ketelatenan dan dedikasi yang tinggi untuk dapat selalu memahami
anak, menyesuaikan penyesuaian tersebut dalam cara mengajar dan dalam
pengambilan keputusan. Apapun hambatan yang dialami di lapangan dan
bagaimanapun sulitnya memahami setiap individu siswanya merupakan tugas guru
sebagai tenaga pengajar untuk terus melakukan usaha, agar proses pengajaran
dapat membuahkan hasil yang maksimal.
BAB II
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
A.
Pertumbuhan dan
Perkembangan menurut ahli
1.
Kartini Kartono mendefinisikan
pengertian pertumbuhan dan perkembangan sebagai perubahan secara fisiologis,
sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung
secara normal pada anak yang sehat, dalam passage (peredaran waktu) tertentu. Dan perkembangan
didefinisikan sebagai perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi psikid dan fisik pada anak.
2. Whale
dan Wong (2000) mengemukakan pertumbuhan seebagai suatu peningkatan jumlah dan
ukuran, sedangkan perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi
secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi
dan kompleks melalui proses naturalisasi dan pembelajaran. Jadi, pertumbuhan
berhubungan dengan perubahan pada kuantitas yang maknanya terjadi pada jumlah
dan ukuran sel tubuh yang ditunjukkan dengan dengan adanya peningkatan ukuran
dan berat seluruh bagian tubuh.
3. Marlow
(1988) mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu ukuran peningkatan ukuran tubuh
yangdapat diukur dengan meter atau sentimeter untuk tinggi badan dan klilogram
ataui gram untuk berat badan. Pertumbuhan ini dihasilkan poleh adanya
pembelahan sel dan sintesis protein dan setiap anak mempunyai potensi gen yang
berbeda untuk tumbuh. Marlow mendefinisikan perkembangan sebagai peningkatan
keterampilan dan kapasitas anak untuk berfungsi secara bertahap dan
terus-menerus.
4.
Crow and Crow berpendapat bahwa
pertumbuhan pada umumnya terbatas pengertiannya pada perubahan-perubahan
struktural dan fifiologis. Sedangkan perkembangan bersangkutan erat dengan baik
pertumbuhan maupun potensi-potensi dari tingkah laku yang sensitif terhadap
rangsangan-rangsangan lingkungan.
5.
Karl C. Garrison meskipun tidak
secara eksplisit menunjukkan perbedaan kedua istilah tersebut, akan tetapi
tersirat juga dalam bahasannya bahwa pertumbuhan menyangkut ada dan
bertambahnya sesuatu aspek tertentu, sedangkan perkembangan dikenakan
kekomplekan pada pertambahan itu.
6.
Witherington dalam bukunya yang
diterjemahkan oleh M. Bukhari men guraikan makna pertumbuhan sebgaai sutau
sifat umum dari seluruh organisme, seluruh persomalitas atau kepribadian.
Sedangkan perkembangan sebagai suatu bagian dari pertumbuhan menunjuk pada
perluasan fungsi-fungsi secara terperinci.
7. Sunarto berpendapat konsep pertumbuhan dan perkembangan
berlangsung secara interpendensisaling bergantung satu sama lain. Tidak bisa
dipisahkan tetapi bisa dibedakan untuk memperjelas penggunaannya.
8.
J.P Chaplin dalam
Dictionary-nya mengatakan perkembangan adalah tahap - tahap perubahan yang
progresif dan terjadi dalam rentang waktu kehidupan manusia dan organisme
lainnya, tanpa membedakan aspek -aspek yang terdapat dalam organismenya.
Pandangan tradisional terhadap
perkembangan lebih ditekankan pada:
1).
Kematangan, 2) pertumbuhan, 3) perubahan yg ekstream selama masa bayi –
anak-anak & remaja. Sementara perubahan selama masa dewasa & penurunan
pd usia lanjut kurang mendapat perhatian.
Pandangan kontemporer tentang perkembangan manusia menekankan pd
perkembangan rentang hidup (life-span), yakni perubahan yg terjadi
selama rentang kehidupan mulai dari konsepsi hingga meninggal.
Perkembangan itu adalah perubahan
yang terjadi pada aspek psikis setiap individu untuk menuju kearah yang lebih
sempurna dalam kurun waktu tertentu secara kontinyu untuk mendapatkan sesuatu
hal yang baru sepanjang hayat. Perkembangan tidaklah terbatas pada semakin
sempurna tetapi juga terkandung serangkaian perubahan secara terus menerus
secara pasti, melalui suatu tahap yang sederhana ke tahap berikutnya yang
semakin tinggi dan maju walaupun sulit diukur dengan alat ukur.
Contohnya: seorang anak kecil dalam usia belum
genap 1 tahun hanya bisa mengucapkan satu kata, dua kata karena mengalami
proses perkembangan otak, anak tersebut mulai bisa mengucapkan lebih dari satu
kata dan terus mengalami perubahan secara terus bertahap dengan pengucapan kata
yang lebih sempurna sesuai dengan perkembangan umurnya. Sehingga dapat
memperoleh sesuatu yang baru dari perkembangan sebelumnya.
Pertumbuhan adalah perubahan
yang terjadi pada fungsi - fungsi fisik dalam kurun waktu tertentu pada
individu yang dalam keadaan sehat. Dan biasanya pertumbuhan adalah
perubahan yang terjadi pada jasmani saja. Perubahan tersebut terjadi terus
menerus. Seperti tulang, tinggi badan, berat badan, jaringan syaraf dan lainnya
menjadi lebih sempurna. Pertumbuhan individu dapat diukur dengan alat pengukur.
Pertumbuhan merupakan perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan
dalam ukuran dan fungsi fisik yang murni.
Contohnya : seorang anak yang mengalami pertambahan
tinggi dan berat badan umpamanya pada masa bayi hanya beratnya 9 kg atau
tingginya 100 cm, karena mengalami pertumbuhan bisa menjadi 20 kg dan 130
cm,dll dan semuanya ini dapat diukur dengan alat ukur.
B.
Ciri Perkembangan:
1.
Seumur hidup (life-long) tidak ada periode usia yang mendominasi perkembangan.
2.
Multidimentional terdiri atas biologis, kognitif, sosial; bahkan dalam satu dimensi
terdapat banyak komponen. Misal: inteligensi meliputi inteligensi abstrak,
inteligensi non verbal, inteligensi sosial dsb.
3.
Multidirectional beberapa komponen dari suatu dimensi dapat meningkat dalam
pertumbuhan, sementara komponen lain menurun. Misal: orang dewasa tua dapat
semakin arif, tapi kecepatan memproses informasi lebih buruk.
4.
Lentur (plastis) bergantung pada kondisi kehidupan individu.
C.
Pertumbuhan dan
Perkembangan dari Fisik & Psikis
1.
Terjadi perubahan :
a.
Fisik: perubahan tinggi/berat
badan/organ-organ tubuh lain.
b.
Psikhis: bertambahnya
perbendaharaan kata – matangnya kemampuan berpikir-mengingat dan menggunakan
imajinasi kreatifnya.
2.
Perubahan dlm proporsi
a.
Fisik: proporsi tubuh berubah
sesuai dengan fase perkembangannya.
b.
Psikis : perubahan imajinasi
dari fantasi pada realitas, perhatiannya dari dirinya sendiri pada orang lain
atau kelompok teman sebaya.
3.
Lenyapnya tanda-tanda lama
a.
Fisik : lenyapnya kelenjar
thymus (kelenjar kanak kanak) yang terletak pada bagian dada, kelenjar pineal
pada bagian bawah otak , gigi susu & rambut2 halus.
b.
Psikhis: masa mengoceh, meraba,
gerak gerik kanak kanak, merangkak, perilaku impulsive (dorongan untuk
bertindak sebelum berpikir)
4.
Diperoleh tanda tanda baru
a.
Fisik: pergantian gigi,
karakteristik seks pd usia remaja (sekunder : perubahan anggota tubuh) &
(primer : menstruasi/mimpi basah)
b. Psikis: rasa ingin tahu terutama yg berhubungan dng ilmu
pengetahuan, seks, nilai moral,keyakinan beragama.
D. Faktor
Yang Memengaruhi Pertumbuhan Dan Perkembangan
Setiap individu
berbeda dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya karena pertumbuhan dan
perkembangan anak dipengaruhi oleh beberapa factor baik secara herediter maupun
lingkungan (Wong, 2000). Faktor tersebut adalah faktor herediter, lingkungan,
dan internal.
a. Faktor
Herediter
Faktor pertumbuhan yang dapat diturunkan
(herediter) adalah jenis kelamin, ras, dan kebangsaan (Marlow, 1988). Jenis
kelamin ditentukan sejak awal dalam kandungan (fase konsepsi) dan setelah
lahir, anak laki laki cenderung lebih tinggi daripada anak perempuan. Hal ini
bertahan sampai usia tertentu karena anak perempuan biasanya lebih awal
mengalami pubertas, sehingga pada usia tersebut, anak perempuan lebih tinggi
dan besar. Akan tetapi, begitu anak laki laki memasuki masa pubertas, mereka
akan berubah lebih tinggi dan besar daripada anak perempuan. Rasa atau suku bangsa
dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Beberapa suku bangsa
menunjukkan karakteristik yang khas, misalnya Suku Asmat Irian Jaya secara
turun temurun berkulit hitam. Demikian juga kebangsaan tertentu menunjukkan
karakteristik tertentun seperti bangsa Asia cenderung pendek dan kecil,
sedangkan bangsa Eropa dan Amerika cenderung berkulit putih, tinggi, dan
berbadan besar.
b.
Faktor Lingkungan
Faktor
lingkungan yang dapa memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah
lingkungan prenatal, lingkungan eksternal, dan lingkungan internal anak.
·
Lingkungan Pranatal
Lingkungan di dalam
uterus sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan fetus, terutama karena
ada selaput yang menyelimuti dan melindungi fetus dari lingkungan luar.
Beberapa kondisi lingkungan dalam uterus yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan janin adalah gangguan nutrisi karena ibu kurang mendapat gizi
adekuat baik secara kualitas maupun kuantitas. Intinya, apa yang dialami ibu
akan berdampak pada kondisi pertumbuhan dan perkembangan fetus.
·
Pengaruh Budaya
Lingkungan
Budaay
keluarga atau masyarakat anan memengaruhi bagaimana mereka memersepsikan dan
memahami kesehatan serta berperilaku hidup sehat. Pola perilaku ibu yang sedang
hamil dipengaruhi oleh budaya yang dianutnya, misalnya ada beberapa larangan
untuk makanan tertentu padahal zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan
janin. Begitu juga keyakinan untuk melahirkan dengan meminta pertolongan
petugas kesehatan di sarana kesehatan atau tetap memilih dukun beranak, dilan
dasi oleh nilai budaya yang dimiliki. Setelah anak lahir, dia dibesarkan dengan
pola asuh keluarga yang juga dilandasi oleh nilai budaya yang ada di
masyarakat. Anak yang dibesarkan dilingkungan petani akan mempunyai pola
kebiasaan atau norma yang berbedadengan mereka yang dibesarkan di kota besar
seperti metropolitan Jakarta.
·
Status sosial dan
ekonomi keluarga
Anak
yang berada dan dibesarkan dalam ekonomi keluarga yang social ekonominya
rendah, bahkan punya banyak keterbatasan untuk member makanan bergizi, membayar
biaya pendidikan, dan memenuhi kebutuha primer lainnya, tentunya keluarga akan
mendapat kesulitan untuk membantu anak mencapai tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak yang optimal sesuai dengan tahapan usianya. Keluarga dengan
latar belakang pendidikan rendah juga sering kali tidak dapat, tidak mau, atau
tidak meyakini pentingnya penggunaan
fasilitas kesehatan yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anaknya,
misalnya pentingnya imunisasi.
c. Faktor
Internal
Faktor internal berdasarkan pada sasuatu yang ada dalam
diri anak, bawaan sejak lahir, bawaan ras, gen, dan faktor cara merawat ibu
saat bayi sejak di dalam kandungan.
E. Proses-Proses
Perkembangan
Proses-proses
perkembangan neniliki keterkaitan langsung dengan kegiatan belajar anak, yang
meliputi:
1.
Perkembangan motor (motor
development), yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan
dengan perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak (motor sklills);
2.
Perkembangan kognitif (cognitive
development), yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses
perkembangan kemampuan / kecerdasan otak anak;
3.
Perkembangan sosial dan moral (social
and moral development), yakni proses perkembangan mental yang berhubungan
dengan perubahan-perubahan cara anak dalam berkomunikasi dengan obyek atau
orang lai, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
F. Hukum
Tumbuh Kembang
1. Pertumbuhan
adalah kuantitatif serta kualitatif. Pertumbuhan mencakup dua aspek perubahan,
yaitu perubahan kuantitatif dan perubahan kualitatif. Perubahan kuantitatif yang
meliputi perbanyakan sel-sel, penambahan gigi, rambut, pembesaran material
jasmaniah. Sedangkan perubahan kualitatif dapat menyebabkan adanya perubahan
emosional. Perubahan ini menumbuhkan kepribadian manusia, dan menumbuhkan
kapasitas intelektual untuk melakukan sesuatu.
2. Pertumbuhan
merupakan proses yang berkesinambungan dan teratur karena dimulai dari keadaan
sederhana menuju ke keadaan yang kompleks .
3. Tempo
pertumbuhan adalah tidak sama. Sequence atau urutan pertumbuhan tidak bergerak
dalam waktu yang konstan .
4. Taraf
perkembangan berbagai aspek pertumbuhan adalah berbeda-beda. Pada suatu ketika
perkembangan bahasa anak mengalami kelambatan akibat adanya perkembangan pesat
pada fungsi-fungsi jasmaniahnya.
G. Periode-Periode
Perkembangan
Periode-periode perkembangan menurut para ahli
digolongkan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Periode-periode berdasarkan
biologis (Menurut Aristoteles):
Fase I: usia 0-7 masa anakkecil, masa bermain.
Fase II: usia 7-14 masa anak, masa belajar atau masa sekolah rendah.
Fase III: usia 14-21 masa remaja atau pubertas, peralihan anak menjadi dewasa.
Fase I: usia 0-7 masa anakkecil, masa bermain.
Fase II: usia 7-14 masa anak, masa belajar atau masa sekolah rendah.
Fase III: usia 14-21 masa remaja atau pubertas, peralihan anak menjadi dewasa.
2. Periode-periode berdasarkan
didaktis (Menurut Comenius):
Usia 0-6 tahun disebut Scola materna (sekolah ibu).
Usia 6-12 disebut Scola Vernacula (sekolah bahasa ibu).
Usia 12-18 disebut Scola Latina (sekolah latin).
Usia 18-24 disebut Academia (akademi).
Usia 0-6 tahun disebut Scola materna (sekolah ibu).
Usia 6-12 disebut Scola Vernacula (sekolah bahasa ibu).
Usia 12-18 disebut Scola Latina (sekolah latin).
Usia 18-24 disebut Academia (akademi).
3. Periode-Periode berdasarkan
Psikologis (Menurut Khontamm,1950):
Usia 0-2 disebut masa vital.
Usia 2-7 disebut masa estetis.
Usia 7-13/14 disebut masa intelektual.
Usia 13/14 - 20/21 disebut masa sosial.
Usia 0-2 disebut masa vital.
Usia 2-7 disebut masa estetis.
Usia 7-13/14 disebut masa intelektual.
Usia 13/14 - 20/21 disebut masa sosial.
H. Fase dan tugas perkembangan bisa di bagi menjadi 6 tahap
1. Masa prenatal. Yaitu masa sebelum lahir
dan masih berada dalam perut ibu selama 9 bulan.
2. Masa bayi. Yaitu masa yang masih
tergantung atau membutuhkan bantuan dari orang tuanya terutama ibu. Dan masih
terjadi proses belajar menggerakkan kemampuan tubuhnya.
3. Masa anak – anak. Masa yang terjadi saat
anak mulai bersosialisasi dengan lingkungan dan bermain bersama teman
sebayanya. Dan mereka masih melihat sesuatu dari objeknya.
4. Masa remaja. Masa ini adalah masa
transisi menuju kedewasaan, anak sudah mampu berfikir secara sadar dan sudah
nalar dengan apa yang ada dalam kehidupannya. Sudah mampu menyelesaikan
masalahnya sendiri dan menentukan jalan hidup selanjutnya yang sudah dapat
ditentukan oleh dirinya sendiri.
5. Masa dewasa. Masa yang membentuk proses
pendewasaan untuk menjalani masa yang baru. Di sini anak akan menghadapi proses
perkawinan dan mempunyai keluarga yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Dan
sudah mulai tidak tergantung pada orang tuanya.
6. Masa tua. Masa yang sudah pada fase
penurunan. Di sini individu akan mengalami penurunan dari segala hal psikis dan
jasmaninya. Dan merupakan masa terakhir dari suatu perkembangan anak.
I.
Tugas-Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan adalah sesuatu tugas yang
timbul pada periode tertentu dalam kehidupan seseorang.
1. Teori dorongan (motivasi) àdikemukakan Morgan, bahwa segenap tingkah laku distimulir dari
dalam. Bahwa motivasi adalah merupakan dorongan keinginan sekaligus sebagai
sumberdaya penggerak melakukan sesuatu yang berasal dari dalam dirinya.
2. Teori dinamisme à
mengatakan bahwa di dalam organisme yang hidup itu selalu ada usaha yang
positif ia akan selalu mencari pengalaman-pengalaman baru.
Perkembangan
dilukiskan sebagai suatu proses membawa seseorang kepada suatu organisasi
tingkah laku yang tinggi. Havighurst mengemukakan
mengenai tugas-tugas perkembangan (Develompment Tasks), yaitu tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar
suatu periode tertentu kehidupan.
Tujuan tugas perkembangan, antara lain:
1.
Petunjuk bagi
individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat pada usia tertentu.
2.
Dalam memberi
motivasi setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh
kelompok sosial pada sia tertentu sepanjang hidup mereka.
3.
Menunjukkan kepada
setiap individu tentang apa yang akan mereka hadapi dan tindakan apa yang
diharapkan dari mereka kalau sampai pada tingkat perkembangan selanjutnya.
Tugas-tugas perkembangan dari bayio hingga masa tua, antara lain:
1.
Masa bayi dan awal
masa kanak-kanak
· Belajar memakan makanan padat.
· Belajar berjalan.
· Belajar berbicara.
· Belajar mengendalikan pembuangan kotoran.
· Mempelajari perbedaan seks dan tata caranya.
· Mempersiapkan diri untuk membaca.
· Belajar membedakan benar dan salah, dan mulai mengembangkan hati nurani.
2.
Akhir masa kanak-kanak
· Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang
umum.
· Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang
tumbuh.
· Belajar meneysuaikan diri dengan teman-teman seusianya.
· Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.
· Mengembangkan keterampilan-keterampilan.
3.
Masa remaja
· Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria
maupun wanita.
· Mencapai peran sosial pria dan wanita.
· Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
· Mengharap dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
4. Awal masa dewasa-akhir
remaja
· Mulai bekerja.
· Memilih pasangan.
· Belajar hidup dengan tunangan.
· Mengelola rumah tangga.
· Mulai membina keluarga.
· Mengasuh anak.
5. Masa usia pertengahan
· Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara.
· Membantu anak-anak remaja untuk menjadi orang
dewasa yang bertanggung jawab, dan bahagia.
· Menghubungkan
diri sndiri dengan pasangan hidup sebagai suatu individu.
6. Masa tua
· Menyesuaikan
diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
· Menyesuaikan
diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga.
· Menyesuaikan
diri dengan kematian pasangan hidup.
· Membentuk
hubungan dengan orang-orang yang seusia.
J.
Prinsip Perkembangan
Prinsip perkembangan adalah suatu patokan dari kesamaan sifat dan
hakekat dalam perkembangan, yaitu :
a.
Perkembangan yang tidak terbatas
dalam arti menjadi besar tetapi bersifat saling berkesinambungan dan tidak
saling terlepas antara tahap satu dengan yang lainnya.
b.
Perkembangan menuju proses
perubahan yang akan menjadi nyata dan adanya perubahan pada satu aspek akan
mempengaruhi aspek yang lainnya. Karena manusia merupakan kesatuan dari
berbagai aspek.
c.
Perkembangan dimulai dari
respon yang sederhana menuju ke yang khusus.
d.
Setiap anak akan mengalami
tahap perkembangan secara berantai dan bersifat universal. Tiap perkembangan
akan bertahap dari satu tahap ke tahap berikutnya. Fase perkembangan memiliki
ciri dan sifat yang khas, sehingga ada masa tenang atau equilibrium yaitu anak
yang penurut dan mudah diatur. Menurut teori ini individu selalu mengatasi
kesulitannya berupa iritasi, frustasi, dan berikade pemenuhan kebutuhan.
e.
Perkembangan anak satu dengan
yang lain itu berbeda. Ada yang cepat, sedang dan lambat dari setiap anak itu
sendiri. Umpamanya perkembangan psikis dan jasmani seorang anak tidak dapat
disamakan. Walaupun dari anggota keluarga yang sama dan dari keturunan yang
sama. Setiap anak mempunyai ciri - cirri khas sendiri dalam berkembang.
f.
Suatu perkembangan mengalami
masa dengan irama naik turun. Ada saatnya anak mengalami masa naik. Menurut
para ahli ada 2 masa yang biasanya disebut masa trotz dan trozalter. Masa trotz
mengalami 2 masa yaitu,
·
Trotz periode pertama usia 2 -3 tahun dengan
emosi, selalu bersikap egois, dan mendahulukan kepentingannya sendiri.
·
Periode kedua usia 14 - 17
tahun yang bersikap selalu membantah orang tuanya.
·
Masa trozalter yaitu sikap
keras kepala dan tidak ada sebab akibatnya dari luar. Dan secara tiba - tiba
sikap tersebut hilang begitu saja.
·
Pada masa ini anak mengalami
proses mempertahankan diri dari hal - hal yang negative. Merupakan respon untuk
mempertahankan hidupnya dari segala peristiwa yang bisa mengganggu dalam
kehidupanya dan mempunyai dorongan untuk mendapatkan kemajuan baru. Contohnya,
seorang anak yang menangis saat terjatuh karena kakinya sakit dan ia meminta
diobati.
·
Dalam perkembangan terdapat
masa yang akan mengalami fungsi perkembangan dengan cepat apabila dilatih
secara terus - menerus dengan baik.
11
Prinsip Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
1.
Perkembangan anak - fisik,
sosial, emosional, dan kognitif - yang erat kaitannya. Perkembangan dalam satu
dimensi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembangunan di domain lainnya.
2.
Perkembangan anak berlangsung
dalam sebuah tahapan yang relatif teratur, kemampuan-kemampuan, keterampilan,
dan membangun pengetahuan tentang mereka yang sudah diperoleh.
3.
Perkembangan berjalan di
berbagai tingkat dari anak ke anak serta tidak merata dalam daerah yang berbeda
dari fungsi masing-masing anak.
4.
Pengalaman awal memiliki
keduanya efek kumulatif dan tertunda pada pengembangan anak individu; periode
optimal untuk jenis tertentu dari perkembangan dan pembelajaran.
5.
Perkembangan berjalan dalam
arah yang dapat diprediksikan menuju kompleksitas yang lebih besar, organisasi,
dan internalisasi.
6.
Perkembangan dan belajar
terjadi dalam dan dipengaruhi oleh kontek social cultural yang majemuk.
7.
Anak-anak adalah pembelajar
aktif, menggambar pada pengalaman fisik dan sosial langsung serta pengetahuan
budaya untuk membangun pemahaman ditransmisikan mereka sendiri dari dunia
sekitar mereka.
8.
Perkembangan dan belajar
merupakan hasil interaksi antara maturasi biologis dan lingkungan, yang
meliputi baik fisik dan dunia sosial yang anak-anak hidup masuk
9.
Bermain merupakan sebuah
instrumen penting bagi perkembangan anak-anak sosial, emosional, dan kognitif,
serta refleksi atas perkembangan mereka.
10.
Anak-anak menunjukkan cara-cara
berbeda dalam mengetahui dan belajar dan belajar dan cara yang berbeda untuk
mewakili apa yang mereka ketahui.
11.
Anak-anak belajar terbaik dalam
konteks masyarakat di mana mereka aman dan dihargai, kebutuhan fisik mereka
terpenuhi, dan mereka merasa aman secara psikologis.
BAB III
REMAJA DAN PERKEMBANGANNYA
A. Perkembangan Psikologi Remaja
Pada umumnya remaja
didefinisikan sebagai masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang
berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
Dilihat dari bahasa
inggris "teenager", remaja artinya yakni manusia berusia belasan
tahun.Dimana usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Oleh
sebab itu orang tua dan pendidik sebagai bagian masyarakat yang lebih berpengalaman memiliki
peranan penting dalam membantu perkembangan remaja menuju kedewasaan.
Setiap tahap
perkembangan manusia biasanya dibarengi dengan berbagai tuntutan psikologis
yang harus dipenuhi, demikian pula pada masa remaja. Sebagian besar pakar
psikologi setuju, bahwa jika berbagai tuntutan psikologis yang muncul pada
tahap perkembangan manusia tidak berhasil dipenuhi, maka akan muncul dampak
yang secara signifikan dapat menghambat kematangan psikologisnya di tahap-tahap
yang lebih lanjut. Berikut ini merupakan berbagai tuntutan psikologis yang
muncul di tahap remaja, berdasarkan pengalaman penulis selama menjadi pendidik.
B. Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu
masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara
fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa
remaja.
a. Peningkatan
emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan
emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi
pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan
tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya.
b. Perubahan
yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan
diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat,
baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem
respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan
proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
c. Perubahan
dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya
dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih
matang. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak
lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi
juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
d. Perubahan
nilai, dimana apa yang mereka
anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah
mendekati dewasa.
e. Kebanyakan
remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi
di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan
tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab
tersebut.
C. Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan
memanfaatkannya secara efektif
Sebagian besar remaja
tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan
remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu.
Misalnya si Dewi merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Dewi
akan berusaha sekuat tenaga untuk memutihkan kulitnya. Perilaku Dewi yang
demikian tentu menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mungkin
Dewi akan selalu menolak bila diajak ke pesta oleh temannya sehingga
lama-kelamaan Dewi tidak memiliki teman, dan sebagainya.
D. Remaja memperoleh kebebasan emosional dari orang
tua
Usaha remaja untuk
memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku “pemberontakan” dan
melawan keinginan orang tua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan
pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah , maka remaja
akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Tentu saja hal tersebut
akan membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orangtua sehingga
remaja justru lebih percaya pada teman-temannya yang senasib dengannya. Jika
orang tua tidak menyadari akan pentingnya tugas perkembangan ini, maka remaja
Anda dalam kesulitan besar. Hal yang sama juga dilakukan remaja terhadap
orang-orang ‘yang dianggap sebagai pengganti orang tua’, guru misalnya.
E. Remaja mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin
Pada masa remaja, remaja
sudah seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan. Remaja yang menyadari
akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua
jenis kelamin maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini.
Ada sebagaian besar remaja yang tetap tidak berani bergaul dengan lawan
jenisnya sampai akhir usia remaja. Hal tersebut menunjukkan adanya
ketidakmatangan dalam perkembangan remaja tersebut.
F. Remaja mengetahui dan menerima kemampuan sendiri
Banyak remaja yang belum
mengetahui kemampuannya. Bila remaja ditanya mengenai kelebihan dan
kekurangannya pasti mereka akan lebih cepat menjawab tentang kekurangan yang
dimilikinya dibandingkan dengan kelebihan yang dimilikinya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa remaja tersebut belum mengenal kemampuan dirinya sendiri.
Bila hal tersebut tidak diselesaikan pada masa remaja ini tentu saja akan
menjadi masalah untuk perkembangan selanjutnya (masa dewasa atau bahkan sampai
tua sekalipun). Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar
pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan
mereka pada hal-hal yang lebih penting.
G. Remaja mampu memperkuat penguasaan diri atas
dasar skala nilai dan norma
Skala nilai dan norma
biasanya diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan orang yang
dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat maupun dari bintang-bintang yang
dikaguminya. Dari skala nilai dan norma yang diperolehnya akan membentuk suatu
konsep mengenai harus menjadi seperti siapakah “aku” ?, sehingga hal tersebut
dijadikan pegangan dalam mengendalikan gejolak dorongan dalam dirinya. Maka
penting bagi orang tua dan orang-orang ‘yang dianggap sebagai pengganti orang
tua’ untuk mampu menjadikan diri mereka sendiri sebagai idola bagi para remaja
tersebut.
Selain berbagai tuntutan
psikologis perkembangan diri, kita juga harus mengenal ciri-ciri khusus pada
remaja, antara lain:
- Pertumbuhan Fisik yang sangat Cepat
- Emosinya tidak stabil
- Perkembangan Seksual sangat menonjol
- Cara berfikirnya bersifat kausalitas (hukum sebab akibat)
- Terikat erat dengan kelompoknya
Secara teoritis beberapa
tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur remaja, tetapi dari
sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat menjelaskan secara pasti
tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah masa peralihan.
Pada umumnya masa remaja dapat dibagi
dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
a)
Masa Pra
Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Cirinya:
·
Anak tidak
suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
·
Anak mulai
bersikap kritis
b.
Masa
Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
·
Mulai cemas
dan bingung tentang perubahan fisiknya
·
Memperhatikan
penampilan
·
Sikapnya tidak
menentu/plin-plan
·
Suka
berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
c.
Masa Akhir
Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen.
Cirinya:
·
Pertumbuhan
fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
·
Proses
kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
2. Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir
remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
·
perhatiannya
tertutup pada hal-hal realistis
·
mulai
menyadari akan realitas
·
sikapnya
mulai jelas tentang hidup
·
mulai
nampak bakat dan minatnya
Pada masa ini banyak
tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan
untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan
bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring
berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di
awal-awal masa kuliah.
Dengan mengetahui
berbagai tuntutan psikologis perkembangan remaja dan ciri-ciri usia remaja,
diharapkan para orangtua, pendidik dan remaja itu sendiri memahami hal-hal yang
harus dilalui pada masa remaja ini sehingga bila remaja diarahkan dan dapat
melalui masa remaja ini dengan baik maka pada masa selanjutnya remaja akan
tumbuh sehat kepribadian dan jiwanya. Permasalahan yang sering muncul sering
kali disebabkan ketidaktahuan para orang tua dan pendidik tentang baerbagai
tuntutan psikologis ini, sehingga perilaku mereka seringkali tidak mampu
mengarahkan remaja menuju kepenuhan perkembangan mereka. Bahkan tidak jarang
orang tua dan pendidik mengambil sikap yang kontra produktif dari yang
seharusnya diharapkan, sehingga semakin mengacaukan perkembangan diri para
remaja tersebut. Sebuah PR yang panjang bagi orang tua dan pendidik, yang menuntut
mereka untuk selalu mengevaluasi sikap yang diambil dalam pendidikan remaja
yang dipercayakan kepada mereka.
H. Tugas Perkembangan Remaja
1.
Mampu
menerima keadaan fisiknya;
2.
Mampu
menerima dan memahami peran seks usia dewasa;
3.
Mampu
membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis;
4.
Mencapai
kemandirian emosional;
5.
Mencapai
kemandirian ekonomi;
6.
Mengembangkan
konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan
peran sebagai anggota masyarakat;
Hal senada diungkapkan
oleh Zulkifli (2005: 76) tentang tugas perkembangan remaja
adalah :
1.
Bergaul
dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin
2.
Mencapai
peranan social sebagai pria atau wanita
3.
Menerima
keadaan fisik sendiri
4.
Memilih dan
mempersiapkan lapangan pekerjaan
5.
Memilih
pasangan dan mempersiapkan diri untuk berkeluarga
Setelah remaja telah
ditentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapailah masa remaja
akhir dan telah terpenuhilah tugas-tugas perkembangan masa remaja, yaitu
menemukan pendirian hidup masuklah individu ke dalam masa dewasa. Berdasarkan
pendapat tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa tugas-tugas perkembangan
remaja adalah sikap dan perilaku dirinya sendiri dalam menyikapi lingkungan di
sekitarnya. Perubahan yang terjadi pada fisik maupun psikologisnya menuntut
anak untuk dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan dan tantangan hidup yang
ada dihadapannya.
BAB IV
A.
Pola Perkembangan
Remaja
Ada
dua pandangan teoritis tentang remaja. Menurut pandangan teoritis pertama – yang dicetuskan oleh psikolog G.
Stanley Hall – : adolescence is a time of “storm and stress “. Artinya, remaja
adalah masa yang penuh dengan “badai dan tekanan jiwa”, yaitu masa di mana
terjadi perubahan besar secara fisik, intelektual dan emosional pada seseorang
yang menyebabkan kesedihan dan kebimbangan (konflik) pada yang bersangkutan,
serta menimbulkan konflik dengan lingkungannya (Seifert & Hoffnung, 1987).
Dalam hal ini, Sigmund Freud dan Erik Erikson meyakini bahwa perkembangan di
masa remaja penuh dengan konflik.
Menurut
pandangan teoritis kedua, masa remaja bukanlah masa yang penuh dengan konflik
seperti yang digambarkan oleh pandangan yang pertama. Banyak remaja yang mampu
beradaptasi dengan baik terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya, serta
mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan kebutuhan dan harapan dari
orang tua dan masyarakatnya. Bila dikaji, kedua pandangan tersebut ada
benarnya, namun sangat sedikit remaja yang mengalami kondisi yang benar-benar
ekstrim seperti kedua pandangan tersebut (selalu penuh konflik atau selalu
dapat beradaptasi dengan baik). Kebanyakan remaja mengalami kedua situasi
tersebut (penuh konflik atau dapat beradaptasi dengan mulus) secara bergantian
(fluktuatif).
B.
Pertumbuhan Dan
Perkembangan fisik ( Jasmani ) Remaja Awal.
Secara umum, terjadi pertumbuhan dan perkembangan fisik yang sangat
pesat dalam masa remaja awal ( 12/13 – 17/18 tahun ). Menurut Dr. Zakiah Daradjat, bahwa di antara hal
yang kurang menyenangkan remaja, adalah adanya beberapa bagian tubuh yang cepat
pertumbuhannya, sehingga mendahului bagian yang lain seperti kaki, tangan
dan hidung yang mengakibatkan cemasnya rremaja melihat wajah dan tubuhnya yang
kurang bagus. Hal lain yang dikhawatirkan adalah bentuk badan yang terlalu
gemuk, kurus, pendek, tinggi (Jangkung). Wajah yang kurang tampan atau cantik,
ada jerawatnya dan sebagainya.
a.
Pertumbuhan
Kelenjar-kelenjar Seks dan Perkembangan Seksual Remaja Awal.
Pertumbuhan kelenjar-kelenjar seks (Gonads) remaja, sesungguhnya
merupakan bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan jasmani secara
menyeluruh lebih jauh lagi, bahwa kematangan seksual dalam usia remaja awal dan
parohan pertama remaja akhir mempunyai korelasi positif dengan perkembangan
sosial mereka. Hal semacam ini ditunjukkan oleh hasil penelitian James dan
Moore terhadap remaja yang berusia antara 12 – 21 tahun dengan jumlah sampel
535 orang. Perkembangan perilaku seksual yang lebih bersangkutan dengan diri
remaja, diantaranya yang sangat menonjol dan penting adalah onani atau
masturbasi. Hal-hal seperti tentang seks ini tentu saja berpengaruh terhadap
minat mereka pada sekolah atau pelajaran.
b.
Pertumbuhan Otak dan
Perkembangan Kemampuan Remaja Awal
Pertumbuhan otak anak wanita mengikat lebih cepat dalam usia 11 tahun
dibandingkan pertumbuhan otak pria, tetapi pertumbuhan otak anak pria di usia
13 tahun meningkat 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan pertumbuhan
anak wanita seusia. Selain itu terdapat pula bukti-bukti hasil penelitian yang
menyimpulkan hal yang menyangkut pola dan cara berpikir remaja cenderung
mengikuti orang-orang dewasa yang telah menunjukkan kemampuan berpikirnya. Ini
mengisyaratkan adanya sisi positif dari perkembangan kemampuan psikis remaja
awal. Sisi positif pertumbuhan otak dan perkembangan kemampuan pikir remaja,
memanglah berimplikasi terhadap praktek-praktek pendidikan di sekolah.
Perkembangan ( dua pertumbuhan ) sikap, perasaan emosi, remaja awal,
sikap perasaan/emosi seseorang telah ada 2 berkembang semenjak ia bergaul
dengan lingkungan. Timbul sikap, perasaan / emosi itu (positif atau negatif)
merupakan produk pengamatan dan pengalaman induvidu secara unik dengan benda
fisik lingkungannya. Dengan orang tua dan saudara, serta pergaulan sosial yang
labih luas perasaan yang sangat takuti oleh remaja adalah takut dikucilkan atau
tersindir dari kelompoknya. Rasa sedih merupakan sebagaian emosi yang sangat
menonjol dalam massa remaja awal. Sebaliknya perasaan gembira biasanya akan
nampak manakala si remaja mendapat pujian, terutama pujian terhadap diri atau
hasil usahanya. Bentuk – bentuk emosi yang sering muncul dalam masa remaja awal
adalah marah, malu, takut, cemas, cemburu, iri hati, sedih, gembira, kasih
sayang ingin tahu.
c.
Pertumbuhan Mental Remaja.
Perkembangan mental remaja kearah berfikir logis (falsafi), juga
mempengaruhi pandangan dan kepercayaannya kepada Tuhan. Karena mereka tidak
dapat melupakan Tuhan dari segala peristiwa yang terjadi di alam ini.
Kepercayaan remaja akan hari akhirat, hari pembalasan dimana setiap orang akan
menerima ganjaran atau siksaan sesuai dengan perbuatannya di dunia, akan
menyebabkan ragu pula akan keadilan Tuhan, apabila ia melihat adanya (banyak)
orang yang terpaksa dalam perbuatannya. Agama remaja adalah hasil interaksi
antara dia dan lingkungannya. Sedang gambarannya tentang Tuhan dan
sifat-sifatnya, di pengaruhi oleh kondisi perasaan dan sifat remaja itu
sendiri.
d.
Perkembangan minat/
cita-cita remaja awal
Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran
dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau kencenderungan
lain yang mengarahkan induvidu kepada suatu pilihan tertentu, sedangkan
cita-cita merupakan perwujudan dari minat.Bentuk – bentuk minat / cita-cita
yang dipunyai remaja awal, sangat beragam bentuknya seperti minat pribadi dan
sosial. Minat terhadap rekreasi, minat terhadap agama dan terhadap sekolah.
e.
Perkembangan pribadi,
sosial dan Moral remaja awal
Pribadi diartikan sebagai organisme yang dinamis dalam sistem pisik dan
pisikis yang menentukan keunikan sesorang menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Remaja dengan citra dirinya, menilai diri sendiri dan menilai
lingkungannya terutama lingkungan sosial misalnya remaja menyadari adanya
sifat-sifat sikap sendiri yang baik dan buruk. Moral adalah sebagai standar
yang muncul dari agama dan lingkungan sosial remaja, memberikan konsep yang
baik dan buruk, patut dan tidak, layak dan tidak layak secara mutlak.
C.
Ada beberapa
perubahan yang terjadi selama masa remaja.
1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja
awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional
ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa
remaja.
2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan
seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri
dan kemampuan mereka sendiri.
3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan
orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa
dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang.
4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa
kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan
yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain
mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta
meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.
D.
Ada beberapa faktor
penting dalam perkembangan identitas diri remaja adalah sebagai berikut :
1) rasa percaya diri yang telah diperoleh dan senantiasa dipupuk dan
dikembangkan
2) sikap berdiri sendiri
3) keadaan keluarga dengan faktor-faktor yang menunjang terwujudnya
identifikasi diri
4) kemampuan remaja itu sendiri, taraf kemampuan intelektual para
remaja.
Selain faktor tersebut diatas,
ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam perkembangan identitas diri
remaja yaitu faktor eksperimentasi (coba-coba, berpetualang).
Peranan orang tua dan sekolah sangat penting sebab remaja ini belum siap
untuk bermasyarakat. Bimbingan orang tua dan guru sangat diperlukan agar remaja
tidak salah arah, karena dimasyarakat amat banyak pengaruh negatif yang dapat
menyengsarakan masa depan remaja. Setelah itu ajaklah mereka berdiskusi dimana
pendidik dapat mendengarkan dengan sabar segala isi hati dan keluhan mereka.
Biarkan mereka bebas berkarya dan berekspresi tapi dengan catatan mereka harus
tetap dibimbing dan diawasi. Pengaruh Televisi Terhadap Perilaku Agresif Anak.
Agresi jika dipandang dari definisi emosional adalah hasil dari proses
kemarahan. Banyak hal yang menyebabkan
perbutan agresif ini yaitu:
1) Tindakan agresif disebabkan oleh naluri
agresif.
2) Agresif disebabkan oleh situasi yang amat
sumpek atau tertekan.
3) Perbuatan agresif karena frustasi.
4) Perbuatan agresif karena adanya unsure atau
rasa balas dendam.
E. Perubahan Psikis Remaja
a.
Remaja Awal
· Ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi
Pada masa ini, remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan
perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini sering disebut strom and
stress. Remaja sesekali sangat bergairah dalam bekerja tiba-tiba
berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar rasa sedih yang sangat, rasa
percaya diri berganti rasa ragu-ragu yang berlebihan, termasuk ketidaktentuan
dalam menentukan cita-cita dan menentukan hal-hal yang lain.
·
Status remaja awal
yang membingungkan
Status mereka tidak hanya sulit ditentukan, tetapi
juga membingungkan. Perlakuan orang tua terhadap mereka sering berganti-ganti.
Orang tua ragu memberikan tanggungjawab dengan alasn mereka masih “kanak-kanak”.
Tetapi saat mereka bertingkah kekanak-kanakan, mereka mendapat teguran
sebagai “orang dewasa”. Karena itu, mereka
bingung akan status mereka.
·
Banyak masalah yang
dihadapi remaja
Remaja awal sebagai individu yang banyak mengalami masalah dalam
kehidupannya. Hal ini
dikarenakan mereka lebih mengutamakan emosionalitas sehingga kurang mampu
menerima pendapat orang lain yang bertentangan dengan pendapatnya. Faktor ini
disebabkan karena mereka menganggap bahwa dirinya lebih mampu daripada orang
tua.
b.
Remaja
Akhir
Pada masa ini terjadi proses penyempurnaan
pertumbuhan fisik dan perkembagngan psikis.
·
Stabilitas mulai
timbul dan meningkat
Stabilitas mulai timbul dan meningkat dalam aspek
psikis. Demikian pula stabil dalam minat-minatnya; pemilihan sekolah, jabatan,
pakaian, pergaulan dengan sesame ataupun lain jenis.
Mereka mulai menunjukkan kemantapan serta tidak
mudah berubah pendirian. Proses menjadi stabil ini akan lebih cepat apabila
orang tua berperan dengan lebih demokratis.
·
Citra
diri dan sikap pandang yang lebih realistis
Disini remaja mulai menilai dirinya sebagaimana
adanya (apa adanya), menghargai miliknya, keluarganya dan orang lain seperti
keadaan sesungguhnya.
·
Menghadapi
masalahnya secara lebih matang
Hal ini disebabkan oleh karena kemampuan piker
remaja akhir yang telah lebih sempurna dan ditunjang oleh sikap pandangan yang
lebih realistis.
· Perasaan menjadi lebih tenang
Mereka tidak lagi menampakkan gejala-gejala strom and stress sehingga
muncullah suatu ketenangan dalam diri mereka.
F.
Perubahan Fisik
Remaja
Periode sebelum masa remaja ini disebut sebagai periode pubertas (ambang pintu masa remaja). pubertas jelas berbeda dengan masa remaja, walopun bertumpang
tindih dengan masa remaja awal.
a.
Perubahan Fisik
· Ciri-Ciri Remaja Awal(Teenagers)
1. Terjadi pertumbuhan fisik yang pesat
2. Dalam jangka 3-4 tahun anak bertumbuh hingga tingginya hampir
menyamai tinggi ortu.
3. Pada laki-laki mulai memperlihatkan
penonjolan otot-otot pada dada, lengan, paha dan betis. Pada wanita mulai
menunjukkan mekar tubuh yang membedakannya dengan tubuh kanak-kanak.
4. Dalam hal kecepatan pertumbuhan, terutama
nampak jelas dalam usia 12-14 tahun remaja putri bertumbuh demikian cepat
meninggalkan pertumbuhan remaja pria.
5. Dalam masa pertumbuhan ini baik remaja pria
maupun remaja wanita cenderung ke arah memanjang dibanding melebar.
6. Kematangan kelenjar seks pada usia 11/12 th –
14/15 th.Biasanya pertumbuhan itu lebih cepat pada remaja putri dibanding
remaja putra.
· Ciri-Ciri Remaja Akhir
Pertumbuhan fisik remaja relatif berkurang dengan kata lain tidak
sepesat dalam masa remaja awal.Bagi remaja pria pada usia 20 th dan remaja
wanita 18 th keadaan tinggi badan mengalami pertumbuhan yang lambat. Masa usia
mahasiswa sebenarnya berumur sekitar 18,0 sampai 25,0 tahun. Mereka dapat
digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya.
Dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini
ialah pemantapan pendirian hidup.
Mengalami keadaan sempurna bagi beberapa aspek pertumbuhan dan
menunjukkan kesiapan untuk memasuki masa dewasa awal. Seperti badan dan anggota badan menjadi berimbang,
wajah yang simetris, bahu yang berimbang dengan pinggul.
Saat
ini, remaja mengalami perubahan fisik (dalam tinggi dan berat badan) lebih awal
dan cepat berakhir daripada orang tuanya. Kecenderungan ini disebut trend
secular. Sebagai contoh, seratus tahun yang lalu, remaja USA dan Eropa Barat
mulai menstruasi sekitar usia 15 – 17 tahun, sekarang sekitar 12 – 14 tahun. Di
tahun 1880, laki-laki mencapai tinggi badan sepenuhnya pada usia 23 – 24 tahun
dan perempuan pada usia 19 – 20 tahun, sekarang laki-laki mencapai tinggi
maksimum pada usia 18 – 20 dan perempuan pada usia 13 – 14 tahun.
Trend
secular terjadi sebagai akibat dari meningkatnya faktor kesehatan dan gizi,
serta kondisi hidup yang lebih baik. Sebagai contoh, meningkatnya tingkat
kecukupan gizi dan perawatan kesehatan, serta menurunnya angka kesakitan
(morbiditas) di usia bayi dan kanak-kanak.
G.
Pubertas
Pubertas
adalah periode pada masa remaja awal yang dicirikan dengan perkembangan
kematangan fisik dan seksual sepenuhnya (Seifert & Hoffnung, 1987).
Pubertas ditandai dengan terjadinya perubahan pada ciri-ciri seks primer dan
sekunder.
Ciri-ciri seks primer memungkinkan terjadinyanya reproduksi. Pada wanita, ciri-ciri ini meliputi perubahan pada
vagina, uterus, tube fallopi, dan ovari. Perubahan ini ditandai dengan
munculnya menstruasi pertama. Pada pria, ciri-ciri ini meliputi perubahan pada
penis, scrotum, testes, prostate gland, dan seminal vesicles. Perubahan ini
menyebabkan produksi sperma yang cukup sehingga mampu untuk bereproduksi, dan
perubahan ini ditandai dengan keluarnya sperma untuk pertama kali (biasanya
melalui wet dream).
Ciri-ciri seks sekunder meliputi perubahan pada buah dada, pertumbuhan
bulu-bulu pada bagian tertentu tubuh, serta makin dalamnya suara. Perubahan ini
erat kaitannya dengan perubahan hormonal. Hormon adalah zat kimia yang
diproduksi oleh kelenjar endokrin, kemudian dilepaskan melalui aliran darah
menuju berbagai organ tubuh. Kelenjar
seks wanita (ovaries) dan pria (testes) mengandung sedikit hormon. Hormon ini
berperan penting dalam pematangan seksual. Kelenjar pituitary (yang berada di
dalam otak) merangsang testes dan ovaries untuk memproduksi hormon yang
dibutuhkan. Proses ini diatur oleh hypothalamus yang berada di atas batang
otak.Pada masa ini mulai tumbuh dalam
diri remaja dorong untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami
dan menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dan dukanya. Pada masa
ini, sebagai masa mencari sesuatu yang dapat dipandang menilai, pantas
dijunjung tinggi dan di puja-puja sehingga masa ini disebut masa merindu puja
(mendewa-dewakan), yaitu sebagai dewa remaja.
Masa disequilibrium yaitu anak yang susah diatu dan sering menentang, mudah
tersinggung dan gelisah. Tetapi menurut teori ini anak sering tidak mencari
keseimbangan. Anak akan mencoba seluruh potensi yang di miliki pada berbagai
eksperimen. Proses terbentuknya pendirian atau pandangan hidup atau cita-cita hidup
itu dapat di pandang sebagai penemuan nilai-nilai kehidupan. Proses penemuan
nilai-nilai kehidupan tersebut adalah pertama, karena tiadanya pedoman, si
remaja pedoman, si remaja merindukan sesuatu bayang dianggap bernilai, pantas
dipuja walau pun sesuatu yang dipujanya belum mempunyai bentuk tertentu.
H.
Dampak
Pertumbuhan Fisik terhadap Kondisi Psikologis Remaja
Pertumbuhan
fisik yang sangat pesat pada masa remaja awal ternyata berdampak pada kondisi
psikologis remaja, baik putri maupun putra. Canggung, malu, kecewa, dll. adalah
perasaan yang umumnya muncul pada saat itu. Hampir semua remaja memperhatikan perubahan pada
tubuh serta penampilannya. Perubahan fisik dan perhatian remaja berpengaruh
pada citra jasmani (body image) dan kepercayaan dirinya (self-esteem).
Ada
tiga jenis bangun tubuh yang menggambarkan tentang citra jasmani, yaitu
endomorfik, mesomorfik dan ektomorfik. Endomorfik banyak lemak sedikit otot
(padded). Ektomorfik sedikit lemak sedikit otot (slender). Mesomorfik sedikit
lemak banyak otot (muscular).
BAB V
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERILAKU
DAN PRIBADI
A. Perkembangan
Fisik dan Perilaku Psikomotorik
a. Perkembangan fisik
Perkembangannya
fisik ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
·
Perkembangan anatomis
Perkembangan
anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang
belulang. Indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi
garis keajegan badan badan secara keseluruhan.
·
Perkembangan fisiologi
Perkembangan
fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif,
kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi
otot, peredaran darah dan pernafasan, persyaratan, sekresi kelenjcar dan
pencernaan. Aspek fisiologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah
otak (brain). Otak dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan dan
fungsi kemanusiaan. Otak ini terdiri atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan
setiap sel syaraf tersebut, rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan)
dengan sel-sel syaraf yang lainnya. Neuron ini terdiri dari inti sel (nucleus)
dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang
satu ke sel yang lainnya.
b. Perkembangan perilaku psikomotorik
Perilaku psikomotorik memerlukan
koordinasi fungsional antara neuronmuscular system (persyarafan dan otot) dan
fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif).
(1) Berjalan
dan Memegang Benda
Keterampilan
berjalan diawali dengan gerakan-gerakan psikomotor dasar (locomotion)
yang harus dikuasainya selama tahun pertama dari kehidupannya. Perkembangan
psikomotorik dasar itu berlangsung secara sekuensial, sebagai berikut: (1)
keterampilan bergulir (roil over) dan telentang menjadi telungkup (5 : 8
bulan), (2) gerak duduk (sit up) yang bebas (8,3 bulan), (3) berdiri
bebas (9,0 bulan) berjalan dengan bebas (13,8 bulan) (Lorre, 1970: 75). Keterampilan
memegang benda, sampai dengan 6, bulan pertama dan kelahirannya barulah
merupakan gerakan meraih benda-benda yang ditarik ke dekat badannya dengan
seluruh lengannya. Baru mulai pada masa enam bulan kedua dan kelahirannya,
jari-jemarinya dapat berangsur digunakan memungut dan memegang erat-erat benda,
seraya memasukkan ke mulutnya. Keterampilan memegang secara bebas baru dicapai
pula setelah keterampilan berjalan bebas dikuasai.
(2) Bermain dan Bekerja
Dengan
dikuasainya keterampilan berjalan, anak bergerak sepanjang han ke segenap ruangan
dan halaman rumah nya seperti tidak mengenal lelah, kadang-kadang berjalan,
berlari, memanjat, melompat, dan sebagainya. Hampir setiap benda yang ada di
sekitarnya disentuhnya, diguncang, dirobek, atau dilemparnya. Kalau kepada
mereka diberikan atau disediakan alat-alat mainan tertentu mulailah mereka
menyusunnya menyerupai konstruksi tertentu.
(3) Proses
Perkembangan Motorik
Di samping
faktor-faktor hereditas, faktor-faktor lingkungan alamiah, sosial, kultural,
nutrisi dan gizi serta kesempatan dan latihan merupakan hal-hal yang sangat
berpengaruh terhadap proses dan produk perkembangan fisik, dan perilaku
psikomotorik.
B. Perkembangan
Bahasa dan Perilaku Kognitis
a. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan
orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi,
dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk
mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan,
isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka. Perkembangan pikiran itu dimulai
pada usia 1,6-2,0 tahun, yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat dua atau
tiga kata. Laju perkembangan itu sebagai berikut.
a.
Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun
pendapat positif, seperti: “bapak makan”.
b.
Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun
pendapat negatif (menyangkal), seperti: “Bapak tidak makan”.
c.
Pada usia selanjutnya, anak dapat
menyusun pendapat:
1) Kritikan: “ini tidak boleh, ini tidak baik”.
2) Keragu-raguan: barangkali, mungkin, bisa jadi, ini
terjadi apabila anak sudah menyadari akan kemungkinan ke khilafannya.
3) Menarik kesimpulan analogi, seperti: anak melihat
ayahnya tidur karena sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia
mengatakan bahwa ibu tidur karena sakit.
Apabila anak berhasil menuntaskan tugas
yang satu, maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya.
Keempat tugas itu adalah sebagai berikut:
a.
Pemahaman, yaitu kemampuan memahami
makna ucapan orang lain. Bayi memahami bahasa orang lain, bukan memahami
kata-kata yang diucapkannya, tetapi dengan memahami kegiatan /gerakan atau
gesturenya (bahasa tubuhnya).
b.
Pengembangan Perbendaharaan
kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama,
kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia pra-sekolah dan terus meningkat
setelah anak masuk sekolah.
c.
Penyusunan Kata-kata menjadt
kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya berkembang
sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat
satu kata) dengan disertai: “gesture” untuk melengkapi cara benpikirnya.
d.
Ucapan. Kemampuan kata-kata
merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang
didengar anak dan orang lain (terutama orangtuanya). Pada usia bayi, antara
11-18 bulan, pada umumnya mereka belum dapat berbicara atau mengucapkan
kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti maksudnya. Kejelasan
ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang
suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan
kesulitan dalam huruf-huruf tertentu.
Ada dua tipe
perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut.
1. Eqocentric Speech
2. Socialized Speech, yang terjadi
ketika berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau dengan
lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted
information, di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan
bersama yang dicari, (b) critism, yang menyangkut penilaian anak
terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, (c) command (perintah), request
(permintaan) dan threat (ancaman), (d) questions (pertanyaan),
dan (e) answers (jawaban).
Berbicara monolog (egocentric
speech) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada
umumnya di lakukan oleh anak berusia 2-3 tahun; sementara yang “sociaized
speech” mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial (social adjustment).
Perkembangan
bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut yaitu:
1.
Faktor Kesehatan. Kesehatan
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, terutama
pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia dua tahun pertama, anak
mengalami sakit terus-menerus, maka anak tersebut cenderung akan mengalami
kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasanya.
2.
Inteligensi Perkembangan bahasa anak
dapat dilihat dari tingkat inteligensinya. Anak yang perkembangan bahasanya
cepat, pada umumnya mempunyai inteligensi normal atau di atas normal.).
3.
Status Sosial Ekonorni Keluarga.
Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial
ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin
mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasa dibandingkan dengan anak yang
berasal dari keluarga yang lebih baik.
4.
Jenis kelamin (Sex). Pada
tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria
dengan wanita. Namun mulai usia dua tahun, anak wanita menunjukkan perkembangan
yang lebih cepat dari anak pria.
5.
Hubungan Keluarga. Hubungan ini
dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan
keluarga, terutama dengan orangtua yang mengajar, melatih dan memberikan contoh
berbahasa kepada anak.
b.
Perkembangan
Bahasa dan Perilaku Kognitif
Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition
yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition
(kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser,
1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai
salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap
perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan
informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang
berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi
(perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Chaplin, 1972).
Selanjutnya, seorang pakar terkemuka
dalam disiplin psikologi kognitif dari anak, Jean Piaget (sebut: Jin Piasye),
yang hidup antara tahun 1896 sampai tahun 1980, mengklasifikasikan perkembangan
kognitif anak menjadi empat tahapan.
1. Tahap sensory-motor yakni perkembangan ranah
kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun.
2. Tahap pre-operational, yakni perkembangan
ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun.
3. Tahap concrete-operational, yang terjadi
pada usia 7-11 tahun
4. Tahap formal-operational, yakni perkembangan
ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun (Daehler & Bukatko, 1985;
Best, 1989; Anderson, 1990).
C. Perkembangan
Perilaku Sosial, Moralitas dan Keagamaan
a. Perkembangan Perilaku sosial
Secara
potensial (fitriah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon),
kata Plato.
Namun, untuk
mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan
manusia-manusia lain (ingat kisah Singh Zingh di India dan Itard di Perancis,
bayi yang disusui dan dibesarkan binatang tidak dapat dididik kembali untuk
menjadi manusia biasa).
·
Proses sosialisasi dan perkembangan
sosial
Secepat
individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula
menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seyogianya ia perbuat seperti yang
diharapkan orang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut
sosialisasi.
Loree
(1970:86) dengan menyitir pendapat English & English (1958) menjelaskan
lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di mana individu
(terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial
terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelornpoknya); belajar bergaul
dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam
lingkungan sosio-kulturalnya.
Perkembangan
sosial, dengan demikian dapat diartikan sebagai sequence dari perubahan yang
bersinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi rnakhluk sosial yang
dewasa. Charlotte Buhier mengidentifikasikan perkembangan sosial ini dalam term
kesadaran hubungan aku engkau atau hubungan subjektif-objektif. Proses
perkembangannya berlangsung secara berirama.
·
Kecenderungan Pola Orientasi Sosial
Branson
(Loree, 1970:87-89) mengidentifikasi berdasarkan hasil studi longitudinalnya
terhadap anak usia 5-16 tahun bahwa ada tiga pola kecenderungan sosial pada
anak, ialah (1) withdrawal-expansive, (2) reactivity-placidity dan
passivity-dominance. Kalau seseorang telah memperhatikan orientasinya pada
salah satu pola tersebut, maka cenderung diikutinya sampai dewasa.
b.
Perkembangan Moralitas
·
Perkembangan Moral
Istilah
moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat
peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan
kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau
prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti (a) seruan untuk berbuat
baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara
kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan (b) larangan mencuri, berzina,
membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan
bermoral, apabila tingkah laku tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang
dijunjung tingi kelompok sosialnya.
·
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Moral
Perkembangan
moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan Anak memperoleh
nilai-nilai moral dan lingkungannya dan orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal
nilai-nilai sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan moral anak,
peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil.
1.
Kolsisten dalam rnendidik anak
Ayah dan ibu
harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan
tingkah laku tertentu ke pada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh
orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada
waktu lain.
- Sikap orangtua dalarn keluarga
Secara tidak
langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah dan ibu, atau sebaliknya,
dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan
(imitasi) Sikap orangtua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap
disiplin semu pada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh, atau sikap masa
bodoh cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang mempedulikan
norma pada din anak.
- Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
Orang tua
merupakan panut (teladah) bagi anak, termasuk di sini panutan dalam mengamalkan
ajaran agama.
- Sikap orangtua dalam menerapkan norma
Orang yang
tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka
harus menjauhka dirinya dan Perilaku berbohong atau tidak jujur.
·
Proses Perkembangan Moral
Perkembangan
moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut.
1. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman
pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh
orangtua, guru atau orang dewasa lainnya. Di samping itu, yang paling penting
dalam pendidikan moral mi, adalah keteladanan dan orangtua, guru atau orang dewasa
lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral
2. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi
atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya
(seperti orangtua, guru, kiai, artis atau orang dewasa lainnya).
3. Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan
cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang
mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus .di kembangkan, sementara
tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.
D. Perkembangan Perilaku Afektif, Konatif dan
Kepribadian
a. Perkembangan Fungsi-Fungsi Konatif
dan Hubungannya dengan Pembentukan
Fungsi
konatif atau motivasi itu merupakan faktor penggerak perilaku manusia yang
bersumber terutama pada kebutuhan-kebutuhan dasarnya (basic needs).
b. Perkembangan Emosional dan Perilaku
Afektif
·
Emosi sensoris
Yaitu emosi
yang ditimbulkan oleh rangsangan dan luar terhadap tubuh, seperti: rasa dingin,
manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.
·
Emosi psikis, di
antaranya adalah:
1) Perasaan Intelektual.
2) Perasaan Sosial.
3) Perasaan Susila.
4) Perasaan Keindahan (estetis).
5) Perasaan Ketuhanan.
c. Perkembangan Kepribadian
Istilah
kepribadian merupakan terjemahan dan Bahasa Inggris o7iai’t’ istilah
personality secara etimologis berasal dan bahasa Latin “person” (kedok) dan
“personare” (menembus).
Kepribadian
dapat juga diartikan sebagai “kualitas perilaku individu yang tamj
alamrnelakukan penyesuaian dirinya terhadap ling \kungan secara unik” Keunikan
penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian itu
sendiri, yaitu meliputi hal-hal berikut.
·
Karakter, yaitu konsekuen tidaknya
dalam mematuhi etika pen laku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang
pendirian atau pendapat.
·
Temperamen, yaitu disposisi reaktif
seseorang, atau cepat/lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang
datang dari lingkungan
·
Sikap terhadap objek (orang, benda,
peristiwa, norma dan sebagainya) yang bersifat positif, negatif atau ambivalen
(ragu-ragu).
·
Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan
reaksi emosional terhadap rangsangan dan lingkungan. Seperti: mudah tidaknya
tersinggung marah, sedih atau putus asa.
·
ResponsibilitaS (tanggung jawab),
kesiapan untuk menerima risiko dan tindakan atau perbuatan yang dilakukan.
Seperti: mau menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri
risiko yang dihadapi.
·
Sosiabilitas, yaitu disposisi
pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Disposisi ini seperti
tampak dalam sifat pribadi yang tertutup atau terbuka; dan kemampuan berkomunikasi
dengan orang lain.
BAB VI
PERKEMBANGAN
REMAJA TERHADAP SOSIALISASI
A.
Makna
Perkembangan Sosial
Perkembangan
sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan
sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed), memerlukan
tiga proses. Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda
satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses
akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock (1996) tiga proses
dalam perkembabangan sosial adalah sbb:
a. Berprilaku
dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang
prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya
harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus
menyesuaikan prilakunya.
b. Memainkan peran
di lingkungan sosialnya.
Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan
seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi
tuntutan yang diberikan kelompoknya.
c. Memiliki Sikap
yang positif terhadap kelompok Sosialnya
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang
menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi
berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai
anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.
B. Perkembangan Sosial Pada Remaja
Perkembangan sosial pada masa puber dapat dilihat dari dua ciri khas yaitu
mulai terbentuknya kelompok teman sebaya baik dengan jenis kelamin
yang sama atau dengan jenis kelamin yang berbeda dan mulai memisahkan diri dari
orang tua.
C.
Kelompok Teman
Sebaya
Percepatan perkembangan pada masa puber berhubungan dengan pemasakan
seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial.
Sebelum memasuki masa remaja biasanya anak sudah mampu menjalin hubungan
yang erat dengan teman sebaya. Seiring dengan itu juga timbul kelompok
anak-anak untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas
kelompok anak sebelum pubertas adalah bahwa kelompok tadi
terdiri daripada jenis kelamin yang sama. Persamaan sex ini dapat membantu
timbulnya identitas jenis kelamin dan yang berhubungan dengan perasaan
identifikasi yang mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa
puber anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya
dalam berbagai kegiatan.
Selama tahun
pertama masa puber, seorang remaja cenderung memiliki keanggotaan yang lebih
luas. Dengan kata lain, teman-teman atau tetangga seringkali adalah anggota
kelompok remaja. Biasanya kelompoknya lebih heterogen daripada kelompok teman
sebaya. Misalnya kelompok teman sebaya pada masa remaja cenderung memiliki
suatu campuran individu-individu dari berbagai kelompok. Interaksi yang
semakin intens menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan
kohesi yang kuat maka akan berkembanglah iklim dan norma-norma kelompok
tertentu. Namun hal ini berbahaya bagi pembentukan identitas dirinya.
Karena pada masa ini ia lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok
daripada mengembangkan pola pribadi. Tetapi terkadang adanya paksaan dari norma
kelompok membuatnya sulit untuk membentuk keyakinan diri.
D.
Melepas dari
orang tua
Tuntutan untuk
memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya merupakan
suatu reaksi terhadap status intern anak muda. Sesudah mulainya pubertas timbul
suatu diskrepansi yang besar antara kedewasaan jasmaniah dengan ikatan
sosial pada milienu orang tua. Dalam keadaan
seperti ini banyak pertentangan-pertentangan antara remaja awal dengan orang
tua, diantaranya:
a. Perbedaan standar perilaku
Remaja awal sering menganggap
bahwa standar perilaku orang tuanya kuno sedangkan dirinya dianggap modern.
Mereka mengharapkan agar orang tuanya mau menyesuaikan diri dengan perilakunya
yang modern.
b.
Merasa menjadi
korban
Remaja sering merasa benci kalau
status sosial ekonominya tidak memungkinkan mempunyai simbol status yang sama
dengan teman sebayanya. Seperti
pakaian, sepatu, accecoris,dll. Pada usia ini ia paling tidak suka jika
diperintah mengerjakan pekerjaan di rumah.
c.
Perilaku yang
kurang matang
Biasanya orang tua mengembangkan
pola menghukum bila para remaja mengabaikan tugas-tugas sekolah, melalaikan
tanggung jawab dan jajan semaunya. Pelarangan dan menghukum membuatnya
benci kepada orang tua.
d.
Masalah palang
pintu
Kehidupan sosial yang aktif
menyebabkan ia sering melaggar peraturan. Seperti waktu pulang dan mengenai
dengan siapa dia berhubungan, terutama dengan lawan jenis.
e.
Metode
Disiplin
Jika metode disiplin yang
diterapkan orang tua dianggap tidak adil atau kekanak-kanakan maka remaja akan
memberontak. Pemberontakan terbesar dalam keluarga terjadi jika salah satu
orang tua dominan daripada lainnya. Hal ini menyebabkan pola asuh cenderung
otoriter.
Di Indonesia perkembangan remaja masih ada keterbatasannya. Di satu sisi
walaupun ingin melepas dari orang tua namun pada kebanyakan remaja awal
masih tinggal bersama orang tua. Selain itu juga secara ekonomik masih
bergantung kepada orang tua. Mereka juga belum bisa kawin, secara budaya
hubungan seksual tidak diperkenankan sesuai dengan norma agama dan sosial,
meskipun mereka sudah bisa mengadakan kencan-kencan dengan teman lain jenis.
Mereka berusaha mencapai kebebasan dalam berpacaran. Mereka mempunyai
kecenderungan yang sama untuk menghayati kebebasan tadi sesuai dengan usia dan
jenis kelaminnya. Hal ini berarti sebagai tanda kedewasaan, mereka mulai
mengorbankan sebagian besar hubungan emosi mereka dengan orang tua mereka dalam
usaha menjadi anggota kelompok teman sebaya.
Menurut Maccoby
(1984) sistem hubungan orang tua dan anak dalam keluarga berubah dari hubungan
regulasi menjadi hubungan yang coregulasi., dimana dalam hal ini orang tua
telah makin memberikan kebebasan untuk menentukan sendiri pada anak. Hal ini
bukan berarti menghalangi hubungan yang koperatif antara orang tua dan
anak-anaknya. Biasanya komunikasi yang terjalin dengan ibu jauh lebih dekat
daripada dengan ayah. Komunikasi dengan ibu meliputi permasalahan sehari-hari,
sedangkan permasalahan dengan ayah perasaan remaja dalam hidup di masyarakat.
Pada anak wanita pelepasan ini agak lebih sukar hal ini disebabkan adanya
interaksi antara sifat kewanitaanya dengan nilai-nilai masyarakat di
sekelilingnya. Di Indonesia khususnya dalam masyarakat Jawa anak wanita
diharapkan untuk mencintai orang tua dan keluarga dalam arti yang
lebih,misalnya merawat, memelihara dan bertanggung jawab terhadap rumah
dan keluarga. Namun demikian bukan berarti bahwa anak wanita tidak mempunyai
kesempatan yang sama dalam masyarakat.
Dalam masa remaja awal ini , keinginan untuk melepaskan diri dari orang
tua dengan maksud untuk menemukan dirinya sendiri. Menurut Erikson
ditinjau dari perkembangnan sosial menamakan proses ini sebagai mencari
identitas diri, yaitu menuju pembentukan identitas diri ke arah individualitas
yang mantap dimana hal ini merupakan aspek penting dalam perkembangan diri
menuju kemandirian.
Usaha remaja awal dalam mencapai origininalitas juga sekaligus
menunjukkan pertentangan terhadap orang dewasa dan solidaritas
terhadap teman sebaya. Prinsip emansipasi memungkinkan bahwa kedua gerak antara
menuju kemandirian dengan ketergantungan dengan orang tua menimbulkan
jarak antar generasi (generation gap). Jarak antar generasi yang
dimaksudkan disini bukan berarti bahwa tidak ada hubungan baik. Memang pada
kenyataannya pada usia anak seperti ini orang tua sering tidak mengerti
melakukan hal-hal yang tidak seperti mereka harapkan. Biasanya pada saat ini
mulai muncul bibit-bibit pertentangan antara anak dan orang tua. Berdasarkan
hasil penelitian perbedaan pendapat antara anak dan orang tua antara lain
penampilan, pemilihan teman, jam pulang sekolah yang tidak tepat, kurang
hormat terhadap orang yang lebih tua, dll. Memang pada saat ini remaja
lebih progresif dibandingkan orang tuanya.
E.
Karakteristik Perkembangan Sosial
Remaja
Remaja pada tingkat perkembangan
anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan
remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja
telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah
mulai memperlihatkan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan
norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai
lingkungan, bukan saja bergaul dengan berbagai kelompok umur. Dengan demikian,
remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok
anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama
remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena di
samping harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja, juga terselip
pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
a.
Pada masa remaja , anak mulai
memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan . Pergaulan sesama teman
lawan jenis dirasakan sangat penting , tetapi cukup sulit , karena di samping
harus memperhatikan norma pergaulan sesame remaja juga terselip pemikiran
adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup
b.
Kehidupan sosial remaja ditandai
dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional . Remaja sering mengalami
sikap hubungan sosial yang tertuutup sehubungan dengan masalah yang dialaminya
c.
Menurut “ Erick Erison ‘ Bahwa masa
remaja terjadi masa krisis , masa pencarian jati diri . Dia berpendapat bahwa
penemuan jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural . Sedangkan menurut
Freud , Kehidupan sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan
seksual
d.
Pergaulan remaja banyak diwujudkan
dalam bentuk kelompok – kelompok , baik kelompok besar maupun kelompok kecil.
F.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat
pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
a.
Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan
pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak,
termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga
merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga
berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya
keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses pendidikan yang
bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga.
Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan
yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b.
Kematangan anak
Bersosialisasi memerlukan kematangan
fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan
menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional.
Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian,
untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga
setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
c.
Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi
oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat.
Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi
akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak
siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan
kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Dari
pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif
yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan
sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya.
Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu
mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal
ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari
kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya
sendiri.
d.
Pedidikan
Pendidikan merupakan proses
sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian
ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam
masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti
luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan
keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar
secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan
pendidikan(sekolah).
e.
Kapasitas Mental, Emosi, dan
Integensi
Kemampuan berpikir banyak
mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan
berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan
berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan
berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan
keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan
kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan
hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual
tinggi.
BAB VII
DINAMIKA PERILAKU INDIVIDU INTERAKSI DENGAN LINGKUNGAN,
PENYESUAIAN DIRI, PENOLAKAN, DAN MOTIVASI
A.
Dinamika
perilaku
Dinamika perilaku adalah perilaku-perilaku yang dapat membuat suatu
kelompok menjadi hidup dan dinamis, sehingga dapat menciptakan dinamika kelompok
dan tercapainya tujuan yang diinginkan. Pada dasarnya individu mempunyai
keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan dalam memenuhi kebutuhannya individu
memerlukan perilaku-perilaku yang dinamis. Untuk mendapatkan perilaku yang
dinamis, individu perlu menyesuaikan dan menggunakan segala aspek yang ada
dalam dirinya. Apabila semua aspek dalam diri individu dapat berjalan dinamis,
individu tidak hanya dapat memenuhi kebutuhannya tetapi juga dapat
mengembangkan diri ke arah pengembangan pribadi. Pengembangan pribadi yang
dimaksud adalah individu dapat menguasai kemampuan-kemampuan social secara umum
seperti keterampilan komunikasi yang efektif, sikap tenggang rasa, memberi dan
menerima toleran, mementingkan musyawarah untuk mencapai mufakat seiring dengan
sikap demokratis, memiliki rasa tanggung jawab social seiiring dengan
kemandirian yang kuat dan lain sebagainya.
B. Pengertian perilaku
Menurut beberapa ahli psikologi, perilaku adalah aktivitas yang dapat
diobservasi. Sedangkan pengertian lain dari perilaku adalah serentetan kegiatan
atau perubahan dalam ruang hidup. Berdasarkan berbagai pengertian diatas
kelompok dua menyimpulkan bahwa perilaku adalah suatu aktivitas manusia yang
merupakan manifestasi dari jiwa manusia dan dipengaruhi oleh aspek-aspek yang ada
pada diri manusia dan aspek-aspek di luar manusia yang bisa terbentuk dari
proses belajar, imitasi pembiasaan dan lain-lain sebagainya.
C.
Macam-macam
perilaku
Secara umum perilaku manusia sangatlah banyak dan berikut ini adalah
beberapa perilaku yang menurut sugiyo (psikologi social, 2006:1) adalah:
1.
Perilaku
motorik adalah perilaku yang dinyatakan dalam perbuatan jasmaniah misalnya
makan, berjalan, mandi dan sebagainya.
2.
Perilaku
kognitif adalah perilaku yang berhubungan dengan pemahaman, penalaran, pengenalan
dan lain-lain.
3.
Perilaku
konatif adalah perilaku yang berhubungan dengan motivasi untuk mencapai tujuan
misalnya harapan, cita-cita dan lain-lain.
4.
Perilaku
afektif adalah perilaku yang merupakan manifestasi dari penghayatan misalnya
marah, sedih, cinta dan lain-lain. Erilaku agresif adalah perilaku yang
dimaksud melukai orang lain dan perilaku melukai orang lain.
5.
Perilaku
normal adalah perilaku yang sesuai dengan norma atau aturan masyarakat
tertentu.
6.
Perilaku
abnormal adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau aturan masyarakat
tertentu.
7.
Perilaku
prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa
harus menyesuaikan suatu keuntungan.
Penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup
respons-respons mental dan behavioral yang diperjuangkan individu agardapat
berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustrasi,
konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari
dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu
berada. Kapasitas
individu antara satu orang dengan yang lain tidak sama. Ada
keterbatasanketerbatasan tertentu yang dihadapi oleh individu. Oleh sebab itu,
perlu dirumuskan prinsip-prinsip penting mengenai hakikat penyesuaian diri,
yaitu sebagai berikut:
a.
Setiap
individu memiliki kualitas penyesuaian diri yang berbeda.
b.
Penyesuaian
diri sebagian besar ditentukan oleh kapasitas internal atau kecenderungan yang
telah dicapainya.
c.
Penyesuaian
diri juga ditentukan oleh faktor internal dalam hubungannya dengan tuntutan
lingkungan individu yang bersangkutan. Penyesuaian diri ini antara lain:
·
Bagaimana menimbulkan jiwa pemimpin bagi anak
dan remaja. Jika orang dewasa memberikan
kesempatan untuk berkembang jiwa kepemimpinannya, antara lain dengan memberikan
kebebasan mengeluarkan pendapat, menciptakan situasi yang demokratis dan adanya
sarana untuk itu, maka akan tumbuh calon-calon pemimpin yang baik. Tatapi
apabila orang dewasa menampakan rasa keakuan dan kekuasaannya, maka hal itu
akan mematikan bakat memimpin bagi remaja.
·
Anak
dan remaja harus belajar mentaati norma-norma agama, dan aturan-aturan
masyarakat, serta perturan pemerintah, tata tertib sekolah dan orang tuanya.
Hal ini banyak bergantung dari contoh-contoh orang dewasa sendiri. Artinya jika
orang dewasa sudah biasa mentaati segala norma dan peraturan tersebut di atas
tentu anak dan remaja akan pula mentaatinya. Dan yang pokok bahwa pendidikan
agama, pendidikan kemasyarakatan, hukum dan sebagainya harus pula secara
sistematis diajarkan kepada mereka di sekolah, di rumah dan di lingkungan
masyarakat.
·
Menghindarkan
konflik psikis yang ditimbulkan oleh adanya pertentangan antara keinginan
remaja dengan tuntutan masyarakat. Mana yang benar antara keinginan remaja atau
tuntutan masyarakat.
Konsep penyesuaian diri makna akhir dari hasil pendidikan seseorang
individu terletak pada sejauhmana hal yang telah dipelajari dapat membantunya
dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan
masyarakat. Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme
yang aktif dengan tujuan aktivitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi
peluang kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya, penyesuaian diri
secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
1. Konsep penyesuaian diri penyesuaian dapat
diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya
atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan
dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial.
2. Proses penyesuaian diri penyesuaian diri
adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi
kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang
sempurna tidak pernah tercapai
3. Karakteristik penyesuaian diri tidak
selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karen
kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil
melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam
dirinya atau mungkin diluar dirinya.
E.
Penyesuaian
diri secara positif diri ditandai hal-hal sebagai berikut :
1.
Tidak
menunjukkan adanya ketegangan emosional,
2.
Tidak
menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis,
4.
Tidak
menunjukkan adanya frustasi pribadi,
5.
Memiliki
pertimbangan rasional dan pengarahan diri,
6.
Mampu
dalam belajar,
7.
Menghargai
pengalaman,
8.
Bersikap
realistik dan objektif.
Melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukan dalam
berbagai bentuk, antara lain:
1.
Penyesuaian
dengan menghadapi masalah secara langsung,
2.
Penyesuaian
dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan),
3.
Penyesuaian
dengan trial and error atau coba-coba,
4.
Penyesuaian
dengan substansi (mencari pengganti),
5.
Penyesuaian
diri dengan menggali kemampuan diri,
6.
Penyesuaian
dengan belajar,
F.
Persoalan
yang menghambat penyesuaian diri yang sehat
a. Hubungan
remaja dengan orang dewasa
Hubungan remaja dengan orang dewasa terutama
orang tua.tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung
pada sikap orang tua dan suasana psikologis dan sosial dalam keluarga. Contoh :
sikap orang tua yang menolak. Penolakan orangtua terhadap anaknya dapat dibagi
menjadi dua macam.
·
Pertama,
penolakan mungkin merupakan penolakan tetap sejak awal, dimana orang tua merasa
tidak senang kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghadaki
kehadirinya. Boldwyn dalam dayajat (1983) mengilustrasikan seorang bapak yang
menolak anaknya berusaha menundukan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan,
karena itu ia mengambil ukuran kekerasan dan mengambil ukuran kekerasan,
kekejaman tanpa alasan nyata
·
jenis
kedua dari penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan
anak. Contohnya orang tua memberikan tugas kepada anaknya berbarengan dengan
rencana anaknya untuk pergi nonton bersama dengan sejawatnya. Hasil dari kedua
macam penolakan tersebut ialah remaja tidak dapat menyesuaikan diri, cenderung
menghabiskan waktunya diluar rumah. Terutama pada gadis-gadis mungkin akan
terjadi perkawinan yang tidak masuk akal dengan pemikiran bahwa rumah di luar
tangganya lebih baik dari pada rumahnya sendiri.
b. Sikap
orang tua yang otoriter
Yaitu yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja juga akan
menghambat prosedur penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk
menentang kekuasaan ortu dan pada gilirannya ia akan cenderung otoriter
terhadap teman-temanya dan cenderung menentang otoritas yang ada baik di sekolah
maupun di masyarakat. Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi
remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan
keluarga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup didalam rumah
tangga yang retak, mengalami masalah emosi. Tampak padanya ada kecendrungan
yang besar untuk marah, suka menyindir, disamping kurang kepekaan terhadap
penerimaan sosial dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelisah
dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar. Perbedaan
antara perlakuan laki-laki dan anak perempuan akan mempengaruhi hubungan antar
mereka, sehingga memungkinkan timbulnya rasa iri hati dalam jiwa anak pertemuan
terhadap saudaranya yang laki-laki.
G.
Pengaruh
lingkungan itu bagi diri individu
a.
Lingkungan
membuat individu sebagai makhluk sosial yang dimaksud dengan lingkungan pada
uraian ini hanya meliputi orang-orang atau manusia-manusia lain yang dapat
memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi, sehingga kenyataannya akan menuntut
suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan bergaul satu dengan
yang lainnya. Terputusnya hubungan manusia dengan masyarakat manusia pada
tahun-tahun permulaan perkembangannya, akan mengakibatkan berubahnya tabiat
manusia sebagai manusia. Berubahnya tabiat manusia sebagai manusia dalam arti
bahwa ia tidak akan mampu bergaul dan bertingkah laku dengan sesamanya. Dapat
kita bayangkan andaikata seorang anak manusia yang sejak lahirnya dipisahkan
dari pergaulan manusia sampai kira-kira berusia 10 tahun saja, walaupun
diberinya cukup makanan dan minuman, akan tetapi serentak dia dihadapkan kepada
pergaulan manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia tidak akan mampu
berbicara dengan bahasa yang biasa, canggung pemalu dan lain-lain. Sehingga
kalaupun dia kemudian dididik, maka penyesuaian dirinya itu akan berlangsung
sangat lambat sekali.
b.
Lingkungan
membuat wajah budaya bagi individu lingkungan dengan aneka ragam kekayaannya
merupakan sumber inspirasi dan daya cipta untuk diolah menjadi kekayaan budaya
bagi dirinya. Lingkungan dapat membentuk pribadi seseorang, karena manusia
hidup adalah manusia yang berfikir dan serba ingin tahu serta mencoba-coba
terhadap segala apa yang tersedia di alam sekitarnya. Lingkungan memiliki
peranan bagi individu, sebagai :
·
Alat
untuk kepentingan dan kelangsungan hidup individu dan menjadi alat pergaulan
sosial individu. Contoh : air dapat dipergunakan untuk minum atau menjamu teman
ketika berkunjung ke rumah.
·
Tantangan
bagi individu dan individu berusaha untuk dapat menundukkannya. Contoh : air
banjir pada musim hujan mendorong manusia untuk mencari cara-cara untuk
mengatasinya.
·
Sesuatu
yang diikuti individu. Lingkungan yang beraneka ragam senantiasa memberikan
rangsangan kepada individu untuk berpartisipasi dan mengikutinya serta berupaya
untuk meniru dan mengidentifikasinya, apabila dianggap sesuai dengan dirinya.
·
Obyek
penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis.
Penyesuaian diri alloplastis artinya individu itu berusaha untuk merubah lingkungannya.
Contoh : dalam keadaan cuaca panas individu memasang kipas angin sehingga di
kamarnya menjadi sejuk.
H.
Lingkungan
pembentukan penyesuaian diri
a. Lingkungan
keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat
dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana
terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian
penyesuaian diri akan menjadi lebih baik
bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.
b. Lingkungan
teman sebaya
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan,
pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa
remaja dibandingkan masa–masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh
dari temannya, individu mencurahkan kepada teman– temannya apa yang tersimpan
di dalam hatinya dari anggan–anggan, pemikiran, dan perasaan.
c. Lingkungan
sekolah
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya
terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja akan tetapi juga mencakup
tanggung jawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya
tidak hanya mengaar tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi
pembentuk masa depan. Lingkungan sekolah juga mendidik individu untuk bekerja
sama, membagi tugas, dan berpikir kritis pada masalah – masalah yang ada keterkatian
dengan pendidikan.
I.
Penolakan
Penolakan
terhadap perubahan. Beberapa jenis penolakan yang sering individu:
- Kebiasaan yang sulit diatasi
- Pengetahuan saat ini
- Kepentingan pribadi
- Rasa tidak aman
- Kurang percaya
- Perbedaan persepsi
a.
Strategi
mengatasi penolakan
Ada
beberapa strategi untuk mengatasi setiap penolakan, yaitu:
·
Negosiasi, untuk
mengatasi penolakan akibat kepentingan pribadi.
·
Pendidikan, untuk
mengatasi penolakan akibat kebiasaan, pengetahuan saat ini dan kurang percaya.
·
Paksaan dan
dukungan, untuk mengatasi penolakan karena rasa tidak aman.
·
Partisipasi, untuk
mengatasi penolakan akibat perbedaan persepsi.
b.
Memperkuat
perubahan secara konstan
Orang tidak berubah dengan
cepat. Dalam proses perubahan penting untuk mengidentifikasi apa yang tidak
berubah dengan baik. Individu membutuhkan ide dan cara kerja baru yang
diperkuat secara konstan untuk membantu mereka berubah dan menyesuaikan diri
dengan situasi baru.
J. Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi
intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat
motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas
perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam
kehidupan lainnya. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik
tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan
dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
a. Konteks
studi psikologi
Abin
syamsuddin makmun (2003)
mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa
indikator, diantaranya:
1.
Durasi
kegiatan;
2.
Frekuensi
kegiatan;
3.
Persistensi
pada kegiatan;
4.
Ketabahan,
keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
5.
Devosi
dan pengorbanan untuk mencapai tujuan;
6.
Tingkat
aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;
7.
Tingkat
kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang
dilakukan;
8.
Arah
sikap terhadap sasaran kegiatan.
b.
Teori
herzberg (teori dua faktor)
Menurut teori ini yang dimaksud faktor
motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik,
yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan
faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik
yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang
dalam kehidupan seseorang.
Menurut herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional
antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan
bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan
faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang
dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan
seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh
para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi,
kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku. Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori
herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh
kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang
bersifat ekstrinsik
BAB
VIII
HUBUNGAN
INTERAKSI REMAJA TERHADAP
LINGKUNGAN
SOSIAL
A. Pengertian
Perkembangan Hubungan Sosial
Manusia tumbuh
dan berkembang pada masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan
jenjang . Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangan itu pada dasarnya
merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi sosial
merupakan proses sosialisasi yang mendudukan anak sebagai insan yang secara
aktif melakukan proses sosialisasi. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan
proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial.
Hubungan sosial
merupakan hubungan antarmanusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial
dimulai dari tingkat yang sederhana yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana.
Semakin dewasa, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian, tingkat
hubungan sosial juga berkembang menjadi amat kompleks. Pada jenjang
perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain demi
memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi mengandung maksud untuk disimpulkan bahwa
pengertian perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar
manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.
B. Karakteristik
Perkembangan Sosial Remaja
Remaja pada
tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada
jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial
dan pergaulan remaja telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap
lingkungannya, remaja telah mulai memperlihatkan dan mengenal berbagai norma
pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam
keluarganya. Remaja menghadapi berbagai lingkungan, bukan saja bergaul dengan
berbagai kelompok umur. Dengan demikian, remaja mulai memahami norma pergaulan
dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang
tua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting
tetapi cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan
sesama remaja, juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk
memilih teman hidup.
•
Pada masa remaja, anak
mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan . Pergaulan sesama
teman lawan jenis dirasakan sangat penting , tetapi cukup sulit , karena di
samping harus memperhatikan norma pergaulan sesame remaja juga terselip
pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
•
Kehidupan sosial remaja
ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional . Remaja sering
mengalami sikap hubungan sosial yang tertuutup sehubungan dengan masalah yang
dialaminya.
•
Menurut “ Erick Erison” Bahwa masa remaja
terjadi masa krisis , masa pencarian jati diri. Dia berpendapat bahwa penemuan
jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural. Sedangkan menurut Freud,
Kehidupan sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan
seksual.
•
Pergaulan remaja banyak
diwujudkan dalam bentuk kelompok – kelompok , baik kelompok besar maupun
klelompok kecil.
C. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status
ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan
inteligensi.
a.
Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di
dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada
dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses pendidikan
yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh
keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap
lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b. Kematangan anak
Bersosialisasi
memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam
proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan
intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula
menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan
fungsinya dengan baik.
c. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan
sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga
dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak
yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam
keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan
sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku
di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak
memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga”
status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga
status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam
pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu
anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk
kelompok elit dengan normanya sendiri.
d. Pedidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi
anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang
normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan
kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus
diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga,
masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja
diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan(sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat,
tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa(nasional) dan norma kehidupan
antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
e. Kapasitas Mental,
Emosi, dan Integensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi
banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak
yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik.
Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan
pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam
perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang
lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah
dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.
D. Pengaruh
Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Pikiran remaja sering dipengaruhi
oleh hide-ide dari teori – teori yang menyebabkan siakp kritis terhadap situasi
dan orang lain .
Pengaruh egosentris sering terlihat pada pemikiran
remaja, yaitu :
a. Cita-cita
dan idealisme yang baik , terlalu menitik beratkan pikiran sendiri tanpa
memikirkan akibat jauh dan kesulitan-kesuliatn praktis.
b. Kemampuan
berpikir dengan pendapat sendiri belum disertai pendapat orang lain.
c. Pencerminan
sifat egois dapat menyebabkan dalam menghadapi pendapat oaring lain , maka
sifat ego semakin kecil sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang semakin
baik dan matang.
E. Perbedaan
Individual dalam Perkembangan Sosial
Bergaul dengan
sesama manusia (sosialisasi) dilakukan oleh setiap orang, baik secara
individual maupun berkelompok. Dilihat dari berbagai aspek, terdapat perbedaan
individual manusia, yang hal itu tampak juga dalam perkembangan sosialnya.
Sesuai dengan Teori komprehensif yang dikemukakan oleh Erickson yang menyatakan
bahwa manusia hidup dalam kesatuan budaya yang utuh, alam dan kehidupan
masyarakat menyediakan segala Hal yang dibutuhkan manusia. Namun sesuai dengan
minat, kemampuan, dan latar belakang kehidupan budayanya maka berkembang
kelompok-kelompok sosial yang beranekaragam. Remaja yang telah mulai
mengembangkan kehidupan bermasyarakat, maka telah mempelajari pola-pola yang
sesuai dengan kepribadiannya.
F. Upaya
Pengembangan Hubungan Sosial Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan
Pendidikan
a. Penciptaan
kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan rangsang kepada
mereka kearah perilaku yang bermanfaat.
b. Perlu
sering diadakan kegiatan kerja bakti , bakti karya dan kelompok-kelompok
belajar untuk dapat mempelajari remaja bersosialisasi sesamanya dan masyarakat.
G. Perilaku
Hubungan Sosial dan Solidaritas Antar Teman pada Prilaku Gaya Hidup Remaja
Pada
masa remaja, terdapat banyak hal baru yang terjadi, dan biasanya lebih bersifat
menggairahkan, karena hal baru yang mereka alami merupakan tanda-tanda menuju
kedewasaan. Dari masalah yang timbul akibat pergaulan, keingin tahuan tentang
asmara dan seks, hingga masalah-masalah yang bergesekan dengan hukum dan
tatanan sosial yang berlaku di sekitar remaja. Hal-hal yang terakhir ini
biasanya terjadi karena banyak faktor, tetapi berdasarkan penelitian, jumlah
yang terbesar adalah karena "tingginya" rasa solidaritas antar teman,
pengakuan kelompok, atau ajang penunjukkan identitas diri. Masalah akan timbul
pada saat remaja salah memilih arah dalam berkelompok.
Banyak ahli
psikologi yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh masalah,
penuh gejolak, penuh risiko (secara psikologis), over energi, dan lain
sebagainya, yang disebabkan oleh aktifnya hormon-hormon tertentu. Tetapi statement
yang timbul akibat pernyataan yang stereotype dengan pernyataan diatas, membuat
remaja pun merasa bahwa apa yang terjadi, apa yang mereka lakukan adalah suatu
hal yang biasa dan wajar.
Minat untuk
berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang remaja alami. Yang
dimaksud di sini bukan sekadar kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang
memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara
khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng. Biasanya
kelompok semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group.
Demi kawan yang
menjadi anggota kelompok ini, remaja bisa melakukan dan mengorbankan apa pun,
dengan satu tujuan, Solidaritas. Geng, menjadi suatu wadah yang luar biasa apabila
bisa mengarah terhadap hal yang positif. Tetapi terkadang solidaritas menjadi
hal yang bersifat semu, buta dan destruktif, yang pada akhirnya merusak arti
dari solidaritas itu sendiri.
Demi alasan
solidaritas, sebuah geng sering kali memberikan tantangan atau tekanan-tekanan
kepada anggota kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan
hukum atau tatanan sosial yang ada. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk
menggunakan narkoba, mencium pacar, melakukan hubungan seks, melakukan penodongan,
bolos sekolah, tawuran, merokok, corat-coret tembok, dan masih banyak lagi.
Secara
individual, remaja sering merasa tidak nyaman dalam melakukan apa yang
dituntutkan pada dirinya. Namun, karena besarnya tekanan atau besarnya
keinginan untuk diakui, ketidak berdayaan untuk meninggalkan kelompok, dan
ketidak mampuan untuk mengatakan "tidak", membuat segala tuntutan
yang diberikan kelompok secara terpaksa dilakukan. Lama kelamaan prilaku ini
menjadi kebiasaan, dan melekat sebagai suatu karakter yang diwujudkan dalam
berbagai prilaku negatif.
Kelompok atau
teman sebaya memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menentukan arah hidup
remaja. Jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang penuh dengan
"energi negatif" seperti yang terurai di atas, segala bentuk sikap,
perilaku, dan tujuan hidup remaja menjadi negatif. Sebaliknya, jika remaja
berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu menyebarkan "energi
positif", yaitu sebuah kelompok yang selalu memberikan motivasi, dukungan,
dan peluang untuk mengaktualisasikan diri secara positif kepada semua
anggotanya, remaja juga akan memiliki sikap yang positif. Prinsipnya, perilaku
kelompok itu bersifat menular.
Motivasi dalam
kelompok (peer motivation) adalah salah satu contoh energi yang memiliki
kekuatan luar biasa, yang cenderung melatarbelakangi apa pun yang remaja
lakukan. Dalam konteks motivasi yang positif, seandainya ini menjadi sebuah
budaya dalam geng, barangkali tidak akan ada lagi kata-kata "kenakalan
remaja" yang dialamatkan kepada remaja. Lembaga pemasyarakatan juga tidak
akan lagi dipenuhi oleh penghuni berusia produktif, dan di negeri tercinta ini
akan semakin banyak orang sukses berusia muda. Remaja juga tidak perlu lagi
merasakan peer pressure, yang bisa membuat mereka stres.
Secara teori
diatas, remaja akan menjadi pribadi yang diinginkan masyarakat. Tetapi tentu
saja hal ini tidak dapat hanya dibebankan pada kelompok ataupun geng yang
dimiliki remaja. Karena remaja merupakan individu yang bebas dan masing-masing
tentu memiliki keunikan karakter bawaan dari keluarga. Banyak faktor yang juga
dapat memicu hal buruk terjadi pada remaja.
Seperti yang
telah diuraikan diatas, kelompok remaja merupakan sekelompok remaja dengan
nilai, keinginan dan nasib yang sama. Contoh, banyak sorotan yang dilakukan publik
terhadap kelompok remaja yang merupakan kumpulan anak dari keluarga broken
home. Kekerasan yang telah mereka alami sejak masa kecil, trauma mendalam dari
perpecahan keluarga, akan kembali menjadi pencetus kenakalan dan kebrutalan
remaja.
Tetapi, masa remaja
memang merupakan masa dimana seseorang belajar bersosialisasi dengan sebayanya
secara lebih mendalam dan dengan itu pula mereka mendapatkan jati diri dari apa
yang mereka inginkan.
Hingga, terlepas
dari itu semua, remaja merupakan masa yang indah dalam hidup manusia, dan dalam
masa yang akan datang, akan menjadikan masa remaja merupakan tempat untuk
memacu landasan dalam menggapai kedewasaan.
Ada
beberapa faktor sebagai dasar berlangsungnya suatu proses interaksi antara
lain:
·
Faktor
Imitasi
Setiap
individu yang memiliki sifat kecenderungan untuk melakukan seperti yang
dilakukan orang lain.
·
Faktor
Sugesti
Suatu
proses mempengaruhi individu terhadap individu lain sehingga ia dapat menerima
nrma atau pedoman tingkah laku tertentu tanpa melalui pertimbangan terlebih
dahulu.
·
Faktor
Identifikasi
Suatu
kecenderungan yang tanpa disadari untuk menyamakan diri atau bertingkah laku
yang sama dialakukan seperti pihak lain.
·
Faktor
Simpati
Suatu
kecenderungan sikap merasa dekat dan tertarik untuk mengadakan hubungan saling
mengerti dan berkerjasama dri individu terhadap individu yang lain.
BAB IX
KEHIDUPAN PRIBADI DAN
PENDIDIKAN REMAJA
Pada hakikatnya
manusia merupakan pribadi yang utuh dan memiliki sifat-sifat sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu,
seseorang menyadari bahwa dalam kehidupannya memiliki kebutuhan yang
diperuntukkan bagi kepentingan diri pribadi, baik fisik maupun nonfisik.
Kebutuhan diri pribadi tersebut meliputi kebutuhan fisik dan kebutuhan sosio-psikologis.
Dalam pertumbuhan fisiknya, manusia memerlukan kekuatan dan daya tahan tubuh
serta perlindungan keamanan fisiknya. Kondisi fisik amat penting dalam
perkembangan dan pembentukan pribadi seseorang.
Kehidupan
pribadi seseorang individu merupakan kehidupan yang utuh dan lengkap dan
memiliki cirri khusus dan unik. Kehidupan pribadi seseorang menyangkut berbagai
aspek, antara lain aspek emosional, sosial psikologis dan sosial budaya, dan
kemampuan intelektual yang terpadu secara integrative dengan factor lingkungan
kehidupan. Pada awal kehidupannya dalam rangka menuju pola kehidupan pribadi
yang lebih mantap, seorang individu berupaya untuk mampu mandiri, dalam arti
mampu mengurus diri sendiri sampai dengan mengatur dan memenuhi kebutuhan serta
tugasnya sehari-hari. Untuk itu diperlukan penguasaan situasi untuk menghadapi
berbagai rangsangan yang dapat mengganggu kestabilan pribadinya.
Kekhususan
kehidupan pribadi bermakna bahwa segala kebutuhan dirinya memerlukan pemenuhan
dan terkait dengan masalah-masalah yang tidak dapat disamakan dengan individu
yang lain. Oleh karenanya, setiap pribadi akan dengan sendirinya menampakkan
cirri yang khas yang berbeda dengan pribadi yang lain. Di samping itu, dalam
kehidupan ini diperlukan keserasian antara kebutuhan fisik dan nonfisiknya.
Kebutuhan fisik tiap orang perlu pemenuhan, misalnya seseorang perlu bernapas
dengan lega, perlu makan enak dan cukup, perlu kenikamatan, dan perlu keamanan.
Berkaitan dengan aspek sosio-psikologis, setiap pribadi membutuhkan kemampuan
untuk menguasai sikap dan emosinya serta sarana komunikasi untuk
bersosialisasi. Hal itu semua akan tampak secara utuh dan lengkap dalam bentuk
perilaku dan perbuatan yang mantap. Dengan demikian, masalah kehidupan pribadi
merupakan bentuk integrasi antara factor fisik, sosial budaya, dan factor
psikologis. Di samping itu, seorang individu juga membutuhkan pengakuan dari
pihak lain tentang harga dirinya, baik dari keluarganya sendiri maupun dari
luar keluarganya. Tiap orang mempunyai harga diri dan berkeinginan untuk selalu
mempertahankan harga diri tersebut.
Perkembangan
pribadi menyangkut perkembangan berbagai aspek, yang akan ditunjukan dalam
perilaku. Perilaku seseorang yang menggambarkan perpaduan berbagai aspek itu
terbentuk di dala lingkungan. Sebagaimana diketahui, lingkungan tempat anak
berkembang sangat kompleks.
Seseorang
individu, pertama tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga. Sesuai dengan
tugas keluarga dalam melaksanakan misinya sebagai penyelenggara pendidikan yang
bertanggung jawab, mengutamakan pembentukan pribadi anak. Dengan demikian,
faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pribadi anak adalah kehidupan
keluarga beserta berbagai aspeknya. Seperti telah diuraikan di bagian
terdahulu, perkembangan anak yang menyangkut perkembangan psikofisis
dipengaruhi oleh : status sosial ekonomi, fisafat hidup keluarga, dan pola
hidup keluarga seperti kedisiplinan, kepedulian terhadap kesehatan, dan
ketertiban termasuk ketertiban menjalankan ajaran agama.
Bahwa
perkembangan kehidupan seseorang ditentukan pula oleh faktor keturunan dan
lingkungan aliran nativisme menyatakan bahwa seorang individu akan menjadi
”orang” sebagaimana adanya yang telah ditentukan oleh kemampuan an sifatnya
yang dibawa sejak ia dilahirkan. Sedangkan aliran empirisme mengatakan
sebaliknya bahwa seorang akan menjadi ”manusia” seperti yang dikehendakioleh
lingkungan. Kedua aliran itu menggambarkan bahwa faktor bakat dan pengaruh
lingkungan sama-sama mempunyai pengaruh terhadap perkembangan pribadinya.
Pengaruh-pengaruh itu akan terpadu bersama-sama saling memberi andil
”menjadikan manusia sebagai manusia”. Aliran yang mengakui bahwa kedua aliran
itu secara terpadu memberikan pengaruh terhadap kehidupan seseorang adalah
aliran konvergensi. Proses pendidikan Indonesia menganut aliran ini, seperti
dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu ing ngarsa sung tulada, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani.
A. Penyesuaian
Pribadi
Penyesuaian
pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga
tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia
menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya
dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.
Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari
dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya.
Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan
yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan
keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya
kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan,
ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya
gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah
yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut
dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian
diri.
B. Penyesuaian
Sosial
Setiap
iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat
proses saling mempengaruhi satu sama
lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan
tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang
mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup
sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi
sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial
terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi
dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan
masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau
masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama
memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya
dan adat istiadat yang ada, sementara
komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang
diberikan oleh sang individu.
Apa yang diserap
atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum
cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk
mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya
yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk
mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat
biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau
nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu
mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu
mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya
dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
Kedua hal tersebut
merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial
untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami
proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan
sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati
nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi
penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan
diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak
diterima oleh masyarakat.
C. Pembentukan
Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri
yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai,
kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan,
kegoncangan dan ketegangan jiwa yang
bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara
objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya
dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Pada dasarnya
penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan ini
beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup
sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat
dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana
terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian
penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan
bahwa kehidupannya berarti. Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu
kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya
banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar
karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi
negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan
bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu
yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat
berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian
hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang
berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya,
namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan
membuat dirinya tertekan, cemas dan stres. Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak
akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk
meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan
semata-mata menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan
pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman. Lingkungan
keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang
dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman
sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan
persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki
pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab
itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak
dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya,
sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu tersebut. Dalam
keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi
dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang
lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak,
adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu
mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi
melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai
keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang
menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu
menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan
yang mendukung hal tersebut. Dalam hasil interaksi dengan keluarganya
individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum,
berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu
dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses
pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada
orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi,
kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal
tersebut akan berguna bagi masa depannya.
b. Lingkungan Teman Sebaya
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan,
pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa
remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh
dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di
dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada
mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya.
Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang
dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya. Dengan demikian
pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam penerimaan
terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam
memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang
lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat
kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan
kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang
tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.
c. Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya
terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup
tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak
hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk
masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut
individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Pendidikan modern
menuntut guru atau pendidik untuk
mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai
dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan
merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang
diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual
individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode
yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru
sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.
Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk
kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa
kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para
remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses
pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk
terjadi pertentangan antar generasi. Kehidupan merupakan rangkaian yang
berkesinambungan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Keadaan kehidupan
sekarang dipengaruhi oleh keadaan sebelumnya dan keadaan yang akan datang
banyak ditentukan oleh keadaan kehidupan saat ini. Dengan demikian, tingkah
laku seseorang juga dipengaruhi oleh hasil proses perkembangan kehidupan
sebelumnya dan dalam perjalanannya berintegrasi dengan kejadian-kejadian saat
sekarang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jika sejak awal perkembangan
kehidupan pribadi terbentuk secara terpadu dan harmonis, maka dapat diharapkan
tingkah laku yang merupakan pengejawantahan berbagai aspek pribadi itu akan
baik. Kehidupan pribadi yang mantap memungkinkan seorang anak akan berperilaku
mantap, yaitu : mampu menghadapi dan memecahkan berbagai permasalahan dengan
pengendalian emosi secara matang, tertib, disiplin, dan penuh tanggung jawab.
D. Upaya
Pengembangan Kehidupan Pribadi
Kehidupan
pribadi yang merupakan rangkaian proses pertumbuhan dan perkembangan, perlu
dipersiapkan dengan baik. Untuk itu perlu dilakukan pembiasaan dalam hal :
·
Hidup sehat dan teratur
serta pemanfaatan waktu secara baik
·
Pengenalan dan
pemahaman nilai dan moral yang berlaku di dalam kehidupan perlu ditanamkan
secara benar.
·
Mengerjakan tugas dan
pekerjaan praktis sehari-hari secara mandiri dengan penuh tanggung jawab.
·
Hidup bermasyarakat
dengan melakukan pergaulan dengan sesama, terutama dengan teman sebaya.
·
Menunjukkan gaya dan
pola kehidupan yang baik sesuai dengan kultur yang baik dan dianut oleh
masyarakat.
·
Cara-cara pemecahan
masalah yang dihadapi.
·
Menunjukkan dan melatih
cara merespon berbagai masalah yang dihadapi.
·
Mengikuti aturan
kehidupan keluarga dengan penuh tanggung jawab dan disiplin.
·
Melakukan peran dan
tanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga.
Di dalam
keluarga perlu dikembangkan sikap menghargai orang lain dan keteladanan. Di
samping perlu diciptakan suasana keteladanan oleh pihak-pihak yang berwewenang,
seperti orang tua di dalam keluarga, guru di sekolah, dan tokoh masyarakat
dalam kehidupan sosial. Dalam suasana ini yang perlu ditonjolkan antara lain
adalah sifat sportif dan kejujuran, berjuang keras dengan berpegang pada prispi
yang maton (dapat dipercaya)
E. Perkembangan
Kehidupan Pendidikan dan Karier.
Sekolah
menyediakan pelajaran dasar yang belum bermakna sebagai pembekalan anak – anak
untuk siap bekerja dan belum terarah kepemberian keterampilan tertentu untuk
terjun ke dunia kerja di dalam masyarakat. Sikap remaja terhadap pendidikan
sekolah banyak diwarnai oleh karakteristik guru yang mengajarnya. Guru yang
baik itu adalah guru yang akrab dengan siswanya dan menolong siswa dalam hal
pelajaran. Dalam hal ini guru memberikan bimbingan dan menilai atas dasar
objektivitas yang tidak disertai faktor emosional. Sekolah bermaksud untuk
mampu memberikan kepada para peserta didik “apa yang sesuaidengan kebutuhannya
dan keadaannya”.
Pencapaian
tingkat pendidikan dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan atau IQ. Dalam
kenyataannya IQ setiap orang berbeda-beda, hal itu berpengaruh terhadap pola
kehidupannya di dalam bidang pendidikan. Kehidupan pendidikan merupakan bagian
awal dari kehidupan karier, maka perbedaan kehidupan pendidikan tersebut
konsekuensinya akan membawa perbedaan individual di dalam kehidupan kariernya.
Orang tua perlu
memahami kemajuan pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah dan di luar
keluarga karena dengan norma dan ketentuan yang tidak terlalu jauh berbeda
antara rumah, sekolah, dan masyarakat dapat dicapai. Proses pemilihan kerja
sebenarnya telah berlangsung sejak dini, di saat anak menetapkan pilihan
sekolah. Remaja telah berkemampuan untuk menarik keputusan, sekalipun dasar
pertimbangan yang digunakan belum cukup luas, terutama yang berkaitan dengan
pandangan masa depan yang belum mantap.Oleh karena itu mereka masih memerlukan
arahan atau bimbingan orang tua atau pembimbing. Faktor yang digunakan untuk
menentukan pilihan pekerjaan antara lain :
1. minat
dan kemampuan
2. jenis
kelamin
3. latar
belakang orang tua
4. kondisi
sosial ekonomi
5. jenis
pekerjaan itu sendiri
Secara
psikologis remaja telah cukup mampu untuk memikul tanggung jawab dan hidup
mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi tidak semua remaja siap
menghadapi kondisi masyarakat yang terus berkembang sehingga mereka belum
memiliki konsep kehidupan masa depan. Hal ini akan berakibat mereka akan tampak
tidak memiliki pendirian dan mengalami kesulitan memilih jenis pekerjaan serta
tergantung kepada kelompok.
BAB X
PENYESUAIAN DIRI REMAJA
A.
Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan
eksistensinya, atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan
rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Pemahaman
penyesuaian diri pada remaja sangat penting dipahami oleh setiap remaja karena
masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Setiap individu mengalami
perubahan baik fisik maupun psikologis. Maka dari itu situs belajar psikologi
ini memberikan sedikit pemahaman tentang penyesuaian diri pada remaja.
Seorang ahli bernama Schneiders ( Gunarso, 1989 )
mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah
laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan
yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya.
Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu
baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian
diri merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri,
ketegangan, frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas
tuntutan-tuntutan dalam dunia sekitar.
Menurut Daradjat (1972) penyesuaian diri merupakan suatu
proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku agar terjadi
hubungan yang selaras antara dirinya dan lingkungannya. Dikatakan bahwa
penyesuaian diri mempunyai dua aspek, yaitu penyesuaian diri pribadi dan
penyesuaian diri sosial. Penyesuaian diri pribadi adalah penyesuaian individu
terhadap dirinya sendiri dan percaya pada diri sendiri. Sedangakan penyesuaian
sosial merupakan suatu proses yang terjadi dalam lingkungan sosial tempat
individu hidup dan berinteraksi dengannya.
Geringan (1986) mengatakan bahwa
penyesuaian diri adalah mengubah diri sendiri dengan keadaan lingkungan dan
juga mengubah lingkungan sesuai dengan keinginannya, Tentu saja hal ini tidak
menimbulkan koflik bagi diri sendiri dan tidak melanggar norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat. Menurut Hillgard (dalam Damayanti, 2002), individu
mengadakan penyesuaian diri untuk menghilangkan konflik dan melepaskan rasa
ketidak enakan dalam dirinya. Menurut Gunarso (1995) penyesuaian diri sebaiknya
menjadi dasar dari pembetukan hidup dengan pola-pola yang berintegrasi tanpa
tekanan emosi yang berarti.
Katono (1980) mengartikan penyesuaian diri sebagi usaha
untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungan sehingga rasa
bermusuhan, dengki, iri hati, pasangka, kecemasan, kemarahan sebagai respon
pribadi yang tidak sesuai dengannya terkikis habis. Penyesuaian diri merupakan faktor
yang penting dalam kehidupan seseorang. Setiap saat seseorang
mempunyai kebutuhan penyesuaian diri, baik dengan dirinya sendiri antara kebutuhan
jasmani dan rohani, maupun kebutuhan luarnya yaitu kebutuhan sosial. (Prastyawati, 1999).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian diri merupakan usaha individu untuk menyelaraskan kebutuhan dalam
diri sendiri maupun dengan situasi diluar dirinya guna mendapatkan hubungan
yang lebih baik serasi antara diri dan lingkungan yang dihadapinya. Pada masa
penyesuaian diri ini peran orang tua dan lingkungan sangat berpengaruh dalam
mencapai keberhasilan dalam melakukan penyesuaian diri untuk membangun jati
diri yang baik. Orang tua bertugas untuk memberi tauladan dan mengawasi tindak
tanduk tetapi tidak dengan mengekang semua kegiatanya, serta memberikan
kebebasan yang bertanggung jawab, misalnya berilah kebebasan kepada anak anda
untuk bergaul dengan siapapun dan dari strata manapun asalkan tidak membawa
pengaruh yang buruk baginya.
Orang tua hendaknya membiasakan anak untuk mengenal dengan
baik lingkungan sekitarnya agar mereka mampu beradaptasi dengan baik dimanapun
mereka berada. Orang tua hendaknya juga bisa menjadi teman bagi anaknya
terutama pada masa remaja sehingga anak bisa terbuka tentang segala masalah
yang dihadapinya, karena dengan itu orang tua mampu mengawasi secara tidak
langsung kegiatan- kegiatan yang dilakukannya.
B.
Konsep dan Proses Penyesuaian Diri
Makna akhir dari hasil pendidikan
seseorang individu terletak pada sejauhmana hal yang telah dipelajari dapat
membantunya dalam penyesuaian diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada
tuntutan masyarakat.
Seseorang tidak dilahirkan dalam
keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri,
kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh
faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian
yang baik atau yang salah suai.
C.
Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian yang sempurna dapat terjadi
jika manusia / individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan
lingkungannya, tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan semua
fungsi-fungsi organisme / individu berjalan normal. Namun, penyesuaian diri lebih
bersifat suatu proses sepanjang hayat, dan manusia terus menerus menemukan dan
mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi sehat.
Sebagaimana telah dipahami bahwa dalam perkembangannya
manusia akan melewati masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang
tumbuh selepas masa anak – anak menjelang dewasa. Dalam masa ini tubuhnya
berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan – perubahan dalam bentuk fisk
dan psikis.
Badannya tumbuh berkembang menunjukkan
tanda – tanda orang dewasa, perilaku sosialnya berubah semakn menyadari
keberadaa dirinya, ingin diakui dan berkembang pemikiran maupun wawasannya
secara lebih luas. Secara
keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer dalam
penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau
menimbulkn efek bagi proses penyesuaian. Secara sekunder proses penyesuaian
ditentukan oleh faktor – faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri baik
internal maupun eksternal.
Penentu penyesuaian identik dengan faktor – faktor yang
mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bertahap. Penentu itu
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- Kondisi – kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf kelenjar, sistem otot, kesehatan, penyakit dan sebagainya.
- Perkembangan dan kematangan khususnya kematangan intelektual, sosial, moral dan emosional.
- Penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarya, pemgkondisian, penentua diri (self – determination), frustasi dan konflik.
- Kondisi lingkungan khususnya kelurga dan sekolah.
- Penentu cultural termasuk agama.
Pemahaman tentang faktor – faktor diatas dan bagamana
fungsinya dalam penyesuaian merupakan syarat untuk memahami proses penyesuaian
diri. Berikut akan dijelaskan mengenai faktor – faktor diatas.
a. Kondisi Jasmaniah
Kondisi jasmaniah merupakan kondisi
primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa system syaraf, kelenjar
dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa gangguan – gangguan dalam system syaraf, kelenjar dan otot menimbulkan
gejala – gejala gangguan mental, tingkah laku dan kepribadian. Dengan demikian,
kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercapainya proses
penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan
penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri. Kualitas
penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi
kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit
jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian
dirinya. Gangguan penyakit yang kronis dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan
pada diri sendiri, perasaan rendah diri, ketergantungan, perasaan ingin
dikasihani dan sebagainya.
b. Perkembangan, kematangan dan
penyesuaian diri.
Sikap
dapat diartikan sebagai kesediaan bereaksi indiviu terhadap suatu hal. Lebih
terperinci lagi sikap dapat diartikan sebagai kecenderungan yang relatif stabil
yang dimiliki seseorang dalam mereaksi (baik reaksi negatif maupun reaksi
positif) terhadap dirinya sendiri, orang lain, benda situasi / kondisi
sekitarnya. Sikap remaja awal yang berkembang terutama menonjol dalam sikap
sosial, lebih – lebih sikap sosial yang berhubungan dengan teman sebaya. Sikap
positif remaja awal terhadap teman sebaya berkembang dengan pesat setelah
remaja mengenal adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama. Sikap solider atau senasib
seperjuangan dirasakan dalam kehidupan kelompok baik dalam kelompok yang
sengaja dibentuk ataupun kelompok yang terbentuk dengan sendirinya. Simpati dan
merasakan perasaan orang lain telah mulai berkembang dalam usia remaja awal.
Remaja berusaha bersikap sesuai dengan norma kelompokmya. Sesuai dengan hukum perkembangan,
tingkat kematangan yang dicapai berbeda – beda antara individu yang satu dengan
yang lainnya, sehingga pencapaian pola – pola penyesuaian diri pun berbeda pula
secara individual. Dengan kata lain, pola penyesuaian diri akan bervariasi
sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Kondisi –
kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti emosional,
sosial, moral, keagamaan dan intelektual.
c. Penentu psikologis terhadap
penyesuaian diri.
Faktor psikologis ini banyak sekali
macamnya diantaranya adalah :
·
Pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai
arti bagi penyesuaian diri. Pengalaman yang menyenangkan akan menimbulkan
penyesuaian diri yang baik dan sebaliknya.
·
Belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar
yang fundamental dalam proses penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan
berkembang pola – pola respon yang akan membentuk kepribadian.
·
Determinasi diri
Dalam
proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor – faktor terebut
diatas, orang itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang
mendorong untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi. Faktor – faktor itulah
yang disebut determinasi diri. Determinasi diri mempunyai peranan
penting dalam proses penyesuaian diri karena mempuyai peranan dalam
pengendalian arah dan pola penyesuaian diri. Ada beberapa orang dewasa yang
mengalami pengalaman penolakan ketika masa kanak – kanak, tetapi mereka dapat
menghindarka diri dari pengaruh negatif karena dapat menentukan sikap atau arah
dirinya sendiri.
D. Konflik dan Penyesuaian
Tanpa memperhatikan tipe – tipe
konflik, mekanisme konflik secara essensial sama yaitu pertentangan antara
motif – motif. Ada beberapa pandangan bahwa konflik bersifat mengganggu
atau merugikan. Namun ada yang berpandangan bahwa konflik dapat bermanfaat
memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan.
a. Lingkungan Rumah / keluarga
Keluarga
sangat besar pengaruhnya dalam kehidupa remaja. Kasih sayang orang tua dan
anggota keluarga yang lain akan memberi dampak dalam kehidupan mereka. Demikian
pula cara mendidik atau cntoh tauladan dalam keluarga khususnya orang tua akan
sangat memberi input yang luar biasa.
Dalam keluarga yang bahagia dan sejahtera serta memiliki tauladan keislaman
yang baik dari orang tua, Insya Allah remaja akan tumbuh dengan rasa aman,
berakhlak mulia, sopan santun dan taat melaksanakan perintah agamanya. Selain pendidikan agama, remaja juga
memerukan komunikas yang baik dengan orang tua, karena ia ingin dihargai,
didengar, dan diperhatikan keluhannya. Dalam masalah ini diperlukan orang tua
yang dapat bersikap tegas namun akrab (friendly).
·
Lingkungan Sekolah
Sekolah
adalah rumah kedua, tempat remaja memperoleh pendidikan formal, dididik dan
diasuh oleh para guru. Dalam lingkungan inilah remaja
berlatih untuk menigkatkan kemampuan daya pikirnya. Bagi remaja yang sudah
menginjak perguruan tinggi, nampak sekali perkembangan intelektualitasnya.
Tidak hanya sekedar menerima tapi mereka juga mampu beradu argumen dengan
pengajarnya.
Dalam
lingkungan sekolah guru memegang peranan penting sebab guru bagaikan pengganti
orang tua. Karena itu, diperlukan guru yang arif, bijaksana, mau membimbing dan
mendorong anak didik untuk aktif dan maju, memahami perkembangan remaja serta
seseorang yang dapat dijadikan tauladan.
· Lingkungan teman sepergaulan
Teman
sebaya adalah sangat penting sekali pengaruhnya bagi kehidupan remaja, baik itu
teman sekolah, organisasi maupun teman bermain. Pada usia remaja mereka
berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak bergantung pada orang tua. Akan tetap
pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya
selama masa kanak – kanak. Oleh karena itu, kita wajib berhati
– hati dalam memilih teman, karena pergaulan yang salah dapat empengaruhi
proses dan pola – pola penyesuaian diri.
· Lingkunga dunia luar
Merupakan
lingkungan remaja selain keluarga, sekolah dan teman sepergaulan, baik
lingkungan masyarakat lokal, nasional maupun global. Lingkungan dunia luar akan
mempengaruhi remaja baik secara langsung maupun tidak langsung, baik itu benar
ataupun salah, baik itu Islami ataupun tidak. Lingkungan dunia luar semakin
besar pengaruhnya disebabkan oleh faktor – faktor kemajuan teknologi,
transportasi, teknologi, informasi maupun globalisasi. Masa remaja adalah masa pencarian
identitas diri, sehingga sering kita jumpai remaja berusaha menonjolkan
identitas pribadi atau kelompoknya. Peniruan terhadap figure – figure tertentu
dan menemukan tokoh – tokoh idla yang digandrungi, seperti guru, ulama,
pahlawan, bintang film atau penyanyi.
E. Kultural dan agama sebagai penentu
penyesuaian diri
Proses penyesuaian diri anak mulai dari lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipegaruhi oleh faktor – faktor kutur
dan agama. Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan
menentukan pola penyesuaian diri. Contohnya tata cara kehidupan di sekolah, di
masjid dan semacamnya akan mempengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan
bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Agama memberikan suasana psikologis
tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainnya.
Agama memberi tuntunan, konsep dan falsafah hidup yang
meyakinkan dan benar. Oleh pemilikan semua ini orang akan memperoleh arti
hidup, kemana tujuan hidup, apa yang dicari dalam hidup ini dan bagaimana ia
harus berperan dalam hidup sehingga hidupnya di dunia tidak sia- sia. Dengan
penemuan makna yang sebenarnya dari kehidupan manusia akan memiliki langkah –
langkah yang mantap, yakin dan tegar , tidak mudah terpengaruh oleh bujukan dan
rayuan yang akan membawanya ke jurang kesengsaraan.
F. Permasalahan – Permasalahan
Penyesuaian Diri Remaja
Diantara persoalan terpentingnyan
yang dialami oleh remaja dalam kehidupan sehari – hari dan yang menghambat
penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama
orang tua.
Masalah wajar yang berhubungan dengan orang tua
antara lain berhubungan dengan :
1. Pelaksanaan tugas perkembangan dala
hal mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua. Remaja ingin bebas
menentukan tujuan hidupnya sendiri, sementara orang tua masih takut memberi
tanggung jawab kepada remaja sehingga terus membayangi remajanya.
2. Kebutuhan – kebutuhan akan
perhatian, kasih sayang dari orang tua yang tidak selamanya dapat terpenuhi
karena antara lain kesibukan dalam soal ekonomis orang tuanya.
3. Tugas – tugas perkembangan yang
bertentangan dengan kebergantungan secara ekonomis, khususnya dalam
kelangsungan pendidikan atau sekolah. Kesemuanya menjadi bahan pemikiran dan
dirasakan sebagai pengganggu hidupnya.
Permasalahan penyesuaian diri yang
dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis kelurga seperti keretakan
kelurga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup dirumah tangga
yang retak , mengalami masalah emosi, tampak padanya ada kecenderungan yang
besar untuk marah, suka menyendiri, disamping kurng kepekaa terhadap penerimaan
sosial dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelsah dibandingkjan dengan
remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar.
Masalah wajar yang berhubungan dengan diri atau pribadi
remaja itu sendri antara lain :
1. Perasaan dan pikiran mengenai fisik
(jasmani)nya. Ada bentuk badan yang diidam – idamkan dan dipikirkan untuk
dicapai. Diidamkannya bentuk badan atau wajah bintang film dalam poster –
poster atau majalah, yang dbandigkan dengan keadaan dirinya sendiri.
2. Sikap dan perasaan mengenai
kemampuannya. Remaja ingin berhasil dalam mengerjakan sesuatu, sementara
dirumah dan disekolah anak remaja tersebut sering kali menghadapi kegagal;an
dalam berbagai hal. Dirinya kadang – kadang bersifat apatis dan merasa telah
gagal. Ini terjadi pada masa remaja awal dan akhir.
3. Sikap pandangan diri terhadap nilai
– nilai. Akibat perkembangan kemampuan pikir, remaja memikirkan tentang nilai –
nilai, yang benar dan yang salah yang baik dan yang buruk yang patut dan tidak
patut. Informasi tentang hal itu diterima dari lingkungannya.
Masalah yang berhubungan degan masyarakat luas antara lan :
1. Pergaulan sehari hari dalam
masyarakat luas, menatangkan masalah sejak remaja keluar dari ikatan keluarga,
sejak memperluas pergaulan dari kelompok teman sebaya.
2. Persiapan dalam masa depan, sekolah
dan jabatan menjadi bahan pemikiran.
G.
Karakteristik Penyesuaian Diri
a.
Penyesuaian diri secara positif
Mereka
yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal
sebagai berikut :
·
Tidak menunjukan adanya ketagangan emosional
·
Tidak menunjukan adanya
mekanisme-mekanisme psikologis
·
Tidak menunjukan adanya frustasi pribadi
·
Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri
·
Mampu dalam belajar
·
Menghargai pengalaman
·
Bersikap realistik dan objektif.
Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu
akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain :
·
Penyesuaian dengan menghadapi masalah
secara langsung
·
Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi
·
Penyesuian dengan trial and error atau coba-coba
·
Penyesuian dengan substitusi
·
Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan pribadi
·
Penyesuaian dengan belajar
·
Penyesuaian dengan inhibisi dan kontrol
diri
·
Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat.
b.
Penyesuaian Diri yang Salah
Ada
tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu :
·
Reaksi bertahan
1. Rasionalisme, yaitu bertahan dengan
mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakannya.
2. Repressi, yaitu berusaha untuk
menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak ke alam tak sadar.
3. Proyeksi, yaitu melemparkan sebab
kegagalan dirinya kepada pihak lain.
·
Reaksi menyerang
1. Selalu membenarkan diri sendiri
2. Mau berkuasa dalam setiap situasi
3. Mau memilikinya
·
Reaksi melarikan diri.
Penyesuaian diri yang
baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali
bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan
dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk
menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya,
serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik
untuk bekerja, dan berprestasi.
Pada
dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada
penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian
diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut:
Apa yang diserap atau dipelajari individu
dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk
menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai
penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus
dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi
norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya
memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau
nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok.
Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah
dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari
pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
BAB XI
KARAKTERISTRIK PERKEMBANGAN SISWA
A.
Karakteristik Peserta Didik Usia Taman Kanak-kanak
Anak usia prasekolah merupakan fase perkembangan
individu sekitar 4-6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang
dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet
training), dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan
dirinya).
a.
Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar
bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh
maka memungkinkan anak untuk dapat lebih mengembangkan keterampilan fisiknya
dan ekplorasi terhadap lingkungannya dengan tanpa bantuan dari orang tuanya. Pertumbuhan
otaknya pada usia lima tahun sudah mencapai 75% dari ukuran orang dewasa, dan
90% pada usia enam tahun. Pada usia ini juga terjadinya pertumbuhan ”myelinization”
(lapisan urat syaraf dalam otak yang terdiri dari bahan penyekat berwarna
putih, yaitu myelin) secara sempurna. Lapisan urat syaraf ini membantu
transmisi impul-impul syaraf secara cepat, yang memungkinkan pengontrolan
terhadap kegiatan-kegiatan motorik lebih seksama dan efisien. Di samping itu
pada usia ini banya juga perubahan fisiologis lainnya, seperti pernapasan
menjadi lebih lambat dan mendalam dan denyut jantung lebih lambat dan menetap. Untuk
perkembangan fisik anak sangat diperlukan gizi yang cukup. Kekurangan gizi
(malnutrisi) dapat mengakibatkan kecatatan tubuh dan kelemahan mental. Mereka
kurang memiliki kemampuan atau kesiapan mental dan fisik. Bimbingan guru taman kanak-kanak itu
berkaitan dengan pengembangan aspek-aspek berikut:
1. Pengenalan/pengetahuan akan
namanya dan bagian-bagian tubuhnya.
2. Kemampuan untuk
mengidentifikasi fungsi-fungsi tubuh.
3. Pemahaman bahwa walaupun
setiap individu berbeda dalam penampilannya, seperti perbedaan dalam warna
rambut, kulit dan mata, atau tingginya tetapi, semua orang memiliki kesamaan
karakteristik fisik yang sama.
4. Menerima bahwa semua orang
memiliki keterbatasan dalam kemampuannya.
5. Kemampuan untuk memahami bahwa
tubuh itu berubah secara konstan, dan pertumbuhan fisik berawal dengan
kelahiran dan berakhir dengan kematian.
6. Pemahaman akan pentingnya
tidur dan juga sebagai dua siklus kehidupan yang penting bagi kehidupan.
7. Mengetahui kesadaran sensori
(merasa, melihat, mendengar, mencium, dan menyentuh/meraba).
8. Memahami keterbatasan fisik
seperti lelah, sakit dan melemah.
b.
Perkembangan Intelektual
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada
pada periode Preoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu
menguasai operasi mental secara logis. Yang dimaksud dengan operasi adalah
kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara mental bukan fisik. Periode ini
ditandai dengan berkembangnya representasional atau “Symbolic function”
yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili sesuatu yang lain dengan
menggunakan simbol. Dapat juga dikatakan sebagai “semiotic function”,
kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol untuk melambangkan suatu kegiatan,
benda yang nyata atau peristiwa. Keterbatasan yang menandai atau yang menjadi
karakteristik periode preoperasional ini adalah sebagai berikut :
1.
Egosentrisme
2.
Kaku dalam
berpikir (Rigidity of thought)
3.
Semilogikal
reasoning
Secara ringkas perkembangan intelektual masa prasekolah :
1. Mampu berpikir dengan
menggunakan simbol
2. Berpikir masih dibatasi oleh
persepsinya. Mereka meyakini apa yang dilihatnya dan hanya terfokus kepada satu
atribut atau dimensi terhadap satu objek
dalam waktu yang sama. Cara berpikir mereka masih memusat.
3. Berpikirnya masih kaku tidak
fleksibel.cara berpikirnya terfokus pada keadaan awal atau akhir dari suatu
transformasi,bukan kepada transformasi itu sendiri yang mengantarai keadaan
tersebut.
4. Anak sudah mengerti
dasar-dasar mengelompokkan sesuatu atau dasar satu dimensi, seperti atas
kesamaan warna, bentuk dan ukuran.
c.
Perkembangan Emosional
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai
menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan bukan aku (orang lain
atau benda). Kesadaran ini diperoleh dari pengalaman bahwa tidak setiap
keinginannya dipenuhi oleh orang lain atau benda lain. Bersama dengan itu,
berkembang pula perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari lingkungannya.
Jika lingkungannya (terutama orang tuanya) tidak mengakui harga diri anak maka
pada diri anak akan berkembang sikap-sikap keras kepala/menentang atau menyerah
menjadi penurut yang diliputi rasa harga diri kurang dengan sifat pemalu.
Guru di taman kanak-kanak seyogyanya
memberikan bimbingan kepada mereka agar mereka dapat mengembangkan hal-hal
berikut :
1. Kemampuan untuk mengenal,
menerima dan berbicara perasaan-perasannya.
2.
Menyadari bahwa ada hubunan antara emosi dengan tingkah laku sosial.
3. Kemampuan untuk menyalurkan
kegiatannya tanpa menganggu perasaan orang lain.
d.
Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak usi apra sekolah, dapat
diklasifikasikan ke dalam dua tahap (sebagai kelanjutan dari dua tahap
sebelumnya) yaitu sebagai berikut :
· Masa ketiga (2,0-2,6) yang
bercirikan
1. Anak sudah mulai bisa menyusun
kalimat tunggal yang sempurna.
2. Anak sudah mampu memahami
tentang perbandingan.
3. Anak banyak menanyakan nama
dan tempat : apa dimana dan darimana.
4. Anak sudah banyak menggunakan
kata-kata yang berawalan dan berakhiran.
· Masa kekempat (1,2-6,0) yang
bercirikan
1.
Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya.
2. Tingkat berpikir anak sudah
lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu-sebab akibat melalui pertanyaan :
kapan, kemana,mengapa dan bagaimana
Berbagai peluang yang diberikan oleh orang tua/guru
kepada anak untuk membantu perkembangan bahasa anak diantaranya yaitu :
1. Bertutur kata yang baik dengan
anak
2. Mau mendengarkan pembicaraan
anak
3. Menjawab pertanyaan anak
4. Mengajak berdialog dalam
hal-hal sederhana
5. Di tman kanak-kanak, anda
diiasakan untuk bertanya, menghafal dan melantunkan lagu dan puisi.
e.
Perkembangan Bermain
Usia pra sekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain.
Yang dimaksud bermain disini adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan
kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan. Terdapat beberapa macam permainan
anak yaitu :
1.
Permainan fungsi (permainan gerak), seperti meloncat-loncat
2.
Permainan fiksi, seperti menjadikan kursi sebagai kuda
3.
Permainan reseptif atau apresiatif, seperti melihat gambar
4.
Permainan membentuk (konstruksi), seperti membuat gunung pasir
5.
Permainan prestasi, seperti sepak bola
Secara psikologis dan paedagogis bermain mempunyai
nilai-nilai yang sangat berharga bagi ana diantaranya :
1. Anak memperoleh perasan
senang, puas, bangga, atau berkatarsis (peredan ketegangan)
2. Anak dapat mengembangkan sikap
percaya diri, tanggung jawab, dan kooperatif (mau bekerja sama)
3. Anak dapat mengembangkan daya
fantasi atau kreatifitas
4. Anak dapat mengenal aturan
atau norma yang berlaku dalam kelompok serta belajar untuk menaatinya.
5. Anak dapat memahami bahwa baik
dirinya maupun orang lain sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan.
6. Anak dapat mengembangkan sikap
sportif, tenggang rasa atau toleran terhadap orang lain.
B.
Karakteristik Peserta Didik Usia
Sekolah Dasar
a.
Perkembangan Intelektual
Pada usia dasar (6-12 tahun) anak
sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas
belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti
membaca, menulis, dan menghitung).
b.
Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi
dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara berkomunikasi,
dimana pikirandan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat,
atau gerak dengan menggunakan kata-kata,kalimat, bunyi, lambang, gambar, atau
lukisan.
Terdapat dua faktor penting yang
mempengaruhi perkembangan bahasa yaitu :
1. Proses jadi matang dengan
perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah
berfungsi) untuk berkata-kata.
2. Proses belajar, yang berarti
bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain
dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/kata-kata yang didengarnya. Kedua
proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak
Dengan dibekali pelajaran bahasa di sekolah, diharapkan peserta
didik dapat menguasai dan mempergunakannya sebagai alat untuk :
1. Berkomunikasi dengan orang
lain
2. Menyatakan isi hatinya
3. Memahami keterampilan mengolah
informasi yang diterimanya
4. Berpikir (menyatakan gagasan
atau pendapat)
5. Mengambangkan kepribadiannya
seperti menyatakan sikap dan keyakinannya.
c.
Perkembangan Sosial
Pada usia ini anak mulai memiliki
kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif
(bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Berkat
perkembangan sosial anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman
sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar
di sekolah, kematangan perkembangan sosila ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai
dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik
maupun tugas yang membutuhkan pikiran.
d.
Perkembangan Emosi
Kemampuan mengontrol emosi diperoleh
anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang
tua dalam mengndalikan emosinya sangatlah berpengaruh pada anak. Emosi
merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini
termasuk pula perilaku belajar. Memgingat hal tersebut, maka guru hendaknya
mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar yang menyenangkan atau
kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif. Upaya yang
dilakukan antara lain :
1. Mengembangkan iklim kelas yang
bebas dari ketegangan
2. Memperlakukan peserta didik
sebagai individu yang mempunyai harga diri
3. Memberikan nilai secara
objektif
4. Menghargai hasil karya peserta
didik
e. Perkembangan Emosional
Anak mulai mengenal konsep moral
pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak tidak
mengerti konsep moral ini, tapi lambat laun anak akan memahaminya. Pada usia
sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti peraturan atau tuntutan dari orang
tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami
alasan yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan
setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik-buruk.
f. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaannya
ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Sikap keagamaan bersifat reseptif
disertai dengan pengertian
1. Pandangan dan paham ketuhanan
diperolehnya secara asional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman
pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
2. Penghayatan secara rohaniah
semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
3. Periode usia sekolah dasar
merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode
sebelumnya.
g. Perkembangan Motorik
Seiring dengan perkembangan fisiknya
yang beranjak matang maka perkembangan motorik anak sudah terkoordinasi dengan
baik. Sesuai dengan perkembangan fisik (motorik) maka di kelas-kelas permulaan
sangat tepat diajarkan :
1. Dasar-dasar keterampilan untuk
menulis dan menggambar
2. Keterampilan dalam
mempergunakan alat-alat olahraga
3. Gerakan-gerakan untuk
meloncat, berlari, berenang, dsb.
4. Baris-berbaris secara
sederhana untuk menanamkan kebiasaan, ketertiban dan kedisiplinan.
C.
Karakteristik Peserta Didik Usia
Remaja
Remaja
sering disebut dengan istilah puberteit danadolescentia. Puberteit (Belanda), puberty
(Ingris), pubertas (Latin) yang artinya tumbuh rambut di daerah ”pusic” daerah
kemaluan. Adolescentia dari bahasa latin adalah masa muda.
a. Pengertian Remaja
·
Remaja menurut hukum
Menurut undang-undang perkawinan usia
minimal untuk suatu perkawinan untuk putri 16 tahun dan untuk putra 19 tahun.
Dalam imu-ilmu sosial usia antara 16 sampai 22 tahun disejajarkan dengan
pengertian remaja.
·
Remaja ditinjau dari pertumbuhan fisik
Dari sudut fisik remaja dikenal
sebagai suatu tahap dimana alat kelamin mencapai kematangan. Pematangan fisik
berjalan ± 2 tahun dimulai saat haid pertama pada wanita dan sejak mimpi basah
(polusio) pada laki-laki masa dua tahun ini dinamakan masa pubertas, datangnya
masa pubertas tiap individu tidak sama.
· Remaja menurut WHO
Menurut WHO remaja adalah masa pertumbuhan dan
perkembangan dimana individu mengalami :
1. Menunjukkan tanda-tanda
kelamin sekunder saat mereka mencapai kematangan seksual.
2. Mengalami perkembangan
psikologi dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa.
3. Peralihan dari ketergantungan
sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri.
b.
Remaja ditinjau dari faktor
sosial sosial psikologis
Masa remaja adalah suatu perkembangan
yang ditandai adanya proses perubahan dari kondisi ”entropy” ke kondisi ”negentropy”.
Entropy
adalah suatu keadaan dimana kesadaran (pengetahuan,perasaan) manusia belum
tersusun rapi sehingga belum berfungsi maksimal. Negentropy adalah suatu keadaan dimana
kesadaran tersusun dengan baik, artinya pengetahuan satu berhubungan dengan pengetahuan
yang lain dan pengetahuan berhubungan dengan sikap, perasaan.
c.
Remaja menurut masyarakat
Indonesia
Batasan remaja Indonesia adalah usia 11 tahun sampai 24
tahun dan belum menikah dengan alasan :
1.
Usia 11 tahun umumnya sudah menunjukkan tanda-tanda kelamin sekunder
2.
Menurut agama dan adat usia 12 tahun anak sudah akil balik.
3.
Pada usia tersebut ulai ada tanda-tanda
penyempurnaan perkembangan misalnya :
a.
Tercapainya identitas diri
b.
Fase genital
c.
Tercapainya puncak perkembangan kognitif
4.
Pada usia 24 tahun masih banyak anak yang belum mandiri, masih
menggantungkan pada orang tua
D.
Karakteristik Remaja
a.
Perkembangan fisik
Masa remaja merupakan salah satu
diantara dua masa rentangan kehidupan individu, dimana terjadi pertumbuhan
fisik yang sangat pesat. Masa pertama yang terjadi pada fase pranatal dan bayi.
Bagian-bagian tubuh tertentu pada tahun-tahun permulaan kehidupan secara
proporsional terlalu kecil, namun pada masa remaja proporsionalnya menjadi
terlalu besar, karena terlebih dahulu mengalami kematangan daripada
bagian-bagian yang lain. Pada masa remaja akhir, proporsi tubuh individu
mencapai proporsi tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya. Dalam perkembangan
seksualitas remaja ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan
ciri-ciri seks sekunder.
b.
Perkembangan kognitif (Intelektual)
Ditinjau dari perkembanga kognitif
menurut Piaget, masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal (operasi =
kegiatan-kegiatan mental tentang berbagai gagasan). Keating merumuskan lima
pokok yang berkaitan dengan perkembangan berpikir operasi formal, yaitu sebagai
berikut :
· Berlainan dengan cara berpikir
anak-anak yang tekanannya kepada kesadarannya sendiri disini dan sekarang, cara
berpikir remaja berkaitan erat dengan dunia kemungkinan. Remaja mampu
menggunakan abstraksi dan dapat membedakan yang nyata dan konkret dengan
abstrak dan mungkin.
· Melalui kemampuannya untuk
menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara ilmiah.
· Remaja dapat memikirkan
tentang masa depan dengan membuat perencanaan dan mengekplorasi berbagai
kemungkinan untuk mencapainya.
·
Remaja menyadari tentang aktivitas kognitif dan mekanisme yang membuat
proses kognitif itu efisien dan tidak efisien. Dengan demikian, introspeksi
(pengujian diri) menjadi bagian kehidupannya sehari-hari.
· Berpikir operasi formal
memungkinkan terbukanya topik-topik baru dan ekspansi berpikir.
Implikasi pendidikan atau bimbingan
dari periode berpikir operasi formal ini adalah perlunya disiapkan program
pendidikan atau bimbingan yang memfasilitasi perkembanga kemampuan berpikir
remaja. Upaya yang dapat dilakukan seperti :
1. Penggunaan metode mengajar
yang mendorong anak untuk aktif bertanya, mengemukakan gagasan atau
mengujicobakan suatu materi
2. Melakukan dialog, diskusi
dengan siswa tentang masalah-masalah sosial atau berbagai aspek kehidupan
seperti agama, etika pergaulan dan pacaran, politik, lingkungan hidup,
bahayanya minuman keras dan obat-obatan terlarang.
c.
Perkembangan Emosi
Masa remaja merupakan puncak
emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik,
terutama ogran seksual mempengaruhi perkembangan emosi dan dorongan baru yang
dialami sebelumnya seperti perasaan cinta. Pada usia remaja awal, perkembanga
emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap
berbagai peristiwa, emosinya bersifat negatif dan tempramental. Sedangkan
remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya. Mencapai kematang emosional
merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses
pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya,
terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.
d.
Perkembangan sosial
Pada masa remaja berkembang ”social
cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Ramaja memahami
orang lain sebagi individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi,
minat,nilai-nilai, maupun perasaannya. Pada masa ini juga berkembang sikap ”conformity”,
yaitu kcenderungan untuk menyerah atau megikuti opini, pendapat, nilai,
kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya). Apabila kelompok
teman sebaya yang diikuti menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral dan
agama dapat dipertanggungjawabkan maka kemungkinan besar remaja tersebut akan
menampilkan pribadinya yang baik.
e.
Perkembangan moral
Melalui pengalaman atau berinteraksi
sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya atau orang dewasa lainnya, tingkat
moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak. Mereka
sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas,
seperti kejujuran, keadilan, kesopanan dan kedisiplinan.
Menurut Adam dan Guallatta terdapat
berbagai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orang tua mempengaruhi moral
remaja, yaitu :
· Terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat moral remaja dengan tingkat moral orang tua.
· Ibu-ibu remaja yang tidak
nakal mempunyai skor yang lebih tinggi dalam tahapan nalar moralnyadaripada
ibu-ibu yang anaknya nakal, dan remaja yang tidak nakal mempunyai skor yang
lebih tinggi dalam kemampuan nalar moralnya daripada remaja yang nakal.
· Terdapat dua faktor yang dapat
meningkatkan perkembangan moral anak atau remaja yaitu (a) orang tua yang
mendorong anak untuk diskusi secara demokratis dan terbuka mengenai berbagai
isu dan (b) orang tua yang menerapkan disiplin terhadap anak dengan teknik
berpikir induktif.
f.
Perkembangan kepribadian
Kepribadian merupakan sistem yang
dinamis dari sifat-sifat, sikap dan kebiasaan yang menghasilkan tingkat
konsistensi respons individu yang beragam. Sifat-sifat kepribadian mencerminkan
perkembangan fisik, seksual, emosional, sosial, kognitif dan niali-nilai. Masa
remaja merupakan saat berkembangnya identity (jati diri). Perkembangan
”identity” merupakan isu sentral pada masa remaja yang memberikan dasar bagi
masa dewasa. Apabila remaja gagal mengintegrasikan aspek-aspek dan pilihan atau
merasa tidak mampu untuk memilih, maka dia akan mengalami kebingungan (confusion).
E.
Karakteristik Peserta Didik Usia
Taman Dewasa
Secara psikologis kedewasaan
diwarnai dengan aktualisasi diri yaitu menunjukkan semua kemampua yang dimiliki
dalam rangka mandiri, bisa mencari nafkah sendiri, dapat menentukan kehidupan
sendiri, ingin merdeka. Pada sebagian besar kebudayaan kuno, status ini
tercapai apabila pertumbuhan pubertas telah selesai atau setidak-tidaknya sudah
mendekati selesai dan apabila organ kelamin anak telah mencapai kematangan
serta mampu bereproduksi.
Pada sebagian besar kebudayaan
kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas telah selesai atau
setidak-tidaknya sudah mendekati selesai dan apabila organ kelamin anak telah
mencapai kematangan serta mampu bereproduksi.
Pada umumnya psikolog
menetapkan seseorang dikatakn telah dewasa sekitar usia 20 tahun sebagai awal
masa dewasa dan berlangsung sampai sekitar usia 40-45 dan pertengahan masa
dewasa berlangsung dari sekitar 40-45 sampai sekitar 65 tahun, serta masa
dewasa lanjut atau masa tua berlangsung dari sekitar 65 tahun sampai meninggal.
a.
Perkembangan Fisik
Dilihat dari aspek perkembangan fisik,
pada awal masa dewasa kemampuan fisik mencapai puncaknya dan sekaligus mengalami
penurunan selama periode ini.
b.
Kesehatan Badan
Awal masa dewasa ditandai dengan
memuncaknya kemampuan dan kesehatan fisik. Mulai dari sekitar usia 18 hingga 25
tahun, individu memiliki kekuatan yang terbesar, gerak-gerak reflek mereka
sangat cepat. Meskipun pada awal masa dewasa kondisi kesehatan fisik mencapai
puncaknya, namun selama periode ini penuruna keadaa fisik juga terjadi. Sejak
usia sekitar 25 tahun, perubahan-perubahan fisik mulai terlihat. Perubahan ini
sebagian besar lebih bersifat kuantitatif daripada kualitatif.
c. Perkembangan Sensori
Pada awal masa dewasa penurunan fungsi
penglihatan dan pendengaran belum begitu kelihatan. Akan tetapi, pada masa
dewasa tengah perubahan dalam penglihatan dan pendengaran merupakan dua
perubahan fisik yang paling menonjol. Pada usia antara 40 dan 59 tahun, daya
akomodasi mata mengalami penurunan paling tajam. Karena itu, banyak orang pada
usia setengah baya mengalami kesulitan dalam melihat objek-objek yang dekat.
d. Perkembangan Otak
Mulai masa dewasa awal, sel-sel otak
juga berangsur-angsur berkurang. Tetapi, perkembangbiakan koneksi neural
(neural connection), khususnya bagi orang-orang tetap aktif, membantu mengganti
sel-sel yang hilang. Hal ini membantu menjelaskan pendapat umum bahwa orang
dewasa tetap aktif, baik secara fisik, seksual, maupun secara mental, menyimpan
lebih banyak kapasitas mereka untuk melakukan aktivitas demikian pada tahun
selanjutnya.
e. Perkembangan Kognitif
Kemampuan kognitif terus berkembang
selama masa dewasa. Akan tetapi, bagaimanapun tidak semua perubahan kognitif
pada masa dewasa tersebut mengarah pada peningkatan potensi. Kadang-kadang
beberapa kemampuan kognitif mengalami kemerosotan seiring dengan pertambahan
usia.
f.
Perkembangan Memori
Sejumlah bukti menunjukkan bahwa
perubahan memori bukanlah suatu yang sudah pasti terjadi sebagai bagian dari
proses penuaan, melainkan lebih merupakan stereotip budaya. Kemerosotan dalam
memori episodik, sering menimbulkan perubaha-perubahan dalam kehidupan orang
tua. Untuk dapat mencegah kemunduran memori jangka panjang sekaligus
memungkinkan dapat meningkatkan kekuatan memori mereka maka dapat dilakukan
latihan menggunakan bermacam-macam strategi mnemonic (strategi
penghafalan) bagi orang tua.
g.
Perkembangan Intelegensi
Sejumlah peneliti berpendapat bahwa
seiring dengan proses penuaan selama masa dewasa terjadi kemunduran dalam
intelegensi umum. David Wechsler menyimpulkan bahwa kemunduran bahwa kemunduran
kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme secara umum.
Hampir semua studi menunjukkan bahwa setelah mencapai puncaknya pada usia
antara 18-25 tahun, kebanyakan kemampuan manusia terus-menerus mengalami
kemunduran.
h.
Perkembangan Psikososial
Selama masa dewasa, dunia sosial dan
personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan
masa-masa sebelumnya. Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan
yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam
beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan tersebut tidak disebabkan
oleh perubahan fisik dan kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih
disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga
dan pekerjaan. Selam periode ini orang melibatkan diri secara khusus dala
karir, pernikahan dan hidup berkeluarga. Menurut Erikson, perkembangan
psikososial selama masa dewasa dan tua ini ditandai dengan tiga gejala penting,
yaitu keintiman, generatif dan integritas.
BAB XII
PROBLEMATIKA
REMAJA
Masa remaja merupakan salah satu
fase dari perkembangan individu yang terentang sejak anak masih dalam kandungan
sampai dengan meninggal. Masa remaja memiliki ciri yang berbeda dengan masa
sebelum atau sesudahnya, sehingga masa remaja menjadi menarik untuk
dibicarakan. Usia masa remaja dimulai pada usia 11 tahun sampai dengan 18
tahun.
Problem sosial yang sering muncul
pada masa ini adalah remaja lebih berkelompok dalam sebuah “gang” dimana rasa
solidaritas remaja dituntut di dalam “gang” tersebut. Selain itu remaja juga
cenderung merasa ingin untuk diperhatikan oleh orang lain dengan cara
menonjolkan diri dan menaruh perhatian kepada orang lain. Dan juga remaja juga
sering untuk menerima aturan serta berusaha menentang otoritas untuk urusan
pribadinya.
Masa remaja seringkali dihubungkan
dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran. Hal tersebut
dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas
ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari
tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi
pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
Di Indonesia masalah "kenakalan
remaja" dirasa telah mencapai tingkat meresahkan masyarakat.
Kondisi ini memberi dorongan kuat kepada pihak-pihak yang bertanggung-jawab
mengenai masalah ini, baik kelompok edukatif dan di lingkungan sekolah,
kelompok yuridis dan lawyer di bidang penyuluhan dan penegakan hukum,
pimpinan/tokoh masyarakat di bidang pembinaan kehidupan kelompok maupun
pemerintah sebagai pembentuk kebijaksanaan umum dalam pembinaan, penciptaan dan
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Faktor lain yang tidak dapat
dikesampingkan adalah peranan masyarakat dan keluarga di dalam menunjang hal
ini.
Menurut Soedjono Dirdjosiswono, di
negara-negara yang telah maju, ada dua sistem untuk menanggulangi kejahatan
yang dilakukan oleh para "remaja", yakni cara
moralistik dan cara abolisionistik. Kalau cara moralistik dilaksanakan dengan
penyebarluasan ajaran-ajaran agama dan moral, perundang-undangan yang baik dan
sarana-sarana lain yang dapat menekan nafsu untuk berbuat kejahatan. Sedangkan
cara abolisionistik, berusaha memberantas, menanggulangi kejahatan dengan
sebab-musababnya.
Sejalan dengan perubahan-perubahan
yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang
berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap
fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas
perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil
diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagian dan
penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga
akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada
fase berikutnya.
Pada usia remaja, tugas-tugas
perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1.
Mencapai hubungan yang
baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis
2.
Mencapai
peran sosial maskulin dan feminin
3.
Menerima
keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4.
Mencapai kemandirian
secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
5.
Mencapai kepastian
untuk mandiri secara ekonomi
6.
Memilih
pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7.
Mempersiapkan
diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
8.
Mengembangkan
kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai
warga negara
9.
Menginginkan
dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
10.
Memperoleh
rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku
(Havighurst
dalam Hurlock, 1973).
Tidak semua
remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik. Menurut
Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi
tugas-tugas tersebut, yaitu:
1. Masalah
pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di
rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan
nilai-nilai.
2. Masalah
khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada
remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian
berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih
sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
Elkind dan Postman
(dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu
berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang
dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan
sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan
mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk
menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di
sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan
somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan
bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang
sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan
remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat
mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan
emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann,
1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan
remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala
sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu
banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk
hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya
timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan
masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Uraian di atas
memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini.
Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah
dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan
timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau
ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam
delinkuensi.
A.
Problematika
Kutub Keluarga ( Rumah Tangga)
Dalam
berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang
dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni
keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi
berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan
dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para
ahli, antara lain:
a. Keluarga
tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)
b. Kesibukan
orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
c. Hubungan
interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)
d. Substitusi
ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada
kejiwaan (psikologis).
B. Problematika Kutub Sekolah
Kondisi
sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik,
yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk
berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;
a.
Sarana
dan prasarana sekolah yang tidak memadai
b. Kuantitas
dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
c.
Kualitas
dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
d. Kesejahteraan
guru yang tidak memadai
e. Kurikilum
sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang
C. Problematika Kutub Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial)
Faktor kondisi lingkungan sosial
yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi
anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor
Kerawanan Masyarakat (Lingkungan) berupa:
a. Tempat-tempat
hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari
b.
Peredaran
alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
c. Pengangguran
d. Anak-anak
putus sekolah/anak jalanan
e. Wanita
tuna susila (wts)
f.
Beredarnya
bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan
kekerasan
g. Perumahan
kumuh dan padat
h. Pencemaran
lingkungan
Anak "remaja"
sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan
lingkungannya baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang dominan adalah
akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang
sering menimbulkan ketegangan, seperti persaingan dalam perekonomian,
pengangguran, mass media dan fasilitas rekreasi.
Di kalangan
masyarakat sudah sering terjadi kejahatan seperti : pembunuhan, penganiayaan,
pemerkosaan, pemerasan, gelandangan dan pencurian. Kajahatan-kejahatan tersebut
dilakukan oleh penjahat dari tingkatan umur yang beraneka ragam, terdiri dari
orang lanjut usia, orang dewasa dan anak "remaja". Baik
anak "remaja" keinginan untuk berbuat jahat
kadang-kadang timbul karena bacaan, gambar-gambar dan film.
BAB
XIII
MOTIVASI
BELAJAR SISWA
Motivasi
Belajar - Motivasi berasal dari kata “motif”
yang diartikan sebagai “ daya penggerak yang telah menjadi aktif”
(Sardiman,2001: 71). Pendapat lain juga mengatakan bahwa motivasi adalah “
keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan untuk
mencapai tujuan” (Soeharto dkk, 2003 : 110)
Dalam buku
psikologi pendidikan
Drs. M. Dalyono memaparkan bahwa “motivasi adalah daya penggerak/pendorong
untuk melakukan sesuatu pekerjaan, yang bisa berasal dari dalam diri dan juga
dari luar” (Dalyono, 2005: 55).
Dalam bukunya Ngalim Purwanto, Sartain mengatakan bahwa motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive). Tujuan adalah yang membatasi/menentukan tingkah laku organisme itu (Ngalim Purwanto, 2007 : 61).
Dalam bukunya Ngalim Purwanto, Sartain mengatakan bahwa motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive). Tujuan adalah yang membatasi/menentukan tingkah laku organisme itu (Ngalim Purwanto, 2007 : 61).
Dengan demikian motivasi dalam proses pembelajaran
sangat dibutuhkan untuk terjadinya percepatan dalam mencapai tujuan pendidikan dan
pembelajaran
secara khusus. Belajar dalam arti
luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang
memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai
hasil dari terbentuknya respon utama, dengan sarat bahwa perubahan atau
munculnya tingkah laku baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau
oleh adanya perubahan sementara oleh suatu hal (Nasution, dkk: 1992: 3).
Belajar
adalah suatu proses
yamg ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan dalam diri
seseorang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya
pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan dan
kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada
pada individu (Sudjana,2002 :280).
Djamarah
mengemukakan bahwa belajar adalah “suatu aktifitas yang dilakukan
secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari”
(Djamarah,1991:19-21).
Sedangkan
menurut Slameto belajar adalah ”merupakan suatu proses usaha
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya” (Slameto, 2003 : 2).
Belajar
merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk mendapat dari bahan yang
dipelajari dan adanya perubahan dalam diri seseorang baik itu pengetahuan,
keterampilan, maupun sikap dan tingkah lakunya.
Motivasi belajar merupakan
sesuatu keadaan yang terdapat pada diri seseorang individu dimana ada suatu
dorongan untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan.
A. Jenis-jenis Motivasi Belajar
Berbicara tentang jenis dan macam motivasi dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang. Sardiman mengatakan bahwa motivasi itu sangat
bervariasi yaitu:
a. Motivasi
dilihat dari dasar pembentukannya
·
Motif-motif
bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir
·
Motif-motif
yang dipelajari artinya motif yang timbul karena dipelajari.
b. Motivasi
menurut pembagiaan dari woodworth dan marquis dalam sardiman:
·
Motif atau
kebutuhan organismisalnya, kebutuhan minum, makan, bernafas, seksual, dan
lain-lain.
·
Motof-motif
darurat misalnya, menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, dan sebagainya.
·
Motif-motif
objektif
c.
Motivasi jasmani dan rohani
·
Motivasi
jasmani, seperti, rileks, insting otomatis, napas dan sebagainya.
·
Motivasi
rohani, seperti kemauan atau minat.
d.
Motivasi intrisik dan ekstrinsik
·
Motivasi
instrisik adalah motif-motif yang terjadi aktif atau berfungsi tidak perlu
diransang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu.
·
Motivasi ekstrinsik
adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya peransang dari luar.
(Sardiman, 1996: 90).
Pendapat lain
mengemukakan bahwa dua jenis motivasi yaitu sebagai berikut:
“Motivasi primer, adalah motivasi yang didasarkan atas motif-motif dasar. Motivasi skunder, adalah yang dipelajari” (Dimyanti dan Mudjiono, 1999:88).
Adanya berbagai jenis motivasi di atas, memberikan suatu gambaran tentang motif-motif yang ada pada setiap individu. Adapun motivasi yang berkaitan dengan mata pelajaran bahasa arab adalah motivasi ekstrinsik, dimana motivasi ini membutuhkan ransangan atau dorongan dari luar misalnya, media, baik media visual, audio, maupun audio visual serta buku-buku yang dapat menimbulkan dan memberikan inspirasi dan ransangan dalam belajar.
“Motivasi primer, adalah motivasi yang didasarkan atas motif-motif dasar. Motivasi skunder, adalah yang dipelajari” (Dimyanti dan Mudjiono, 1999:88).
Adanya berbagai jenis motivasi di atas, memberikan suatu gambaran tentang motif-motif yang ada pada setiap individu. Adapun motivasi yang berkaitan dengan mata pelajaran bahasa arab adalah motivasi ekstrinsik, dimana motivasi ini membutuhkan ransangan atau dorongan dari luar misalnya, media, baik media visual, audio, maupun audio visual serta buku-buku yang dapat menimbulkan dan memberikan inspirasi dan ransangan dalam belajar.
Adapun
bentuk motivasi yang sering dilakukan disekolah adalah memberi angka, hadiah,
pujian, gerakan tubuh, memberi tugas, memberi ulangan, mengetahui hasil, dan
hukuman. (Djmarah dan zain, 2002 : 168). Dari kutipan di atas, maka penulis
dapat menjelaskan hal tersebut sebagai berikut:
a) Memberi
angka
Memberikan angka
(nilai) artinya adalah sebagai satu simbol dari hasil aktifitas anak didik.
Dalam memberi angka (nilai) ini, semua anak didik mendapatkan hasil aktifitas
yang bervariasi. Pemberian angka kepada anak didik diharapkan dapat
memberikan dorongan atau motivasi agar hasilnya dapat lebih ditingkatkan lagi.
b) Hadiah
Maksudnya
adalah suatu pemberian berupa kenang-kenangan kepada anak didik yang
berprestasi. Hadiah ini akan dapat menambah atau meningkatkan semangat
(motivasi) belajar siswa karena
akan diangap sebagai suatu penghargaan yang sangat berharga bagi siswa.
c)
Pujian
Memberikan
pujian terhadap hasil kerja anak didik adalah sesuatu yang diharapkan oleh
setiap individu. Adanya pujian berarti adanya suatu perhatian yang diberikan
kepada siswa, sehingga semangat bersaing siswa untuk belajar akan tinggi.
d)
Gerakan tubuh
Gerakan tubuh artinya mimik, parah,
wajah, gerakan tangan, gerakan kepala, yang membuat suatu perhatian terhadap
pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Gerakan tubuh saat memberikan suatu respon dari siswa artinya siswa didalam
menyimak suatu materi pelajaran lebih mudah dan gampang.
e)
Memberi tugas
Tugas merupakan
suatu pekerjaan yang menuntut untuk segera diselesaikan. Pemberian tugas kepada
siswa akan memberikan suatu dorongan dan motivasi kepada anak didik untuk
memperhatikan segala isi pelajaran yang disampaikan.
f)
Memberikan ulangan
Ulangan adalah strategi yang
paling penting untuk menguji hasil pengajaran dan juga memberikan motivasi belajar kepada
siswa untuk mengulangi pelajaran yang telah disampaikan dan diberikan oleh guru.
g)
Mengetahui hasil
Rasa ingin tahu
siswa kepada sesuatu yang belum diketahui adalah suatu sifat yang ada pada
setiap manusia. Dalam hal ini siswa berhak mengetahui hasil pekerjaan yang
dilakukannya.
h)
Hukuman
Dalam proses
belajar mengajar, memberikan sanksi kepada siswa yang melakukan kesalahan
adalah hal yang harus dilakukan untuk menarik dan meningkatkan perhatian siswa.
Misalnya memberikan pertanyaan kepada siswa yang bersangkutan.
B.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Motivasi Belajar
Dalam aktifitas
belajar, seorang individu membutuhkan suatu dorongan atau motivasi sehingga
sesuatu yang diinginkan dapat tercapai, dalam hal ini ada beberapa faktor yang
mempengaruhi belajar antara lain:
a.
Faktor
individual
Seperti; kematangan atau pertumbuhan,
kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
b.
Faktor sosial
Seperti; keluaga atau keadaan rumah tangga, guru dan cara
mengajarnya, alat-alat dalam belajar, dan
motivasi sosial ( Purwanto, 2002 : 102)Dalam pendapat lain, faktor lain yang
dapat mempengaruhi belajar yakni:
c.
Faktor-faktor
intern
·
Faktor
jasmaniah
2.
Faktor
cacat tubuh
·
Faktor fhsikologis
1.Intelegensi
2.Minat
dan motivasi
3.Perhatian
dan bakat
4.Kematangan
dan kesiapan
d.
Faktor ekstern
1.Cara orang tua mendidik
2.Relasi antara anggota keluarga
3.Suasana rumah
e. Faktor sekolah
·
Disiplin sekolah
·
Alat
pengajaran dan waktu sekolah
·
Standar
pelajaran di atas ukuran dan tugas rumah
f.
Faktor
masyarakat
·
Kegiatan siswa dalam
masyarakat
·
Mass media dan teman
bergaul
·
Bentuk kehidupan
masyarakat
(Slameto,
1997 :71)
Adanya
berbagai faktor yang mempengaruhi belajar siswa di
atas, peneliti dapat memahami bahwa adanya faktor tersebut dapat memberikan
suatu kejelasan tentang proses belajar yang dipahami oleh siswa.
Terkait
dengan hal yang tersebut di atas, maka Dimyanti dan Mudjiono mengemukakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain:
1.
Cita-cita /
aspirasi siswa
2.
Kemampuan
siswa
3.
Kondisi
siswa dan lingkungan
(Dimyati dan
Mudjiono, 1999 : 100)
Adapun
penjelasan faktor tersebut adalah:
·
Cita-cita / aspirasi
Cita-cita
merupakan satu kata tertanam dalam jiwa seorang individu. Cita-cita merupakan
angan-angan yang ada di imajinasi seorang individu, dimana cita-cita tersebut
dapat dicapai akan memberikan suatu kemungkinan tersendiri pada individu
tersebut. Adanya cita-cita juga diiringi oleh perkembangan dan pertumbuhan
keperibadian individu yang akan menimbulkan motivasi yang besar untuk meraih
cita-cita atau kegiatan yang diinginkan.
·
Kemampuan siswa
Kemampuan
dan kecakapan setiap individu akan memperkuat adanya motivasi. kemampuan yang
dimaksud adalah kemampuan membaca, memahami sehingga dorongan yang ada pada diri
individu akan makin tinggi.
·
Kondisi siswa dan
lingkungan
Kondisis
siwa adalah kondisi rohani dan jasmani. Apabila kondisi stabil dan sehat maka
motivasi siswa akan bertambah dan prestasinya akan meningkat. Begitu juga
dengan kondisi lingkungan siswa (keluarga dan masyarakat) mendukung, maka
motivasi pasti ada dan tidak akan menghilang.
·
Unsur dinamis dan
pengajaran
Dinamis
artinya seorang individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar,
tempat dimana seorang individu akan memperoleh pengalaman.
Guru
adalah seorang sosok yang dikagumi dan insan yangt mempunyai peranan penting
dalam dunia pendidikan.
Seorang guru dituntut
untuk profesional dan memiliki keterampilan
Dalam suatu kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan tidak
terlepas adanya fungsi dan kegunaan. Motivasi dalam belajar yang
merupakan suatu dorongan memiliki fungsi, yang dikemukakan oleh seorang ahli
yaitu:
·
Mendorong manusia untuk
berbuat atau bertindak. Motif untuk berfungsi sebagai penggerak atau sebagai
motor penggerak melepaskan energi.
·
Menentukan arah
perbuatan yaitu petunjuk suatu tujuan yang hendak dicapai
·
Menyelesaikan perbuatan
yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang akan dikerjakan ynag serasi guna
mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat
bagi tujuan tersebut.
(Purwanto,
2002 : 70).
Disamping
itu ada juga fungsi lain dari motivasi yaitu “motivasi adalah sebagai
pendorong usaha dan pencapaian prestasi” (Sardiman, 2001 : 83). Jelaslah bahwa
fungsi motivasi itu memberikan suatu nilai atau itensitas tersendiri dari
seorang siswa dalam meningkatkan motivasi belajar dan
prestasi belajarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Crain, William
C.1985. Theories of Development (edisi
ke-2Rev Ed). Prentice-Hall. ISBN 0-13-913617-7.
Daradjat, Zakiah.
2003. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta:Bulan
Bintang.
Hartinah, Siti.
2008. Perkembangan Peserta Didik.
Bandung: PT Refika Aditama.
Hartono, A., dan
Sunanro. 1995. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Hurlock,
Elizabeth, B. 1993.Perkembangan Anak.
Jakarta:Erlangga.
Hurlock, Elizabeth,
B. 2006. Psikologi Perkembangan. Jakarta:Erlangga
Jalaluddin, Dr.
1997. Psikologi Agama. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Kusdwiratri.1983.
Teori Perkembangan Kognitif. Bandung:
Fakultas Psikologi Unpad.
Lindgren, Henry
Clay. 1980. Educational Psychology in The
Classroom (6 edition). New York : Oxfor University Press.
Makmun, Abin
Syamsuddin. 2007. Psikologi Kependidikan.
Bandung: Rosda.
Mappiare,
Andi.1982.Psikologi Remaja.Surabaya:Usaha
Nasional.
Mohammad. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah.
Bandung: C. V. Ilmu.
Monks, F.J
Konoeks, AMP., Haditono, SR. 2000. Psikologi
Perkembangan Dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Mulyani, S.
2008. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Oxendine, Joseph
B. 1984. Psychology Of Motor Learning.
New Jersey : Prentice Hall Inc.
Poerwati, E.,
dan Nurwidodo. 2000. Perkembangan Peserta
Didik. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Prayitno dan
Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan
dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta.
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok.
Padang: Ghalia Indonesia.
Santrock. 2003. Life Span Development. Boston: McGraww
Hill College.
Santoso, Slamet.
2006. Dinamika Kelompok. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sobur, Alex.
2003. Psikologi Umum. Bandung:
Pustaka Setia Surya.
Sugiyo. 2005. Komunikasi Antar Pribadi. Semarang:
Unnes Press.
Supartini, Yupi,
S.Kp, msc. 2002. Buku Ajar Konsep Dasar
Keperawatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Supriyo dan
Mulawarman. 2006. Ketrampilan Dasar
Konseling. Semarang : UNNES Press.
Suryabrata,
Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan.
Jakarta : Penerbit Rajawali.
Wibowo, Mungin
Eddy. 2005. Konseling Kelompok
Perkembangan. Semarang : UNNES Press.
Syamsudin,dkk.
2004. Buku Pegangan Kuliah (BPK PPKM)
Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: FIP UNY.
Wirawan. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali
Press.
Willis, Sofyan
S. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Wolfolk, A.E and
Nicolich, L.M. 1984. Educational
Psychology for Teachers. New Jersey : Prentice Hall Inc.
Zulkifli. L,
Drs. 2001. Psikologi Perkembangan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Website :
www.anakciremai.blogspot.com/2008/07/makalah-psikologi-tentang-fisik-remaja.html
www.belajarpsikologi.com/tugas-perkembangan-remaja/
www.community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_9063/title_pengertian-individu
(diakses 22 Agustus 2011)
www.faculty.plts.edu/gpence/html/kohlberg.htm.
www.faizperjuangan.wordpress.com/2008/02/12/problem-problem-perkembangan-sosial-pada-setiap-periode-perkembangan-sebuah-tugas-kuliah/
www.kristiono.wordpress.com/2008/04/23/perkembangan-psikologi-remaja/
www.laely-widjajati.blogspot.com/2009/12/remaja-dan-problematika.html
www.muniryusuf.com/search/aspek-perkembangan-individu
(diakses 22 Agustus 2011)
www.nuraelpidia.student.umm.ac.id/2010/01/29/perkembangan-remaja/
www.nyit-pertumbuhandanperkembangananak.blogspot.com/
www.pengantarpendidikan.files.wordpress.com/2011/02/karakteristik-dan-perbedaan-individu-dalam-perkembangan-peserta.pdf
(diakses pada 22 Agustus 2011)
www.seputarduniaanak.blogspot.com/2009/11/tahap-tahap-pertumbuhan-dan.html
www.sofia-psy.staff.ugm.ac.id/files/remaja_dan_permasalahannya.doc.
www.tumbuhkembanganak.edublogs.org/2008/05/26/pertumbuhan-fisik-kesehatan-remaja/
www.valmband.multiply.com/journal/item/12/www.go-learning.org/go-article/119-twelve-basic-principles-of-child-development.html
No comments:
Post a Comment