BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Program pembangunan pada periode Pembangunan Jangka
Panjang kedua adalah pembangunan berwawasan lingkungan, sebagai upaya sadar dan
berencana mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang
berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Dalam setiap pembangunan akan ada berbagai usaha atau kegiatan yang pada
dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, oleh karena itu perlu dijaga keserasian
antar usaha/kegiatan tersebut dengan menganalisa dari sejak awal
perencanaannya.
Dengan demikian langkah pengendalian dampak negatif
dapat dipersiapkan sedini mungkin. Rumah sakit sebagai salah satu hasil pembangunan dan upaya
penunjang pembangunan
dalam bidang kesehatan merupakan sarana pelayanan umum, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat
yang memungkinkan terjadinya
pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan dapat menjadi tempat penularan
penyakit. Untuk itu telah dilakukan berbagai upaya penanggulangan dampak
lingkungan Rumah Sakit yang dimulai dari analisa dampak lingkungan (AMDAL).
Kenyataan, upaya tersebut tidak dapat dilaksanakan karena berbagai kendala
khususnya biaya.
Adanya Peraturan Pemerintah No. 51 Tahu n 1993 Tentang
Analisis Dampak Lingkungan, merupakan suatu terobosan baru yang memungkinkan setiap Rumah Sakit yang
terkena wajib AMDAL (Rumah Sakit dengan kapasitas lebih dari 400 tempat tidur )
dapat melaksanakan dengan baik. Sedangkan bagi yang tidak wajib AMDAL dapat
melaksanakan sesuai dengan situasi dan
kondisi Rumah Sakit tetapi masih memenuhi persyaratan sanitasi lingkungan yang
baik.
1.2
Tujuan
Penulisan AMDAL
Mengidentifikasikan rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan
terutama yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup.
Mengidentifikasikan komponen-komponen
lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting
Memprakirakan dan mengevaluasi rencana usahan dan atau
kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
1.3
Manfaat
Penulisan
AMDAL
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya kepada mahasiswa maupun pelajar untuk menambah
pengetahuan dan wawasan tentang AMDAL perencanaan rumah sakit. Manfaat lain dari penulisan makalah ini
adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan
pertimbangan dan acuan untuk pembelajaran lebih lanjut.
BAB II
AMDAL Dalam Penyusunan Perencanaan Rumah Sakit
2.1 Pengertian Amdal
AMDAL adalah salah satu studi yang mengidentifikasi, memprediksi,
menginterpretasi dan mengkomunikasikan pengaruh dari suatu kegiatan manusia
terhadap lingkungan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 dikenal
istilah Analisis mengenai Dampak Lingkungan yang disingkat
dengan AMDAL yang berarti hasil studi mengenai dampak penting suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup,
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. Di
samping pengertian tersebut, dewasa ini dikenal pengertian :
a) AMDAL Kegiatan Terpadu/Multi Sektor yaitu hasil studi mengenai
dampak penting kegiatan yang terpadu yang direncanakan terhadap lingkungan
hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih
dari satu instansi yang bertanggung jawab.
b) AMDAL Kawasan yaitu hasil studi dampak penting suatu kegiatan
yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu
kesatuan hamparan ekosistem dan menyangkut kewenangan satu instansi yang
bertanggung jawab.
c) AMDAL Regional yaitu hasil studi dampak penting suatu kegiatan
yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu
kesatuan hamparan ekosistem zona rencana pengembangan wilayah
sesuai rencana umum tata ruang daerah dan melibatkan kewenangan
lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab. Bagi
kegiatan yang diragukan dampak pentingnya, dilakukan proses
penapisan untuk memastikan apakah kegiatan tersebut berdampak
penting atau tidak. Bagi rencana kegiatan yang tidak ada
dampak pentingnya, dalam rangka menunjang pembangunan yang berwawasan
lingkungan diharuskan melakukan upaya pengelolaan
lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL). AMDAL
merupakan keseluruhan proses yang meliputi penyusunan
berturut-turut :
a) Kerangka Acuan
bagi penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL).
b) Analisis Dampak
Lingkungan (ANDAL).
c) Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL).
d) Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL).
Jadi pengertian AMDAL di sini dapat berarti proses studi dan
dapat pula berarti hasil studi. Dengan ditetapkannya PP
51 tahun 1993 tentang AMDAL, tidak terdapat lagi ketentuan tentang AMDAL bagi
kegiatan yang sudah berjalan yang dikenal dengan SEMDAL.
Namun demikian bagi kegiatan bidang kesehatan yang
semula ditetapkan wajib SEMDAL tapi hingga saat ini belum membuat SEMDAL, Departemen Kesehatan akan mengeluarkan ketentuan khusus yang
mewajibkan pembuatan standard operating procedure pengelolaan dan
pemantauan lingkungan yang dituangkan dalam rencana
teknis pengelolaan lingkungan dan rencana teknis
pemantauan lingkungan, sebagai pengganti kewajiban pembuatan SEMDAL. Dampak lingkungan adalah perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan. Pada mulanya dampak lingkungan
digambarkan sebagai adanya benturan antara dua kepentingan yaitu kepentingan
antara perlunya pelaksanaan kegiatan dan kepentingan usaha melestarikan
kualitas lingkungan yang baik. Benturan kepentingan
tersebut hanyalah mencerminkan adanya dampak yang merugikan (negatif) saja.
Dalam perkembangannya kemudian, yang dianalisis bukan
hanya dampak negatifnya saja tapi juga dampak positif suatu kegiatan dengan bobot analisis yang sama. Sedangkan dampak penting adalah perubahan lingkungan yang sangat mendasar yang diakibatkan
oleh suatu kegiatan. Berkenaan dengan dampak lingkungan suatu kegiatan ada dua
hal pokok yang perlu dipahami yaitu :
a) Dampak setiap kegiatan bersifat khas dan unik (site specific), artinya dampak lingkungan suatu kegiatan
hanya berlaku untuk ekosistem tertentu dan kelompok sosial tertentu yang menghuni
ruang dan waktu tertentu. Asumsi ini berangkat dari suatu
pengertian bahwa AMDAL hanya terfokus pada ruang tertentu
dan kurun waktu tertentu yang dihipotesakan terkena dampak
suatu kegiatan. Implikasi dari asumsi ini adalah walaupun jenis kegiatannya
sama, dampak yang ditimbulkan akan berbeda bila berada
di ruang yang berbeda.
b) Dampak suatu kegiatan bersifat kompleks. Asumsi ini berangkat
dari pengertian bahwa, setiap komponen lingkungan satu
sama lain saling terkait. Perubahan atau tekanan yang dialami
oleh satu komponen lingkungan akan mempengaruhi komponen
lainnya. Hubungan sebab akibat ini semakin sulit ditelusuri
apabila dampak yang ditimbulkan pada suatu komponen bersifat kumulatif dan baru
tampak setelah kurun waktu yang cukup lama. Implikasi
hal ini adalah bahwa studi AMDAL harus dilakukan secara lintas disiplin sesuai
dengan karakteristik dampak yang ditimbulkan. Jadi
diperlukan spesialis yang mengkaji masing-masing
disiplin dari aspek yang terkait dan ahli analisis
sistim yang mengintegrasikan hasil kajian para spesialis
dalam kesatuan analisis.
2.2 Manfaat AMDAL
Telah disebutkan terdahulu bahwa AMDAL diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan suatu kegiatan. Ini berarti bahwa dokumen AMDAL merupakan salah satu bahan pertimbangan, untuk
menetapkan apakah suatu kegiatan itu memungkinkan untuk
dilaksanakan ditinjau dari sudut kepentingan kelestarian lingkungan hidup.
Dengan demikian maka AMDAL bermanfaat untuk :
a) Mengetahui adanya dampak suatu rencana kegiatan terhadap
kualitas lingkungan hidup yang melampaui ambang batas yang
telah ditetapkan ataupun yang tidak dapat ditolerir serta membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia.
b) Mengetahui adanya dampak suatu rencana kegiatan terhadap
kegiatan lainnya yang dapat menimbulkan pertentangan.
c) Memberikan masukan bagi studi kelayakan teknis dan kelayakan
ekonomi sehingga dapat dilakukan optimasi, terutama dalam
rangka mengendalikan dampak negatif dan mengembangkan dampak positifnya.
d) Memberikan informasi sejauh mana keadaan lingkungan dapat
menunjang perwujudan suatu rencana kegiatan, terutama informasi
tentang sumber daya yang diperlukan bagi kegiatan tersebut,
seperti energi, tenaga manusia, sarana dan prasarana angkutan
dan sebagainya.
e) Pelaksanaan upaya pengelolaan lingkungan berdasarkan hasil
pendugaan dan evaluasi dampak lingkungan yang dilakukan dalam proses penyusunan
AMDAL.
f) Pelaksanaan pemantauan lingkungan yang diperlukan bagi penilaian
ataupun pengawasan pelaksana pengelolaan lingkungan.
2.3 Penyusun Kegiatan
Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan. Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan
untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki
sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal
cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor
09/2000.
2.4 Pelaku
Kegiatan
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL
adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan.
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di
tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi
berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di
tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan
hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga
masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai
ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi
Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan
Bupati/Walikota. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab
atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Masyarakat
yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai
berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor
pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan
hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya.
Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat
terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.
Langkah-Langkah Dalam Studi
AMDAL
Sesuai dengan definisi lingkungan yang berlaku di Indonesia
(Undang-undang No. 4 Tahun 1982) komponen lingkungan yang ditelaah dalam studi
AMDAL bagi suatu kegiatan meliputi komponen lingkungan fisik kimia,
komponen lingkungan hayati dan komponen sosial ekonomi dan sosial budaya.
Secara umum langkah-langkah pelaksanaan studi AMDAL secara berurutan dapat digambarkan pada diagram alir sebagai berikut :
Diagram Alir Studi AMDAL
Langkah-langkah yang digambarkan dalam diagram tersebut tidak
menggambarkan bentuk dokumen yang akan dihasilkan seperti yang
dimaksud dalam pengertian AMDAL menurut Peraturan
Pemerintah No. 51 tahun 1993. Langkah-langkah yang selanjutnya akan diuraikan
di bawah ini lebih menjelaskan urutan pekerjaan studi
AMDAL sejak persiapan studi sampai langkah dari studi
AMDAL yaitu evaluasi dampak lingkungan dan alternatif
pengelolaannya.
1) Langkah pertama : Persiapan
meliputi :
a) Pembentukan Tim Penyusun.
b) Pemahaman mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan AMDAL, pedoman-pedoman, baku mutu lingkungan,
rencana kegiatan yang akan dikaji.
c) Pengenalan keadaan umum lokasi kegiatan (pra survai).
d) Penentuan ruang lingkup studi (scoping).
e) Penyusunan rencana kerja/usulan teknis.
2) Langkah kedua : Pengumpulan
dan penyusunan informasi mengenai kegiatan yang akan dikaji (pemerian kegiatan),
sekurang-kurangnya memuat :
a) Nama dan alamat pemrakarsa kegiatan.
b) Status, jenis, tujuan, dan kegunaan kegiatan.
c) Lokasi kegiatan.
d) Hasil (output) dan umur kegiatan.
e) Uraian kegiatan mulai dari fase persiapan sampai operasi.
f) Perkiraan biaya.
g) Rencana operasional atau alur proses kegiatan.
h) Rincian mengenai limbah kegiatan.
i) Uraian tentang sistim pengelolaan limbah.
3) Langkah ketiga : Penentuan
rona lingkungan awal dimaksudkan untuk memberikan gambaran
tentang kondisi lingkungan fisik, biologis, dan sosial di wilayah yang
diperkirakan terkena dampak kegiatan, meliputi kegiatan
:
a) Menetapkan komponen lingkungan yang akan dikaji.
b) Menetapkan metodologi pengukuran setiap komponen lingkungan
termasuk sampling
system dan sampling site-nya.
c) Menyusun daftar isian dan panduan-panduannya.
d) Menetapkan cara pengolahan dan analisa data.
e) Persiapan peralatan dan bahan-bahan.
f) Pelaksanaan pengukuran/penelitian di lapangan dan analisis di
laboratorium.
g) Pengolahan, analisis dan penyusunan hasil.
4) Langkah keempat :
a) Identifikasi dampak yaitu mengidentifikasi komponen lingkungan
yang mungkin terkena dampak rencana kegiatan/komponen kegiatan.
b) Pendugaan dampak lingkungan yaitu memproyeksikan perubahan
komponen lingkungan yang mungkin terjadi akibat dilaksanakannya
rencana kegiatan.
5) Langkah kelima : Evaluasi
dampak lingkungan dan alternative pengelolaannya,
meliputi :
a) Penentuan hubungan sebab akibat antara komponen rencana
kegiatan dan komponen lingkungan dengan dampak yang mungkin
ditimbulkan.
b) Uraian alternatif pengelolaan dampak lingkungan.
Dari langkah-langkah tersebut kemudian disusun laporan hasil
studi yang berbentuk beberapa dokumen yang meliputi : KA
ANDAL, ANDAL, serta RKL/RPL.
Diagram alir
penyampaian dokumen AMDAL terlampir
Diagram 2.
Alur Pemrosesan Dokumen AMDAL Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1993, laporan hasil
studi AMDAL harus disusun dalam bentuk dokumen sebagai
berikut :
2.4.1
Kerangka Acuan ANDAL
(KA-ANDAL)
2.4.2
Analisis Dampak
Lingkungan (ANDAL)
Contoh Analisis
Dampak Lingkungan Rumah Sakit :
ANALISIS ANDAL PADA RUMAH SAKIT
1. Lingkungan
1. Lingkungan
a.
Lingkungan Rumah Sakit harus mempunyai batas yang jelas dilengkapi dengan pagar
yang kuat dan tida memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk
dengan bebas
b. Lingkungan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup
c. Tidak becek, tidak berdebu dan tidak terdapat genangan air serta dibuat landai menuju kesaluran terbuka/tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan terhadap luas halaman.
d. Saluran air limbah harus tertutup dan dihubungkan langsung dengan sistem pengolahan air limbah
e. Ditempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat-tempat tertentu harus tersedia tempat pengumpul sampah pada setiap radius 20 meter.
b. Lingkungan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup
c. Tidak becek, tidak berdebu dan tidak terdapat genangan air serta dibuat landai menuju kesaluran terbuka/tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan terhadap luas halaman.
d. Saluran air limbah harus tertutup dan dihubungkan langsung dengan sistem pengolahan air limbah
e. Ditempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat-tempat tertentu harus tersedia tempat pengumpul sampah pada setiap radius 20 meter.
2. Ruang dan Bangunan
Ruang dan
bangunan harus dalam keadaan bersih dan mudah dibersihkan, tersedia tempat
sampah sesuai dengan jenis sampahnya serta tersedia fasilitas sanitasi sesuai
dengan kebutuhan
Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk ruang perawatan dan ruang isolasi sebagai berikut:
Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk ruang perawatan dan ruang isolasi sebagai berikut:
a. Ruang
bayi:
1) Ruang perawatan minimal 2 m2/tempat tidur
2) Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur
1) Ruang perawatan minimal 2 m2/tempat tidur
2) Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur
b. Ruang
Dewasa
1) Ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur
2) Ruang isolasi minimal 6 m2/tempat tidur
1) Ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur
2) Ruang isolasi minimal 6 m2/tempat tidur
Ruang dan bangunan
harus bebas dari gangguan serangga, binatang pengerat dan binatang penganggu
lainnya. Lantai harus selalu bersih, tingkat kebersihan lantai untuk ruang
operasi 0-5 kuman/cm2 dan untuk ruang perawata 5-10 kuman/cm2. Mutu udara memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. tidak
berbau (terutama H2S dan Amoniak)
b. kadar
debu tidak melampaui 150 ug/m3 udara dalam pengukuran rata-rata 24 jam
c. Angka
kuman
1) Ruang operasi kurang dari 350 koloni/m3 udara dan bebas kuman pathogen alpha streptococus haemolitius) dan spora gasn gangren
2) Ruang perawatan isolasi kurang dari 700 koloni/m3 udara dan bebas kuman pathogen alpha streptococus haemolitius)
1) Ruang operasi kurang dari 350 koloni/m3 udara dan bebas kuman pathogen alpha streptococus haemolitius) dan spora gasn gangren
2) Ruang perawatan isolasi kurang dari 700 koloni/m3 udara dan bebas kuman pathogen alpha streptococus haemolitius)
d. Kadar
gas dan bahan berbahaya
Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi, maksimum
Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi, maksimum
e. Suhu
dan kelembaban, kebisingan dan pencahayaan harus sesuai dengan peraturan
3. Fasilitas Sanitasi
A. Fasilitas penyediaan air
1) Harus tersedia air
minum sesuai dengan kebutuhan
2) Tersedia air bersih minimal 500 lt/tempat tidur/hari
3) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang membutuhkan secara berkesinambungan
4) Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan/kamar harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif
2) Tersedia air bersih minimal 500 lt/tempat tidur/hari
3) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang membutuhkan secara berkesinambungan
4) Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan/kamar harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif
B. Fasilitas toilet dan kamar mandi
1) Harus selalu
terpelihara dan dalam keadaan bersih
2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang dan mudah dibersihkan
3) Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, peturasan dan tempat cuci tangan) tersendiri. Khususnya untuk unit rawat inap da kamar karyawan harus tersedia kamar mandi.
4) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan penahan bau (water seal)
5) Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur, kamar operasi, dan ruang khusus lainnya
6) Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar
7) Toilet dan kamar mandi pria dan wanita harus terpisah
8) Toilet dan kamar mandi unit rawat inap dan karyawan harus terpisah
9) Toilet dan kamar mandi karyawan harus terpisah dengan toilet pengunjung
10) Toilet pengunjung harus terletak ditempat yag mudah terjangkau dan ada petunjuk arah.
11) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan
12) Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk
13) Tersedia toilet pengunjung dengan perbandingan 1 toilet untuk 1-40 pengunjung wanita, 1 toilet untuk 1-60 pengunjung pria.
2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang dan mudah dibersihkan
3) Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, peturasan dan tempat cuci tangan) tersendiri. Khususnya untuk unit rawat inap da kamar karyawan harus tersedia kamar mandi.
4) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan penahan bau (water seal)
5) Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur, kamar operasi, dan ruang khusus lainnya
6) Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar
7) Toilet dan kamar mandi pria dan wanita harus terpisah
8) Toilet dan kamar mandi unit rawat inap dan karyawan harus terpisah
9) Toilet dan kamar mandi karyawan harus terpisah dengan toilet pengunjung
10) Toilet pengunjung harus terletak ditempat yag mudah terjangkau dan ada petunjuk arah.
11) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan
12) Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk
13) Tersedia toilet pengunjung dengan perbandingan 1 toilet untuk 1-40 pengunjung wanita, 1 toilet untuk 1-60 pengunjung pria.
C. Fasilitas
pembuangan sampah/limbah padat
1) Tempat pengumpul sampah
1) Tempat pengumpul sampah
a) Terbuat dari bahan
yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan mempunyai permukaan yang
halus pada bagian dalamnya
b) Mempunyai tutup yag mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan
c) Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau setiap radius 10 meter dan setiap radius 20 meter pada ruang tunggu terbuka
d) Setiap tempat pengumpul sampah harus dilapisi kantong plastik sebagai pembungkus sampah dengan lambang dan warna sebagai berikut:
(1) Warna merah, untuk kategori radioaktif
(2) Warna kuning, untuk kategori infeksius
(3) Warga ungu, untuk citotoksis
(4) Warna hitam, untuk umum
e) Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang dari sehari apabila 2/3 bagian telah terisi sampah
f) Khusus untuk tempat pengumpul sampah kategori infeksius (plastik kuning) dan sampak citotoksis (plastik ungu) segera dibersihkan dan didesinfeksi setelah dikosongkan, apabila akan dipergunakan kembali
b) Mempunyai tutup yag mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan
c) Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau setiap radius 10 meter dan setiap radius 20 meter pada ruang tunggu terbuka
d) Setiap tempat pengumpul sampah harus dilapisi kantong plastik sebagai pembungkus sampah dengan lambang dan warna sebagai berikut:
(1) Warna merah, untuk kategori radioaktif
(2) Warna kuning, untuk kategori infeksius
(3) Warga ungu, untuk citotoksis
(4) Warna hitam, untuk umum
e) Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang dari sehari apabila 2/3 bagian telah terisi sampah
f) Khusus untuk tempat pengumpul sampah kategori infeksius (plastik kuning) dan sampak citotoksis (plastik ungu) segera dibersihkan dan didesinfeksi setelah dikosongkan, apabila akan dipergunakan kembali
2) Tempat
penampungan sampah sementara
a) Tersedia tempat penampungan sampah yang tidak permanen
b) Terletak pada lokasi yang mudah dijangkau kendaraan pengangkut sampah
c) Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya satu kali 24 jam
a) Tersedia tempat penampungan sampah yang tidak permanen
b) Terletak pada lokasi yang mudah dijangkau kendaraan pengangkut sampah
c) Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya satu kali 24 jam
3) Tempat
pembuangan sampah akhir
a) Sampah radio aktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b) Sampah infeksius dan citotoksis dimusnahkan melalui incinerator pada suhu di atas 1000 o C
c) Sampah umum (domestik) dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir yang dikelola oleh PEMDA, atau badan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
d) Sampah farmasi dikembalikan kepada distributor, bila tidak memungkinkan supaya dimusnahkan melalui incinerator pada suhu di atas 1000 o C
e) Sampah bahan kimia berbahaya, bila mungkin dan ekonomis supaya di daur ulang, bila tidak supaya pembuangannya dikonsultasikan terlebih dahulu ke instansi yang berwenang
a) Sampah radio aktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b) Sampah infeksius dan citotoksis dimusnahkan melalui incinerator pada suhu di atas 1000 o C
c) Sampah umum (domestik) dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir yang dikelola oleh PEMDA, atau badan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
d) Sampah farmasi dikembalikan kepada distributor, bila tidak memungkinkan supaya dimusnahkan melalui incinerator pada suhu di atas 1000 o C
e) Sampah bahan kimia berbahaya, bila mungkin dan ekonomis supaya di daur ulang, bila tidak supaya pembuangannya dikonsultasikan terlebih dahulu ke instansi yang berwenang
D.
Fasilitas Pembuangan Limbah
1) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap air dan limbah harus mengalir dengan lancar
2) Rumah Sakit harus memiliki unit pengelolaan limbah sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan di sekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan
3) Kualitas limnbah (effluent) rumah sakit yang akan dibuang ke lingkungan harus memenuhi persyaratan Baku Mutu effluent sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
1) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap air dan limbah harus mengalir dengan lancar
2) Rumah Sakit harus memiliki unit pengelolaan limbah sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan di sekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan
3) Kualitas limnbah (effluent) rumah sakit yang akan dibuang ke lingkungan harus memenuhi persyaratan Baku Mutu effluent sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
E.
Fasilitas pembuangan gas buagan (emisi)
1) Rumah sakit harus memiliki sarana pengendalian gas buangan (emisi)
2) Gas buangan yang dibuang ke dalam lingkungan harus memenuhi Baku Mutu Emisi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
1) Rumah sakit harus memiliki sarana pengendalian gas buangan (emisi)
2) Gas buangan yang dibuang ke dalam lingkungan harus memenuhi Baku Mutu Emisi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
F.
Fasilitas pengendalian serangga dan tikus
1) Setiap lubang pada bangunan harus dipasang alat yang dapat mencegah masuknya serangga atau tikus.
2) Setiap persilangan pipa dan dinding harus rapat.
3) Setiap sarana penampungan air harus bersih dan tertutup.
1) Setiap lubang pada bangunan harus dipasang alat yang dapat mencegah masuknya serangga atau tikus.
2) Setiap persilangan pipa dan dinding harus rapat.
3) Setiap sarana penampungan air harus bersih dan tertutup.
G.
Fasilitas Sanitasi lainnya
1) Harus tersedia tempat penampungan tinja, air seni, muntahan dan lain-lain, (Spoelhok) yang terbuat dari logam tahan karat pada setiap unit perawatan.
2) Tersedia ruang khusus untuk penyimpanan perlengkapan kebersihan pada setiap unit perawatan.
1) Harus tersedia tempat penampungan tinja, air seni, muntahan dan lain-lain, (Spoelhok) yang terbuat dari logam tahan karat pada setiap unit perawatan.
2) Tersedia ruang khusus untuk penyimpanan perlengkapan kebersihan pada setiap unit perawatan.
2.4.3
Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL)
2.4.4
Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL)
2.5 Sistimatika Laporan
Berikut ini akan diuraikan secara singkat butir-butir yang harus
tercantum dalam setiap dokumen dan beberapa hal penting yang
harus ada pada setiap dokumen.
a) Kerangka Acuan ANDAL
Sesuai dengan pedoman teknis Kerangka Acuan ANDAL harus
disusun dengan sistimatika sebagai berikut :
1) Pendahuluan
2) Tujuan studi
3) Ruang lingkup studi
4) Metodologi
5) Tim studi ANDAL
6) Biaya
7) Waktu pelaksanaan
8) Daftar pustaka.
b) Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Sesuai dengan pedoman
teknis secara sistimatis dokumen ANDAL rumah sakit harus memuat uraian tentang :
Ringkasan:
1) Pendahuluan
2) Dasar pembangunan rumah sakit
3) Rencana rumah sakit
4) Rona lingkungan hidup awal
5) Perkiraan dampak penting
6) Evaluasi dampak penting
7) Kepustakaan
8) Lampiran
Laporan hasil studi
ANDAL harus disusun berdasarkan Kerangka Acuan yang telah ditetapkan oleh Komisi.
Untuk hal-hal yang bersifat sangat rahasia dan tidak mungkin
diungkapkan dalam laporan
misalnya menyangkut rahasia yang dipatenkan harus diberikan catatan tersendiri dan
hal ini dituangkan dalam ringkasan ANDAL.
c) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Sesuai dengan pedoman teknis RKL dan RPL harus disusun dengan sistimatika sebagai berikut :
RKL :
1) Identitas pemrakarsa
2) Uraian kegiatan
3) Tujuan, kegunaan, ruang lingkup, dan pendekatan pengelolaan lingkungan
4) Rencana pengelolaan lingkungan
5) Kepustakaan.
RPL:
1) Identitas pemrakarsa
2) Uraian kegiatan
3) Tujuan, kegunaan, dan alternatif pemantauan lingkungan
4) Uraian rencana pemantauan lingkungan
5) Kepustakaan.
Uraian yang disajikan
dalam laporan RKL dan RPL harus dapat mengungkap secara jelas tentang apa,
bagaimana, dimana, siapa, dan kapan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan akan dilakukan. Perlu diingat
bahwa dokumen RKL dan RPL termasuk dokumen yuridis yang menjadi pegangan semua
pihak yang terlibat dalam pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi, dan pengawasan pelaksanaan RKL dan RPL.
2.6 Penatalaksanaan AMDAL Rumah Sakit
2.6.1 Organisasi
Sesuai dengan PP 51
tahun 1993, satuan kerja yang bertanggung jawab dalam penatalaksanaan AMDAL
adalah Komisi AMDAL Bidang Kesehatan yang berstatus pusat
(perijinan atau pemilikannya) adalah Komisi AMDAL Pusat
Departemen Kesehatan yang pembentukannya ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 041/MENKES/SK/I/1989 , dan telah diperbaharui dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.280/MENKES/SK/I/1993 . Dalam rangka pelaksanaan PP 51 tahun 1993 keanggotaan Komisi AMDAL Departemen Kesehatan akan
ditambah dengan wakil-wakil dari Badan Pertanahan Nasional
dan Badan Koordinasi Penanaman Modal. Dalam melaksanakan
tugasnya Komisi AMDAL Departemen Kesehatan melakukan hubungan kerja dengan
instansi yang bertanggung jawab dalam Rumah Sakit dalam hal ini Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik. Hubungan kerja tersebut lebih lanjut akan diuraikan dalam tata cara penyampaian dokumen AMDAL Rumah Sakit.
Komisi AMDAL
Departemen Kesehatan diketuai oleh Direktur Jenderal PPM PLP dengan pertimbangan
bahwa urusan pengelolaan lingkungan secara fungsional
menjadi tanggung jawab Direktur Jenderal PPM PLP. Adapun
anggota Komisi AMDAL Departemen Kesehatan terdiri dari
pejabat di lingkungan unit utama Departemen Kesehatan
yang tugas pokoknya berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan maupun
berkaitan dengan
kegiatan bidang kesehatan yang wajib AMDAL. Para
pejabat tersebut terdiri dari :
1) Kepala Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan (sebagai Wakil Ketua
Komisi)
2) Kepala Pusat Data Kesehatan (sebagai Sekretaris Komisi)
4) Kepala Direktorat Penyehatan Air
5) Kepala Direktorat Pemberantasan Bersumber Binatang
6) Kepala Direktorat Pengawasan Obat dan Bahan Berbahaya
7) Kepala Direktorat Pengawasan Obat
8) Kepala Direktorat Pengawasan Obat Tradisional
9) Kepala Direktorat Instalasi Medik
10) Kepala Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan
11) Kepala Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta
12) Kepala Direktorat Bina Peranserta Masyarakat
13) Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Dep.Kes.
14) Kepala Pusat Laboratorium Kesehatan
15) Wakil dari Departemen Dalam Negeri
16) Wakil dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan/Kantor Menteri
Negara KLH
17) Wakil dari Badan Pertanahan Nasional
18) Wakil dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.
2.6.2 Tugas Komisi AMDAL
Adapun tugas Komisi AMDAL Departemen Kesehatan adalah
:
a) Menyusun Pedoman Teknis Pembuatan AMDAL.
b) Menetapkan Kerangka Acuan bagi pembuatan ANDAL.
c) Menilai ANDAL.
d) Menilai RKL dan RPL.
e) Memberikan rekomendasi kepada Menteri Kesehatan berdasarkan
hasil penilaian AMDAL.
f) Membantu menyelesaikan diterbitkannya surat keputusan tentang
AMDAL.
g) Memberikan bimbingan kepada Komisi Daerah.
h) Menilai rencana teknis pengelolaan lingkungan dan rencana teknis
pemantauan lingkungan.
Untuk membantu
pelaksanaan penilaian AMDAL, Komisi AMDAL dibantu oleh Tim Teknis AMDAL yang
anggotanya terdiri dari tenaga-tenaga yang
berkualifikasi AMDAL B yang berasal dari unit kerja di
lingkungan Departemen Kesehatan yang terkait dengan
AMDAL.
2.6.3. Tata Cara Penyampaian Dokumen AMDAL Rumah Sakit
1) Dokumen Kerangka Acuan (KA).
3
Dokumen KA ANDAL
disampaikan oleh pemrakarsa kepada Komisi AMDAL Departemen Kesehatan
4
Komisi AMDAL setelah
membahas Kerangka Acuan tersebut memberikan tanggapan dan komentar tertulis
terhadap KA tersebut dan menyampaikannya kembali kepada pemrakarsa
selambat-lambatnya 12 hari seiak dokumen tersebut diterima oleh Komisi AMDAL.
2) Dokumen ANDAL, RKL dan RPL
5
ANDAL, RKL dan RPL
diajukan sekaligus oleh pemrakarsa kepada
Direktur Jenderal Pelayanan Medik.
6
Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik memberikan bukti penerimaan dokumen-dokumen tersebut kepada
pemrakarsa dengan mencantumkan tanggal penerimaan.
7
Dokumen tersebut
diteruskan kepada Komisi AMDAL Departemen Kesehatan untuk kemudian dilakukan
pembahasan dan penilaian.
8
Berdasarkan hasil
penilaian Komisi terhadap dokumen-dokumen tersebut, Direktur Jenderal Yanmed
menetapkan keputusan tentang dokumen tersebut selambat-lambatnya 45 hari sejak
tanggal pengajuan.
1.
Apabila keputusan
tersebut berupa penolakan karena dokumen-dokumen tersebut dinilai belum
memenuhi persyaratan maka dokumen tersebut harus diajukan kembali kepada Dirjen
Yanmed, dan selambat-lambatnya 30 hari sejak pengajuan kembali harus sudah
dikeluarkan keputusan atas dokumen- dokumen tersebut berdasarkan hasil
penilaian Komisi AMDAL.
2.
Apabila hasil penilaian menyimpulkan bahwa
dampak negatif tidak dapat ditanggulangi berdasarkan IPTEK dan biaya
penanggulangan dampak negatif lebih besar dibandingkan dengan hasil dampak
positifnya, maka Dirjen Yanmed memutuskan menolak rencana kegiatan rumah sakit
3.
Pengajuan keberatan
atas keputusan dapat disampaikan kepada Menteri Kesehatan dengan tembusan
kepada Bapedal selambat-lambatnya 14 hari sejak diterimanya keputusan
penolakan.
4.
Menteri Kesehatan
akan memberikan keputusan terhadap pengajuan keberatan tersebut setelah
mendapat pertimbangan dari Bapedal selambat-lambatnya 30 hari sejak diterima
pengajuan tersebut dan keputusan ini merupakan keputusan terakhir.
2.7 UKL dan UPL
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib
melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup).
Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus
melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan.
Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun
AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia.
UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan
keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL
tetapi dengan menggunakan formulir isian yang berisi :
•
Identitas pemrakarsa
•
Rencana Usaha dan/atau kegiatan
•
Dampak Lingkungan yang akan terjadi
•
Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
•
Tanda tangan dan cap
•
Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :
•
Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan
hidup Kabupaten/Kota untuk kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah
kabupaten/kota
•
Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan
hidup Propinsi untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota
•
Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan
hidup dan pengendalian dampak lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih
dari satu propinsi atau lintas batas Negara
2.8 Kaitan AMDAL dengan Dokumen/Kajian Lingkungan
2.8.1 AMDAL dan UKL-UPL
Rencana
kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan
menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan Menteri LH 17/2001). UKL-UPL dikenakan bagi kegiatan yang telah diketahui teknologi dalam
pengelolaan limbahnya.
2.8.2
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib
Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki
dokumen pengelolaan lingkungan hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya
menyalahi peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup, maka kegiatan
tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan
tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan. Audit
Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana
kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali
terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh
Menteri Negara Lingkungan Hidup. Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan
yang kemudian diwajibkan menyusun Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL
baru.
2.8.3 AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela
Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam
operasionalnya menghendaki untuk meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan
lingkungan hidup dapat melakukan audit lingkungan secara sukarela yang
merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang bersifat internal. Pelaksanaan
Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu pada Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum pelaksanaan Audit Lingkungan. Penerapan perangkat
pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang wajib AMDAL tidak
secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen AMDAL.
Walau demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh
pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan
pengelolaan lingkungan sekaligus dapat "memperbaiki"
ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen AMDAL. Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam dan
sangat berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan
dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit
Lingkungan Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000,
dokumen-dokumen yang dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi
industri/bisnis, dan lainnya.
DASAR HUKUM DAN PERATURAN DALAM MENYUSUN ANALISIS
MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
No.
|
Materi
|
PP 29/1986
|
PP 51/1993
|
1.
|
Kegiatan
Wajib AMDAL
(Penapisan)
|
Pasal 2 ayat (2) :
Ditetapkan
oleh Menteri/
Pimpinan
LPND yang
membidangi........dst
|
Pasal 2 ayat (3) :
Ditetapkan
Menteri LH/
Kepala BAPEDAL setelah mendengar dan
memperhatikan
saran
dan
pendapat instansi
yang
bertanggung jawab.
Pasal 2 ayat (4) :
Penapisan
kegiatan
ditinjau
secara berkala
sekurang-kurangnya
sekali
dalam 5 (lima)
tahun.
|
2.
|
Kaitan
antara AMDAL
dengan Perizinan
|
Pasal 5 :
Keputusan
tentang
pemberian
izin terhadap
rencana
kegiatan oleh
instansi
yang berwenang
di bidang
perizinan
hanya
dapat diberikan
setelah
adanya keputusan
persetujuan
atas RKU
RPL
|
Pasal 5:
Pemberian izin usaha dan kegiatan oleh instansi yang berwenang untuk jenis kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hanya dapat
diberikan setelah adanya pelaksanaan
rencana
pengelolaan
lingkungan
dan
rencana pemantauan lingkungan
yang telah disetujui oleh instansi yang bertanggung jawab.
|
3.
|
Kedudukan
dan AMDAL
|
Pasal 6:
ayat (1)
: AMDAL
merupakan
komponen
studi
kelayakan rencana
kegiatan
|
Pasal 6:
ayat (1)
: AMDAL merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha dan kegiatan
ayat (2)
: Hasil studi
AMDAL
digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah.
|
4.
|
Lama
waktu penilaian AMDAL (Putusan
persetujuan)
|
Pasal 10
: PIL = 30 hari
Pasal 12
: KA = 30 hari
Pasal 16
: ANDAL =
90 hari
Pasal 19
: RKL = 30 hari
Pasal 20 : RPL = 30 hari
|
PIL
dihilangkan
Pasal 7 :
- KA
hanya perlu tanggapan
tertulis dari
komisi
- Batas
waktu tanggapan tertulis KA sejak diterima oleh Komisi adalah 12 hari
Pasal 10 :
Batas
waktu penetapan
ANDAL,
RKL/RPL
sejak
diterima oleh
Komisi adalah 45 hari
|
5.
|
AMDAL
Kegiatan Terpadu
|
-
|
Pasal 12:
Kegiatan
- Bagi
kegiatan yang Terpadu saling
terkait, berada dalam satu ekosistem dan dimiliki oleh satu Pemrakarsa Pedoman teknis, penilaian dan persetujuan oleh
instansi
yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan Komisi AMDAL
Terpadu merupakan komisi gabungan
yang ditetapkan oleh Menteri
LH/Kepala BAPEDAL.
|
6.
|
AMDAL Kawasan
|
-
|
Pasal 13:
-berada
dalam
kawasan
sesuai peraturan perundangan
-Pedoman
teknis, penilaian
dan persetujuan oleh instansi
yang bertanggung jawab
|
7.
|
AMDAL Regional
|
-
|
Pasal 14:
Amdal regional akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri
LH/Kepala Bapedal
|
8.
|
Kadaluwarsa persetujuan AMDAL
|
Pasal 21:
Kadaluwarsa,
apabila
dalam 5
(lima) tahun
rencana
kegiatan tidak
dilaksanakan
|
Pasal 15:
Kadaluwarsa,
apabila
dalam 3
(tiga) tahun
rencana
kegiatan tidak
dilaksanakan.
|
9.
|
Komisi:
Komisi Pusat
Komisi Daerah
|
Pasal 23
|
Hanya ada
2, yaitu :
- Komisi
AMDAL Pusat
- Komisi
AMDAL Daerah
Pasal 17
18 : (tetap)
Keanggotaan
komisi ditambahkan unsur BPN, BKPM sebagai anggota tetap dan LSM sebagai anggota
tidak tetap.
Lisensi
dihilangkan
|
10.
|
Pembinaan
|
Pasal 30:
Pengawasan
Kualifikasi
penyusun
AMDAL
dengan pem-
berian
lisensi ... dst.
|
Pasal 20 :
Pendidikan,
pelatihan,
penelitian,
dan
pengembangan
AMDAL
diselenggarakan
dengan koordinasi
BAPEDAL.
|
11.
|
Pengawasan
|
Pasal 31, 32, 33
|
Pasal 22 25
Setiap
rencana usaha/
kegiatan
wajib diumumkan oleh
instansi yang bertanggung jawab
Dokumen
AMDAL
bersifat
terbuka untuk
umurn
- Peran
serta masyarakat dalam
bentuk saran dan pemikiran (lisan atau tertulis) kepada Komisi sebelum
dokumen AMDAL disetujui BAPEDAL menggunakan dokumen
AMDAL
sebagai bahan
penguji hasil pemantauan BAPEDAL
dapat melakukan koordinasi dalam
pengawasan
|
Adapun Undang-Undang dan Peraturan lain yang terkait, yaitu :
- Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan
- PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
- KepMen LH No. 12/MENLH/3/ 1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
- KepMen LH No. 13/MENLH/3/ 1994 tentang Pedoman Susunan Keanggotaan dan Tata Kerja Komisi AMDAL
- KepMen LH No. 14/MENLH/3/ 1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
- KepMen LH No. 15/MENLH/3/ 1994 tentang Pembentukan Komisi AMDAL Terpadu
- KepMen LH No. 42/MENLH/1 1/ 1994 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan
- KepMen LH No. 54/MENLH/1 1/ 1995 tentang Pembentukan Komisi AMDAL Terpadu/ Multisektor dan Regional
- KepMen LH No. 55/MENLH/1 1/ 1995 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Regional
- KepMen LH No. 57/MENLH/12/ 1995 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Usaha atau Kegiatan Terpadu/Multisektor
- KepMen LH No. 02/MENLH/1/ 1998 tentang Penetapan Pedoman Baku Mutu Lingkungan
- Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2006 Tentan Pedoman penyusunan analisis mengenai Dampak lingkungan hidup
- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Dokumen Lingkungan Hidup Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Telah Memiliki Izin Usaha Dan/Atau Kegiatan Tetapi Belum memiliki dokumen lingkungan hidup
- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Tahun 2007 Tentang Dokumen Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan Hidup Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Tidak Memillki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
- KepMen LH No. 30/MENLH/1 0/ 1999 tentang Panduan Penyusunan Dokumen Pengelolaan Lingkungan
- KepMen LH No. 42/MENLH/1999 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan
- KepMen LH No. 2 Tahun 2000 tentang Pedoman PenilaianDokumen AMDAL
- KepMen LH No. 4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan PembangunanPermukiman Terpadu
- KepMen LH No. 5 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan di Daerah Lahan Basah
- KepMen LH No. 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata KerjaKomisi Penilai AMDAL
- KepMen LH No. 41 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/Kota
- KepMen LH No. 42 Tahun 2000 tentang Susunan Keanggotaan Komisi Penilai Tim Teknis AnalisisMengenai Dampak Lingkungan Hidup
- KepMen LH No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL
- KepMen LH No. 86 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
- KepMen LH No. 30 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup Yang diwajibkan
- KepMen LH No. 45 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 92/MENKES/PER/IV/2010 TentangPersyaratan Kualitas Air Minum
- PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air, Pengendalian Pencemaran Air
- KepMen LH No. Kep-35/MenLH/7/ 1995 tentang Program Kali Bersih (PROKASIH)
- KepMen LH No. Kep-35A/ MenLH /7/ 1995 tentang Program Penilaian Kinerja Perusahaan/ Kegiatan Usaha Dalam Pengendalian Pencemaran di Lingkup Kegiatan PROKASIH (Proper Prokasih)
- KepMen LH No. 58/MENLH/10/ 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit
- KepMen LH No. 29 Tahun 2003 tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air
- KepMen LH No. 37 Tahun 2003 tentang Metode Analisis Kualitas” Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan
- KepMen LH No. 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Sumber Air
- KepMen LH No. 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara PerizinanSerta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air
- KepMen LH No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik
- KepMen LH No. 114 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengkajian tentang Pedoman Pengkajian Untuk Menetapkan Kelas Air
- KepMen LH No. 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air
- KepMen LH No. 142 Tahun 2003 tentang Perubahan KepMen LH No. 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air
- Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
- UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sunber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
- PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
- PP No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
- PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
- Kep. Dirjen Batan No. 119/DJ/III/1992 tentang Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL Untuk Kegiatan Nuklir di Bidang Nuklir Non – Reaktor
- Kep. Dirjen Batan No. 294/DJ/IX/1992 tentang Nilai Batas Radioaktif di Lingkungan
- PP. No, 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
- Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006
- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 tahun 2010 Tentang Sertifikasi kompetensi penyusun dokumen analisis mengenai Dampak lingkungan hidup dan persyaratan lembaga pelatihan Kompetensi penyusun dokumen analisis mengenai dampak Lingkungan hidup
- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 tahun 2006 tentang Pedoman Umum Standardisasi Kompetensi Personil dan Lembaga Jasa Lingkungan
- Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2000 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
- PP No. 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedian Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
- KepMen LH No. 07/ MENLH/2001 tentang Pejabat Pengawasan Lingkungan Hidup dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah
- Keputusan Bersama Meneg LH dan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 08 & 22 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Hidup dan Angka Kreditnya
- KepMen LH No. 56 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Pengawasan Penaatan Lingkungan Hidup Bagi Pejabat Pengawas.
- KepMen LH No. 58Tahun 2002 tentang Tata Kerja Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup di PropinsiKabupaten/Kota.
- Kep. MENPAN Nomor : 47/KEP/M.PAN//8/2002 tentang Jabatan Fungsional Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup dan Angka Kreditnya.
- Keputusan Bersama Men PAN dan Mendagri Nomor : 01 /SKB/M.PAN/4/2003 dan Nomor 17 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah dan Peraturan Pemerintah.
- Keputusan Presiden No. 100 Tahun 2004 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan.
- KepMen LH No. 145 Tahun 2004 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan dan Angka Kreditnya.
- KepMen LH No. 146 Tahun 2004 tentang Pedoman Kualifikasi Pendidikan Untuk Jabatan Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan.
- KepMen LH No. 147 Tahun 2004 tentang Kode Etik Profesi Pengendali Dampak Lingkungan.
- KepMen LH No. 197 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
- UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
- UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
- KepMen LH No. 19 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Pengaduan Kasus Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan.
No comments:
Post a Comment