Berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan produk-produk industri yang
dapat memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Bahan kimia yang telah diketahui
manfaatnya dikembangkan dengan cara membuat produk-produk yang berguna untuk
kepentingan manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui
jenis, sifat-sifat, kegunaan, dan efek samping dari setiap produk yang kita
gunakan atau kita lihat sehari-hari.
Zat-zat yang
ada dalam kehidupan kita sehari-hari kebanyakan tidak dalam keadaan murni,
melainkan bercampur dengan dua atau lebih zat lainnya. Seperti telah kamu
pelajari di kelas VII, campuran suatu zat akan tetap mempertahankan sifat-sifat
unsurnya. Oleh karena itu, suatu bahan kimia akan dipengaruhi oleh sifat,
kegunaan, atau efek dari zat-zat yang menyusunnya. Kekuatan pengaruh sifat
masing-masing zat bergantung pada kandungan zat dalam bahan yang bersangkutan.
Banyak ragam bahan kimia yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pada bab
ini hanya akan dibahas beberapa kelompok bahan kimia saja. Bahan kimia yang
dimaksud, di antaranya adalah: 1. pembersih; 2. pemutih pakaian; 3. pewangi; 4.
pestisida; 5. zat aditif makanan; 6. zat adiktif; dan 7. zat psikotropika.
Dalam kehidupan
sehari-hari, kita mengenal berbagai bahan kimia pembersih, di antaranya sabun
dan detergen, seperti ditunjukkan pada Gambar 8.1. Sabun dan detergen dapat
menjadikan lemak dan minyak yang tadinya tidak dapat bercampur dengan air
menjadi mudah bercampur. Sabun dan detergen dalam air dapat melepaskan sejenis
ion yang memiliki bagian yang suka air (hidrofilik) sehingga dapat larut dalam
air dan bagian yang tidak suka akan air (hidrofobik) sehingga larut dalam
minyak atau lemak. Jika dalam pakaian yang dicuci dengan detergen terdapat
kotoran lemak maka bagian ion yang bersifat hidrofobik masuk ke dalam butiran
lemak atau minyak dan bagian ion tersebut yang bersifat hidrofilik akan
mengarah ke pelarut air. Keadaan ini menyebabkan butiran-butiran minyak akan
saling tolak-menolak karena menjadi bermuatan sejenis. Akibatnya, kotoran lemak
atau minyak yang telah lepas dari pakaian tidak dapat saling bersatu lagi dan
tetap berada dalam larutan. Sebagai ilustrasi dari penjelasan tersebut,
perhatikan Gambar 8.2 berikut. Kita perlu hati-hati dalam memilih bahan
pembersih, bahan tersebut jangan sampai menimbulkan pengaruh yang buruk
terhadap lingkungan. Beberapa jenis detergen sukar diuraikan oleh pengurai.
Jika detergen ini bercampur dengan air tanah yang dijadikan sumber air minum
manusia atau binatang ternak maka air tanah tersebut akan membahayakan
kesehatan. Oleh karena itu, kita sebaiknya memilih detergen yang limbahnya
dapat diuraikan oleh mikrorganisme (biodegradable). Pengaruh buruk yang dapat
ditimbulkan oleh pemakaian detergen yang tidak selektif atau tidak hati-hati
adalah: a. rusaknya keindahan lingkungan perairan; b. terancamnya kehidupan
hewan-hewan yang hidup di air; dan c. merugikan kesehatan manusia.
Pemutih
biasanya dijual dalam bentuk larutannya (lihat Gambar 8.3) dan digunakan untuk
menghilangkan kotoran atau noda berwarna yang sukar dihilangkan dengan hanya
menggunakan sabun atau detergen. Larutan pemutih yang dijual di pasaran
biasanya mengandung bahan aktif natrium hipoklorit (NaOCl) sekitar 5%. Selain
digunakan sebagai pemutih dan membersihkan noda, juga digunakan untuk
desinfektan (membasmi kuman). Pada umumnya, bahan pemutih yang dijual di
pasaran sudah aman untuk dipakai selama pemakaiannya sesuai dengan petunjuk.
Selain dengan noda, zat ini juga bisa bereaksi dengan zat warna pakaian
sehingga dapat memudarkan warna pakaian. Oleh karena itu, pemakaian pemutih ini
harus sesuai petunjuk.
Pewangi
merupakan bahan kimia lain yang erat kaitannya dengan kehidupan kita
sehari-hari. Kita dapat memperoleh bahan pewangi dari bahan alam maupun
sintetik. Bahan pewangi alami yang sudah kita kenal di antaranya diperoleh dari
daun kayu putih, kulit kayu manis, batang kayu cendana, bunga kenanga, bunga
melati, dan buah pala. Bahan pewangi sintetik biasanya dipakai dalam berbagai
pewangi atau parfum dalam kemasan, seperti pada Gambar 8.4. Selain zat yang
menimbulkan aroma wangi, pewangi yang dijual di pasaran biasanya mengandung
zat-zat lain, seperti alkohol untuk pewangi yang berbentuk cair dan tawas untuk
pewangi yang berbentuk padat. Selain alkohol, masih terdapat beragam zat
tambahan lainnya yang sengaja ditambahkan ke dalam pewangi agar parfum mudah
disemprotkan (zat tersebut berfungsi sebagai propelan). Di antara zat-zat
tambahan yang dapat berfungsi sebagai propelan tersebut ada yang dapat
mencemari lingkungan. Propelan tertentu jika lepas ke udara kemudian masuk ke
atmosfer bagian atas akan merusak lapisan ozon (suatu lapisan di udara bagian
atas yang melindungi manusia dari sinar-sinar berenergi tinggi, seperti sinar
ultra violet). Untuk itu, kita harus selektif ketika membeli produk berupa
parfum, jangan sampai mengandung bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan.
Bahan kimia
jenis pestisida erat sekali dengan kehidupan para petani. Pestisida dipakai
untuk memberantas hama tanaman sehingga tidak mengganggu hasil produksi
pertanian. Pestisida meliputi semua jenis obat (zat/bahan kimia) pembasmi hama
yang ditujukan untuk melindungi tanaman dari serangan serangga, jamur, bakteri,
virus, tikus, bekicot, dan nematoda (cacing). Pestisida yang biasa digunakan
para petani dapat digolongkan menurut fungsi dan sasaran penggunaannya, yaitu:
a. Insektisida,
yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga, seperti belalang,
kepik, wereng, dan ulat. Beberapa jenis insektisida juga dipakai untuk
memberantas sejumlah serangga pengganggu yang ada di rumah, perkantoran, atau
gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh insektisida adalah
basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, dan diazinon. Gambar
8.5 merupakan contoh produk insektisida untuk memberantas nyamuk. b. Fungisida,
yaitu pestisida yang dipakai untuk memberantas dan mencegah pertumbuhan jamur
atau cendawan. Bercak yang ada pada daun, karat daun, busuk daun, dan cacar
daun disebabkan oleh serangan jamur. Beberapa contoh fungisida adalah tembaga
oksiklorida, tembaga(I) oksida, karbendazim, organomerkuri, dan natrium
dikromat. c. Bakterisida, yaitu pestisida untuk memberantas bakteri atau virus.
Pada umumnya, tanaman yang sudah terserang bakteri sukar untuk disembuhkan.
Oleh karena itu, bakterisida biasanya diberikan kepada tanaman yang masih
sehat. Salah satu contoh dari bakterisida adalah tetramycin, sebagai pembunuh virus
CVPD yang menyerang tanaman jeruk. d. Rodentisida, yaitu pestisida yang
digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa hewan pengerat, seperti tikus.
Rodentisida dipakai dengan cara mencampurkannya dengan makanan kesukaan tikus.
Dalam meletakkan umpan tersebut harus hati-hati, jangan sampai termakan oleh
binatang lain. Contoh dari pestisida jenis ini adalah warangan. e. Nematisida,
yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman jenis cacing
(nematoda). Hama jenis cacing biasanya menyerang akar dan umbi tanaman. Oleh
karena pestisida jenis ini dapat merusak tanaman maka pestisida ini harus sudah
ditaburkan pada tanah tiga minggu sebelum musim tanam. Contoh dari pestisida
jenis ini adalah DD, vapam, dan dazomet. f. Herbisida, yaitu pestisida yang
digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu (gulma), seperti alang-alang,
rerumputan, dan eceng gondok. Contoh dari herbisida adalah ammonium sulfonat
dan pentaklorofenol.
Penggunaan
pestisida telah menimbulkan dampak yang negatif, baik itu bagi kesehatan
manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, penggunaannya
harus dilakukan sesuai dengan aturan. Beberapa dampak negatif yang dapat timbul
akibat penggunaan pestisida, di antaranya: a. Terjadinya pengumpulan pestisida
(akumulasi) dalam tubuh manusia karena beberapa jenis pestisida sukar terurai.
Pestisida yang terserap tanaman akan terdistribusi ke dalam akar, batang, daun,
dan buah. Jika tanaman ini dimakan hewan atau manusia maka pestisidanya akan
terakumulasi dalam tubuh sehingga dapat memunculkan berbagai risiko bagi
kesehatan hewan maupun manusia. b. Munculnya hama spesies baru yang lebih tahan
terhadap takaran pestisida. Oleh karena itu, diperlukan dosispemakaian
pestisida yang lebih tinggi atau pestisida lain yang lebih kuat daya basminya.
Jika sudah demikian maka risiko pencemaran akibat pemakaian pestisida akan
semakin besar baik terhadap hewan maupun lingkungan, termasuk juga manusia
sebagai pelakunya. Ternyata, penggunaan pestisida selain memberikan keuntungan
juga dapat memberikan kerugian. Oleh karena itu, penyimpanan dan penggunaan
pestisida apapun jenisnya harus dilakukan secara hati-hati dan sesuai petunjuk.
Untuk mengurangi dampak penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan cara
menggunakan pestisida alami atau pestisida yang dibuat dari bahan-bahan alami.
Misalnya, air rebusan batang dan daun tomat dapat dipakai dalam memberantas
ulat dan lalat hijau. Selain contoh tersebut, masih banyak tumbuhan lain yang
dapat bertindak sebagai pestisida alami, seperti tanaman mindi, bunga mentega,
rumput mala, tuba, kunir, dan kucai.
B. Zat Aditif dalam Bahan Makanan
Setiap hari
kita memerlukan makanan untuk mendapatkan energi (karbohidrat dan lemak) dan
untuk pertumbuhan sel-sel baru, menggantikan sel-sel yang rusak (protein).
Selain itu, kita juga memerlukan makanan sebagai sumber zat penunjang dan
pengatur proses dalam tubuh, yaitu vitamin, mineral, dan air. Sehat tidaknya
suatu makanan tidak bergantung pada ukuran, bentuk, warna, kelezatan, aroma, atau
kesegarannya, tetapi bergantung pada kandungan zat yang diperlukan oleh tubuh.
Suatu makanan dikatakan sehat apabila mengandung satu macam atau lebih zat yang
diperlukan oleh tubuh. Setiap hari, kita perlu mengonsumsi makanan yang beragam
agar semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh terpenuhi. Hal ini dikarenakan
belum tentu satu jenis makanan mengandung semua jenis zat yang diperlukan oleh
tubuh setiap hari. Supaya orang tertarik untuk memakan suatu makanan,
seringkali kita perlu menambahkan bahan-bahan tambahan ke dalam makanan yang
kita olah. Bisa kita perkirakan bahwa seseorang tentu tidak akan punya selera
untuk memakan sayur sop yang tidak digarami atau bubur kacang hijau yang tidak
memakai gula. Dalam hal ini, garam dan gula termasuk bahan tambahan. Keduanya
termasuk jenis zat aditif makanan. Zat aditif bukan hanya garam dan gula saja,
tetapi masih banyak bahan-bahan kimia lain. Zat aditif makanan ditambahkan dan
dicampurkan pada waktu pengolahan makanan untuk memperbaiki tampilan makanan,
meningkatkan cita rasa, memperkaya kandungan gizi, menjaga makanan agar tidak
cepat busuk, dan lain sebagainya (perhatikan Gambar 8.7). Bahan yang tergolong
ke dalam zat aditif makanan harus dapat: 1. memperbaiki kualitas atau gizi
makanan; 2. membuat makanan tampak lebih menarik; 3. meningkatkan cita rasa
makanan; dan 4. membuat makanan menjadi lebih tahan lama atau tidak cepat basi
dan busuk. Zat-zat aditif tidak hanya zat-zat yang secara sengaja ditambahkan
pada saat proses pengolahan makanan berlangsung, tetapi juga termasuk zat-zat
yang masuk tanpa sengaja dan bercampur dengan makanan. Masuknya zat-zat aditif
ini mungkin terjadi saat pengolahan, pengemasan, atau sudah terbawa oleh
bahan-bahan kimia yang dipakai. Zat aditif makanan dapat dikelompokkan menjadi
dua golongan, yaitu: 1. zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti
lesitin dan asam sitrat; 2 zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki
sifat serupa dengan bahan alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun
sifat/fungsinya, seperti amil asetat dan asam askorbat. Berdasarkan fungsinya,
baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat dikelompokkan sebagai zat pewarna,
pemanis, pengawet, dan penyedap rasa. Zat aditif dalam produk makanan biasanya
dicantumkan pada kemasannya, seperti terlihat pada Gambar 8.8.
Pemberian warna
pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih segar dan menarik
sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Zat pewarna yang biasa
digunakan sebagai zat aditif pada makanan adalah: a. Zat pewarna alami, dibuat
dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna hijau dari daun
pandan atau daun suji, warna kuning dari kunyit, seperti ditunjukkan pada warna
cokelat dari buah cokelat, warna merah dari daun jati, dan warna kuning merah dari
wortel. Karena jumlah pilihan warna dari zat pewarna alami terbatas maka
dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok untuk makanan dari
bahan-bahan kimia. b. Zat pewarna sintetik, dibuat dari bahan-bahan kimia.
Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetik memiliki beberapa
kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan
lebih tahan lama.
Beberapa zat
pewarna sintetik bisa saja memberikan warna yang sama, namun belum tentu semua
zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada makanan dan minuman.
Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetik yang bukan untuk makanan dan minuman
(pewarna tekstil) dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh
karena bersifat karsinogen (penyebab penyakit kanker). Oleh karena itu, kamu
harus berhati-hati ketika membeli makanan atau minuman yang memakai zat warna.
Kamu harus yakin dahulu bahwa zat pewarna yang dipakai sebagai zat aditif pada
makanan atau minuman tersebut adalah memang benar-benar pewarna makanan dan
minuman.
Berdasarkan
sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye
merupakan zat bewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam air. Dye
biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan.
Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu
zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna
kelompok ini cocok untuk mewarnai produkproduk yang tidak boleh terkena air
atau produk yang mengandung lemak dan minyak.
Zat pemanis
berfungsi untuk menambah rasa manis pada makanan dan minuman. Zat pemanis dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Zat pemanis alami. Pemanis ini dapat
diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, tebu, dan aren. Selain itu, zat
pemanis alami dapat pula diperoleh dari buahbuahan dan madu. Zat pemanis alami
berfungsi juga sebagai sumber energi. Jika kita mengonsumsi pemanis alami
secara berlebihan, kita akan mengalami risiko kegemukan. Orang-orang yang sudah
gemuk badannya sebaiknya menghindari makanan atau minuman yang mengandung
pemanis alami terlalu tinggi. b. Zat pemanis buatan atau sintetik. Pemanis
buatan tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia sehingga tidak berfungsi sebagai
sumber energi. Oleh karena itu, orangorang yang memiliki penyakit kencing manis
(diabetes melitus) biasanya mengonsumsi pemanis sintetik sebagai pengganti
pemanis alami. Contoh pemanis sintetik, yaitu sakarin, natrium siklamat,
magnesium siklamat, kalsium siklamat, aspartam (lihat Gambar 8.12), dan dulsin.
Pemanis buatan memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi dibandingkan
pemanis alami. Garamgaram siklamat memiliki kemanisan 30 kali lebih tinggi
dibandingkan kemanisan sukrosa. Namun, kemanisan garam natrium dan kalsium dari
sakarin memiliki kemanisan 800 kali dibandingkan dengan kemanisan sukrosa 10%.
Walaupun pemanis buatan memiliki kelebihan dibandingkan pemanis alami, kita
perlu menghindari konsumsi yang berlebihan karena dapat memberikan efek samping
bagi kesehatan. Misalnya, penggunaan sakarin yang berlebihan selain akan
menyebabkan rasa makanan terasa pahit juga merangsang terjadinya tumor pada
bagian kandung kemih. Contoh lain, garam-garam siklamat pada proses metabolisme
dalam tubuh dapat menghasilkan senyawa sikloheksamina yang bersifat
karsinogenik (senyawa yang dapat menimbulkan penyakit kanker). Garam siklamat
juga dapat memberikan efek samping berupa gangguan pada sistem pencernaan
terutama pada pembentukan zat dalam sel.
Ada sejumlah
cara menjaga agar makanan dan minuman tetap layak untuk dimakan atau diminum
walaupun sudah tersimpan lama. Salah satu upaya tersebut adalah dengan cara
menambahkan zat aditif kelompok pengawet (zat pengawet) ke dalam makanan dan
minuman. Zat pengawet adalah zatzat yang sengaja ditambahkan pada bahan makanan
dan minuman agar makanan dan minuman tersebut tetap segar, bau dan rasanya
tidak berubah, atau melindungi makanan dari kerusakan akibat membusuk atau
terkena bakteri/ jamur. Karena penambahan zat aditif, berbagai makanan dan
minuman masih dapat dikonsumsi sampai jangka waktu tertentu, mungkin seminggu,
sebulan, setahun, atau bahkan beberapa tahun. Dalam makanan atau minuman yang
dikemas dan dijual di toko-toko atau supermarket biasanya tercantum tanggal
kadaluarsanya, tanggal yang menunjukkan sampai kapan makanan atau minuman
tersebut masih dapat dikonsumsi tanpa membahayakan kesehatan, seperti
ditunjukkan pada Gambar 8.13. Seperti halnya zat pewarna dan pemanis, zat
pengawet dapat dikelompokkan menjadi zat pengawet alami dan zat pengawet
buatan.
a. Zat pengawet
alami berasal dari alam, contohnya gula (sukrosa) yang dapat dipakai untuk
mengawetkan buah-buahan (manisan) dan garam dapur yang dapat digunakan untuk
mengawetkan ikan. b. Zat pengawet sintetik atau buatan merupakan hasil sintesis
dari bahan-bahan kimia. Contohnya, asam cuka dapat dipakai sebagai pengawet
acar dan natrium propionat atau kalsium propionat dipakai untuk mengawetkan
roti dan kue kering. Garam natrium benzoat, asam sitrat, dan asam tartrat juga
biasa dipakai untuk mengawetkan makanan. Selain zat-zat tersebut, ada juga zat
pengawet lain, yaitu natrium nitrat atau sendawa (NaNO3) yang berfungsi untuk
menjaga agar tampilan daging tetap merah. Asam fosfat yang biasa ditambahkan
pada beberapa minuman penyegar juga termasuk zat pengawet. Selain pengawet yang
aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet yang tidak boleh dipergunakan
untuk mengawetkan makanan. Zat pengawet yang dimaksud, di antaranya formalin
yang biasa dipakai untuk mengawetkan benda-benda, seperti mayat atau binatang
yang sudah mati. Pemakaian pengawet formalin untuk mengawetkan makanan, seperti
bakso, ikan asin, tahu, dan makanan jenis lainnya dapat menimbulkan risiko
kesehatan. Selain formalin, ada juga pengawet yang tidak boleh dipergunakan untuk
mengawetkan makanan. Pengawet yang dimaksud adalah pengawet boraks. Pengawet
ini bersifat desinfektan atau efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba
penyebab membusuknya makanan serta dapat memperbaiki tekstur makanan sehingga
lebih kenyal (perhatikan Gambar 8.14). Boraks hanya boleh dipergunakan untuk
industri nonpangan, seperti dalam pembuatan gelas, industri kertas, pengawet
kayu, dan keramik. Jika boraks termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan
sejumlah efek samping bagi kesehatan, di antaranya: a. gangguan pada sistem
saraf, ginjal, hati, dan kulit; b. gejala pendarahan di lambung dan gangguan
stimulasi saraf pusat; c. terjadinya komplikasi pada otak dan hati; dan d.
menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6 gram.
Walaupun
tersedia zat pengawet sintetik yang digunakan sebagai zat aditif makanan, di
negara maju banyak orang enggan mengonsumsi makanan yang memakai pengawet
sintetik. Hal ini telah mendorong perkembangan ilmu dan teknologi pengawetan
makanan dan minuman tanpa penambahan zat-zat kimia, misalnya dengan menggunakan
sinar ultra violet (UV), ozon, atau pemanasan pada suhu yang sangat tinggi
dalam waktu singkat sehingga makanan dapat disterilkan tanpa merusak kualitas
makanan.
Di Indonesia
terdapat begitu banyak ragam rempahrempah yang dipakai untuk meningkatkan cita
rasa makanan, seperti cengkeh, pala, merica, ketumbar, cabai, laos, kunyit,
bawang, dan masih banyak lagi yang lain. Melimpahnya ragam rempah-rempah ini
merupakan salah satu sebab yang mendorong penjajah Belanda dan Portugis tempo
dulu ingin menguasai Indonesia. Jika rempah-rempah dicampur dengan makanan saat
diolah, dapat menimbulkan cita rasa tertentu pada makanan. Selain zat penyedap
cita rasa yang berasal dari alam, ada pula yang berasal dari hasil sintesis
bahan kimia. Berikut ini beberapa contoh zat penyedap cita rasa hasil sintesis:
a. oktil asetat, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah jeruk jika
dicampur dengan zat penyedap ini; b. etil butirat, akan memberikan rasa dan
aroma seperti buah nanas pada makanan; c. amil asetat, akan memberikan rasa dan
aroma seperti buah pisang; d. amil valerat, jika makanan diberi zat penyedap
ini maka akan terasa dan beraroma seperti buah apel. Selain zat penyedap rasa
dan aroma, seperti yang sudah disebutkan di atas, terdapat pula zat penyedap
rasa yang penggunaannya meluas dalam berbagai jenis masakan, yaitu penyedap
rasa monosodium glutamat (MSG) seperti ditunjukkan pada Gambar 8.15. Zat ini
tidak berasa, tetapi jika sudah ditambahkan pada makanan maka akan menghasilkan
rasa yang sedap. Penggunaan MSG yang berlebihan telah menyebabkan “Chinese
restaurant syndrome” yaitu suatu gangguan kesehatan di mana kepala terasa
pusing dan berdenyut. Bagi yang menyukai zat penyedap ini tak perlu khawatir
dulu. Kecurigaan ini masih bersifat pro dan kontra. Bagi yang mencoba
menghindari untuk mengonsumsinya, sudah tersedia sejumlah merk makanan yang
mencantumkan label “tidak mengandung MSG” dalam kemasannya. Pada pembahasan
sebelumnya, kamu sudah mempelajari tentang pengelompokan zat aditif berdasarkan
fungsinya beserta contoh-contohnya. Perlu kamu ketahui bahwa suatu zat aditif
dapat saja memiliki lebih dari satu fungsi. Seringkali suatu zat aditif,
khususnya yang bersifat alami memiliki lebih dari satu fungsi. Contohnya, gula
alami biasa dipakai sebagai zat aditif pada pembuatan daging dendeng. Gula
alami tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pemanis, tetapi juga berfungsi
sebagai pengawet. Contoh lain adalah daun pandan yang dapat berfungsi sebagai
pemberi warna pada makanan sekaligus memberikan rasa dan aroma khas pada
makanan. Untuk penggunaan zat-zat aditif alami, umumnya tidak terdapat batasan
mengenai jumlah yang boleh dikonsumsi perharinya. Untuk zat-zat aditif
sintetik, terdapat aturan penggunaannya yang telah ditetapkan sesuai Acceptable
Daily Intake (ADI) atau jumlah konsumsi zat aditif selama sehari yang
diperbolehkan dan aman bagi kesehatan. Jika kita mengonsumsinya melebihi ambang
batas maka dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan. Jika kita mengidentifikasi
zat aditif yang dipakai dalam makanan/minuman, lihatlah kemasan pada
makanan/minuman tersebut, kemudian buatlah tabel seperti Tabel 8.2 berikut.
Bahan-bahan
kimia tidak hanya menyangkut bahanbahan kimia yang ada di rumah tangga, seperti
pemutih, pembersih, dan zat-zat aditif makanan, tetapi juga zatzat yang dapat
menimbulkan pengaruh negatif atau efek samping bagi kesehatan jika pemakaiannya
disalahgunakan. Bahan kimia dimaksud di sini adalah kelompok zat kimia yang
tergolong ke dalam zat adiktif dan psikotropika.
Zat adiktif
adalah istilah untuk zat-zat yang pemakaiannya dapat menimbulkan ketergantungan
fisik yang kuat dan ketergantungan psikologis yang panjang (drug dependence).
Kelompok zat adiktif adalah narkotika (zat atau obat yang berasal dari tanaman)
atau bukan tanaman, baik sintetik maupun semisintetik, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa sakit,
dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika menurut tujuan penggunaan dan
tingkatan risiko ketergantungannya terbagi dalam 3 golongan, yaitu: a. Golongan
I, narkotika hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi serta memiliki potensi sangat tinggi untuk mengakibatkan sindrom
ketergantungan. b. Golongan II, narkotika untuk pengobatan yang digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau untuk tujuan
ilmu pengetahuan serta memiliki potensi kuat untuk mengakibatkan sindrom
ketergantungan. c. Golongan III, narkotika untuk pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta berpotensi
ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Ganja atau
mariyuana merupakan zat adiktif narkoba dari golongan kanabionoid. Ganja
terbuat dari daun, bunga, biji, dan ranting muda tanaman mariyuana (Cannabis
sativa) yang sudah kering, contoh pohon ganja dapat dilihat pada Gambar 8.16.
Ganja dipakai dalam bentuk rokok lintingan, campuran tembakau, dan damar ganja.
Tanda-tanda penyalahgunaan ganja, yaitu gembira dan tertawa tanpa sebab, santai
dan lemah, banyak bicara sendiri, pengendalian diri menurun, menguap atau
mengantuk, tetapi susah tidur, dan mata merah, serta tidak tahan terhadap cahaya.
Tanda-tanda gejala putus obat (ganja), yaitu sukar tidur, hiperaktif, dan
hilangnya nafsu makan. Tandatanda gejala overdosis, yaitu ketakutan, daya pikir
menurun, denyut nadi tidak teratur, napas tidak teratur, dan mendapat gangguan
jiwa.
Opium merupakan
narkotika dari golongan opioida, dikenal juga dengan sebutan candu, morfin,
heroin, dan putau. Opium diambil dari getah buah mentah Pavaper sommiverum
(lihat Gambar 8.17). Opium mengandung lebih dari dua puluh macam senyawa.
Morfin kali pertama diisolasi dari getah buah pada 1905 oleh Friedrich
Seturner. Pada waktu itu, morfin digunakan oleh para tentara untuk
menghilangkan rasa sakit karena luka atau menghilangkan rasa nyeri pada
penderita kanker. Setelah itu, banyak tentara yang mengalami adiksi (efek
ketergantungan). Pemakaian dosis morfin yang berlebihan dapat menyebabkan
kematian.
Heroin
merupakan senyawa turunan (hasil sintesis) dari morfin yang dikenal dengan
sebutan putau. Kodein merupakan senyawa turunan dari morfin, tetapi memiliki
kemampuan menghilangkan nyeri lebih lemah, demikian pula efek kecanduannya
(adiksinya) lebih lemah. Kodein biasa dipakai dalam obat batuk dan obat
penghilang rasa nyeri. Penggunaannya yang menyalahi aturan dapat menimbulkan
rasa sering mengantuk, perasaan gembira berlebihan, banyak berbicara sendiri,
kecenderungan untuk melakukan kerusuhan, merasakan nafas berat dan lemah,
ukuran pupil mata mengecil, mual, susah buang air besar, dan sulit berpikir.
Jika pemakaian obat ini diputus, akan timbul hal-hal berikut: sering menguap,
kepala terasa berat, mata basah, hidung berair, hilang nafsu makan, lekas
lelah, badan menggigil, dan kejang-kejang. Jika pemakaiannya melebihi dosis
atau overdosis, akan menimbulkan hal-hal berikut: tertawa tidak wajar, kulit
lembap, napas pendek tersenggal-senggal, dan dapat mengakibatkan kematian.
Kokain termasuk
ke dalam salah satu jenis dari narkotika. Kokain diperoleh dari hasil ekstraksi
daun tanaman koka (Erythroxylum coca). Zat ini dapat dipakai sebagai anaestetik
(pembius) dan memiliki efek merangsang jaringan otak bagian sentral. Pemakaian
zat ini menjadikan pemakainya suka bicara, gembira yang meningkat menjadi gaduh
dan gelisah, detak jantung bertambah, demam, perut nyeri, mual, dan muntah.
Seperti halnya narkotika jenis lain, pemakaian kokain dengan dosis tertentu
dapat mengakibatkan kematian.
Beberapa macam
obat dalam dunia kedokteran, seperti pil BK dan magadon digunakan sebagai zat
penenang (sedativa-hipnotika). Pemakaian sedativa-hipnotika dalam dosis kecil
dapat menenangkan, sedangkan dalam dosis besar dapat membuat orang yang
memakannya tertidur. Gejala akibat pemakaiannya adalah mula-mula gelisah,
mengamuk lalu mengantuk, malas, daya pikir menurun, bicara dan tindakan lambat.
Jika sudah kecanduan, kemudian diputus pemakaiannya maka akan menimbulkan
gejala gelisah, sukar tidur, gemetar, muntah, berkeringat, denyut nadi cepat,
tekanan darah naik, dan kejang-kejang.
Jika
pemakaiannya overdosis maka akan timbul gejala gelisah, kendali diri turun,
banyak bicara, tetapi tidak jelas, sempoyongan, suka bertengkar, napas lambat,
kesadaran turun, pingsan, dan jika pemakaiannya melebihi dosis tertentu dapat
menimbulkan kematian.
Nikotin dapat
diisolasi atau dipisahkan dari tanaman tembakau. Namun, orang biasanya
mengonsumsi nikotin tidak dalam bentuk zat murninya, melainkan secara tidak
langsung ketika mereka merokok. Nikotin yang diisap pada saat merokok dapat
menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah, bersifat
karsinogenik sehingga dapat meningkatkan risiko terserang kanker paru-paru
(perhatikan Gambar 8.19), kaki rapuh, katarak, gelembung paru-paru melebar
(emphysema), risiko terkena penyakit jantung koroner, kemandulan, dan gangguan
kehamilan.
Alkohol
diperoleh melalui proses peragian (fermentasi) sejumlah bahan, seperti beras
ketan, singkong, dan perasan anggur. Alkohol ini sudah dikenal manusia cukup
lama. Salah satu penggunaan alkohol adalah untuk mensterilkan berbagai
peralatan dalam bidang kedokteran. Alkohol yang terkandung dalam minuman dapat
berasal dari hasil fermentasi bahan minuman itu sendiri (contohnya, alkohol
yang terdapat dalam minuman hasil fermentasi sari buah anggur) atau sengaja
ditambahkan ke dalam suatu minuman olahan. Semua jenis minuman yang mengandung
alkohol (etanol), seperti pada Gambar 8.20 disebut minuman keras. Berdasarkan
kandungan alkoholnya, minuman keras dikelompokkan menjadi golongan: 1) A,
berkadar etanol 1–5 %; 2) B, berkadar etanol 5–20 %; dan 3) C,
berkadar etanol 20–50 %. Tanda-tanda gejala pemakaian alkohol, yaitu
gembira, pengendalian diri turun, dan muka kemerahan. Jika sudah kecanduan
meminum minuman keras, kemudian dihentikan maka akan timbul gejala gemetar,
muntah, kejang-kejang, sukar tidur, dan gangguan jiwa. Jika overdosis akan
timbul gejala perasaan gelisah, tingkah laku menjadi kacau, kendali turun, dan
banyak bicara sendiri.
Psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupu sintetik, bukan narkotika dan
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika
menurut tujuan penggunaan dan tingkatan risiko ketergantungannya terbagi dalam
4 golongan, yaitu: a. Golongan I, psikotropika yang hanya digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta memiliki potensi
kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. b. Golongan II, psikotropika yang
berkhasiat sebagai oba dan dapat digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu
pengetahuan serta memiliki potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.
c. Golongan III, psikotropika yang berkhasiat sebagai obat dan banyak digunakan
dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi sedang
mengakibatkan sindrom ketergantungan. d. Golongan IV, psikotropika yang
berkhasiat sebagai obat dan sangat luas digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu
pengetahuan serta memiliki potensi ringa mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Zat adiktif hampir semuanya termasuk ke dalam psikotropika, tetapi tidak semua
psikotropika menimbulkan ketergantungan. Berikut ini termasuk ke dalam golongan
psikotropika, yaitu LSD (Lysergic Acid Diethylamide) dan amfetamin.
Penyalahgunaan kedua golongan psikotropika ini sudah meluas di dunia.
LSD merupakan
zat psikotropika yang dapat menimbulkan halusinasi (persepsi semu mengenai
sesuatu benda yang sebenarnya tidak ada). Zat ini dipakai untuk membantu
pengobatan bagi orang-orang yang mengalami gangguan jiwa atau sakit ingatan.
Zat ini bekerja dengan cara membuat otototot yang semula tegang menjadi rileks.
Penyalahgunaan zat ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang menderita
frustasi dan ketegangan jiwa.
Kita seringkali
mendengar pemberitaan di media massa mengenai penjualan barang-barang
terlarang, seperti ekstasi dan shabu. Ekstasi dan shabu adalah hasil sintesis
dari zat kimia yang disebut amfetamin (perhatikan Gambar 8.22). Jadi, zat
psikotropika, seperti ekstasi dan shabu tidak diperoleh dari tanaman melainkan
hasil sintesis. Pemakaian zat-zat tersebut akan menimbulkan gejalagejala
berikut: siaga, percaya diri, euphoria (perasaan gembira berlebihan), banyak
bicara, tidak mudah lelah, tidak nafsu makan, berdebar-debar, tekanan darah
menurun, dan napas cepat. Jika overdosis akan menimbulkan gejala-gejala:
jantung berdebar-debar, panik, mengamuk, paranoid (curiga berlebihan), tekanan
darah naik, pendarahan otak, suhu tubuh tinggi, kejang, kerusakan pada
ujung-ujung saraf, dan dapat mengakibatkan kematian. Jika sudah kecanduan,
kemudian dihentikan akan menimbulkan gejala putus obat sebagai berikut: lesu,
apatis, tidur berlebihan, depresi, dan mudah tersinggung.
Zat adiktif dan
psikotropika akan memberikan manfaat jika dipakai untuk tujuan yang benar,
misalnya untuk tujuan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan. Dalam bidang
kedokteran, misalnya satu jenis narkotika diberikan kepada pasien yang
menderita rasa sakit luar biasa karena suatu penyakit atau setelah menjalani
suatu operasi. Contoh lain, satu zat jenis psikotropika diberikan kepada pasien
penderita gangguan jiwa yang sedang mengamuk dan tak dapat ditenangkan dengan
caracara lain. Jika pemakaian zat adiktif dan psikotropika dipakai di luar
tujuan yang benar, itu sudah termasuk penyalahgunaan dan harus diupayakan
pencegahannya. Penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika sangat berbahaya
bagi diri sendiri, keluarga, maupun kehidupan sosial di sekitar kita. Dampak
negatif pemakaian zat adiktif dan psikotropika pada diri sendiri, yaitu
rusaknya sel saraf, menimbulkan ketergantungan, perubahan tingkah laku, dan
menimbulkan penyakit (jantung, radang lambung dan hati, merusak pankreas, dan
berisiko mengidap HIV positif). Pada dosis yang tidak tepat akan mengakibatkan
kematian. Dalam kehidupan sosial, penyalahgunaan pemakaian zat adiktif dan
psikotropika, di antaranya: sering membuat onar atau perkelahian (misalnya,
perkelahian pelajar), melakukan kejahatan (pencurian dan pemerkosaan), kecelakaan,
timbulnya masalah dalam keluarga, dan mengganggu ketertiban umum.
Kita semua
harus berupaya untuk terhindar dari penyalahgunaan zat adiktif dan
psikotropika. Pencegahan penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika memerlukan
peran bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Setiap anggota
keluarga harus saling menjaga agar jangan sampai ada anggota keluarga yang
terlibat dalam penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika. Kalangan remaja
ternyata merupakan kelompok terbesar yang menyalahgunakan zat-zat tersebut.
Oleh karena itu, setiap orang tua memiliki tanggung jawab membimbing
anakanaknya agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan. Karena ketaqwaan
inilah yang akan menjadi perisai ampuh untuk membentengi anak dari
menyalahgunakan obat-obat terlarang dan pengaruh buruk yang mungkin datang dari
lingkungan di luar rumah.
Kita sebagai
anggota masyarakat perlu mendorong peningkatan pengetahuan setiap anggota
masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan obat-obat terlarang. Selain itu, kita
sebagai anggota masyarakat perlu memberi informasi kepada pihak yang berwajib
jika ada pemakai dan pengedar narkoba di lingkungan tempat tinggal.
Sekolah perlu
memberikan wawasan yang cukup kepada para siswa tentang bahaya penyalahgunaan
zat adiktif dan psikotropika bagi diri pribadi, keluarga, dan orang lain.
Selain itu, sekolah perlu mendorong setiap siswa untuk melaporkan pada pihak
sekolah jika ada pemakai atau pengedar zat adiktif dan psikotropika di
lingkungan sekolah. Sekolah perlu memberikan sanksi yang mendidik untuk setiap
siswa yang terbukti menjadi pemakai atau pengedar narkoba.
Pemerintah
berperan mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika dengan
cara mengeluarkan aturan hukum yang jelas dan tegas. Di samping itu, setiap
penyalahguna, pengedar, pemasok, pengimpor, pembuat, dan penyimpan narkoba
perlu diberikan sanksi atau hukuman yang membuat efek jera bagi si pelaku dan
mencegah yang lain dari kesalahan yang sama.
No comments:
Post a Comment