MODUL KULIAH BIOFARMASETIKA I
Konsep Dasar Biofarmasetika
Sebelum mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap bioavailabilitas, perlu diketahui dulu tentang beberapa definisi. Selanjutnya karena bioavailabilitas terkait
dengan absorbsi dan absorbsi terkait dengan transport maka pengetahuan tentang
mekanisme transport dan proses yang mengawali absortsi yaitu ketersediaan
farmasetis juga perlu difahami dulu.
Definisi
Biofarmasetika
adalah ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
bioavailabilitas (ketersediaan hayati) pada hewan dan manusia dan
pemanfaatannya untuk menghasilkan respon terapi yang optimal. Sedangkan bioavailabilitas sendiri adalah
parameter-parameter yang menunjukkan jumlah dan kecepatan obat aktif sampai ke
sirkulasi sistemik. Parameter yang
menunjukkan jumlah adalah AUC dan Cpmaks, sedangkan parameter yang menunjukkan
kecepatan adalah tmaks dan Cpmaks.
Penjelasan parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada gambar
berikut:
|
Gambar
1. Profil kadar obat dalam darah, MTC: Minimum Toxic Concentration, MEC: Minimum Effect Concentration
Efek terapi (respon) yang
muncul tergantung dari kadar obat dalam reseptor, tetapi pada biofarmasetika
hanya bicara obat yang sampai ke sirkulasi sistemik. Hal ini bisa dipahami karena antara obat
dalam darah dan obat dalam reseptor membentuk suatu kesetimbangan, artinya jika
kadar obat dalm darah naik maka kadar obat dalam reseptor juga naik sehingga respon
juga naik.
Mudah dimaklumi kalau obat yang berbeda menunjukkan
bioavailabilitas yang berbeda pula. Hal
ini karena perbedaan sifat fisiko kimianya seperti kelarutan dalam air,
koefisien partisi, stabilitas ,dan lain-lain.
Beberapa
produk menunjukkan bioavailabilitas yang berbeda dengan adanya perbedaan bentuk
sediaan. Bahkan untuk bentuk sediaan
yang sama pun kadang-kadang antar pabrik memberikan perbedaan
bioavailabilitas. Perubahan bahan
pengisi yang berbeda juga memberikan perbedaan bioavailabilitas.
Produk yang
sama pada pasien yang berbeda sering menimbulkan bioavailabilitas yang berbeda
pula, sehingga perlu individual dosis.
Kadang-kadang perbedaan pemakaian sesudah dan sebelum makan juga
memberikan perbedaan bioavailabilitas.
Keterangan-keterangan
di atas menunjukkan bahwa bioavailabilitas dipengaruhi oleh banyak factor. Untuk menyederhanakan bias dikelompokkan
menjadi tiga factor yaitu:
1.
Faktor Obat (sifat fisiko-kimia)
2.
Faktor Pabrik (Faktor Formulasi Sediaan)
3.
Faktor Pasien (Fisiologi dan Patologi saluran cerna).
Faktor pabrik
merupakan factor yang paling mungkin untuk dimodifikasi. Sebagai farmasis, kita adalah formulator
sediaan, sehingga bisa mempunyai produk yang unggul.
Mekanisme Transport
Tranport adalah perpindahan obat dari satu kompartemen ke
kompartemen yang lain dengan menembus suatu membran yang membatasi dua
kompartemen tersebut. Dari pengertian
ini maka perpindahan sekelompok orang dengan suatu alat transportasi atau
perpindahan darah dari jantung ke pembuluh darah bukanlah suatu transport
karena proses tersebut tidak melewati membrane, artinya masih dalam satu
kompartemen. Absorbsi adalah transport
karena obat berpindah dari tempat pemberian ke kompartemen darah dengan
menembus membrane seperti dinding usus, kulit, alveoli, dan sebagainya. Kompartemen yang ditinggalkan disebut
kompartemen donor, sedangkan yang lainnya adalah kompartement reseptor
(aseptor).
Secara umum transport dikelompokkan menjadi dua yaitu transport aktif yang
memerlukan energi dan transport pasif yang tanpa energi. Secara lebih detil ada minimal enam mekanisme
transport yaitu difusi pasif, transport aktif, difusi (transport) fasilitatif,
transport konvektif, pinositosis, pasangan ion dan penukar ion. Absorbsi obat kebanyakan melalui mekanisme
difusi pasif, yaitu obat yang bersifat lipofil melarut dalam membran kemudian
muncul dikompartemen seberang yang berkadar lebih rendah. Driving force proses ini adalah gradien
konsentrasi, sehingga prosesnya tidak bisa melawan gradien konsentrasi. Beberapa senyawa bersifat sangat polar,
sehingga kecil kemungkinan bias
melarutdalam membrane yang lipofil.
Tetapi faktanya obat-obat seperti glukosa dan gula yang lainnya,
vitamin-vitamin larut air, dan ion-ion mineral bisa diabsorbsi, maka transport
aktif dan difusi fasilitatif berperan di sini.
Pada difusi fasilitatif, transport tidak perlu energi, tetapi perlu
gradient konsentrasi. Transport aktif tidak perlu gradient
konsentrasi karena driving force-nya
adalah energi yang diperoleh dari pemecahan ATP. Bukan berarti mekanisme ini berjalan dari konsentrasi
rendah ke konsentrasi tinggi, tetapi transportnya satu arah, misalnya dari
saluran gastrointestinal ke darah, berapapun konsentrasi di kedua kompartemen
tersebut, transport tetap menuju ke darah.
Bisa juga obat menembus membrane dengan melewati celah –celah hidrofil
pada membrane. Celah tersebut bisa
berupa pori
maupun space antar sel. Transport ini
disebut transport konvektif, dan umumnya terjadi saat filtrasi glomerulus, di
ginjal. Lebih jelas
tentang perbedaan 3 transport utama
absorbsi obat tampak pada table berikut:
Tabel 1. Perbedaan antara 3
mekanisme transport utama
Sudut Pandang
|
Difusi Pasif
|
Transport Aktif
|
Difusi Fasilitatif
|
Driving Force
|
Gradien C
|
Energi
|
Gradien C
|
Fungsi membran
|
Penghalang
|
Penyedia Energi dan Carier
|
Penyedia
Carier
|
Senyawa target
|
Lipofil
|
Hidrofil,
mirip nutrien
|
Hidrofil
|
Kejenuhan
|
Tidak bisa
|
bisa
|
Bisa
|
Gangguan senyawa mirip
|
Tidak bisa
|
bisa
|
Bisa
|
Keracunan
|
Tidak bisa
|
bisa
|
Bisa
|
Tempat Absorbsi
|
Semua tempat
|
spesifik
|
spesifik
|
Kinetika absorbsi difusi pasif mengikuti kinetika orde
kesatu, sedangkan pada transport aktif mengikuti kinetika Mikaelis-Menten. Kinetika Mikaelis-Menten ini bisa menjadi
orde kesatu pada kadar obat (substrtat) yang jauh di bawah Km, sedangkan pada
kadar yang sangat besar jauh di atas Km kinetika mikaelis menten menjadi ordo
ke-nol. Persamaan yang menggambarkan
persamaan tersebut adalah sebagai berikut
Difusi Pasif
(Hukum Ficks I)
dQb D A P
-------- = -------- (Cg – Cb)
dt ∆Xm
Transport
Aktif/Fasilitatif (Mikaelis-menten)
dC VmC
--- =
- ----------
dt km+ C
Tahapan Absorbsi
Absorbsi diawali dengan melarutnya obat dari bentuk
sediaan non larutan ke dalam medium gastrointestinal, atau medium absorbsi yang
lain. Tahapan ini sebenarnya terdiri
dari beberapa bagian jika sediaan berupa tablet, yaitu disintegrasi (pecahnya
tablet menjadi integran/granul), deagregasi (pecahnya agregat menjadi serbuk). Disolusi bisa terjadi dari tablet maupun dari
granul, tetapi disolusi yang dari serbuk adalah yang paling besar karena luas
permukaannya yang sangat besar. Obat
yang telah larut ini kemudian melarut dalam membran (untuk proses difusi pasif,
dan proses itulah yang paling banyak dari absorbsi obat), kemudiaan masuk ke
plasma darah. Proses ini disebut dengan permeasi,
beberapa rujukan menyebut sebagi proses absorbsi atau penetrasi. Karena terdiri dari dua proses maka ada satu
yang paling menentukan kecepatan proses absorbsi secara keseluruhan. Tahap penentu ini disebut rate limiting step, yaitu tahap
terlambat dalam rangkaian proses kinetic.
Obat-obat yang bersifat hidrofil mempunyai permeasi yang lambat dalam
membrane gastrointestinal yang bersifat lipoid, sehingga permeasi adalah rate limiting step untuk obat-obat
golongan ini. Obat-obat lipofil mempunyai kemampuan melarut dalam cairan
castrointestinal yang jelek, sehingga disolusi obt ini menjadi rate
limiting step. Secara lebih rinci
obat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu golongan I, disolusi dan permeasi tidak
ada masalah, golongan 2, yitu disolusi sulit permeasi mudah, golongan 3, yaitu
disolusi mudah permeasi sulit, dan dan golongan 4 yaitu disolusi maupun
permeasi dua-duanya sulit.
Kinetika disolusi digambarkan oleh persamaan Ners-Burner
(atau Noyes-Whitney). Kecepatan
dissolusi di gastrointestinal digambarkan dengan persamaan sebagi berikut
dQ D S (Cs –
Cgi) D adalah
koefisien difusi, S adalah luas area kontak
---- = ----- padatan
dan medium, h tebal stagnan layer, Cs kela-
dt h rutan,
dan Cgi konsentrasi dalam gastrointestinal
Untuk menentukan apakah
suatu obat bermasalah dalam proses dissolusi dapat dilihat dari besarnya
kelarutan dalam air dan kecepatan disolusi intrinsiknya. Obat dengan kelarutan lebih dari 1 % tidak
bermasalah pada proses disolusi, Obat dengan kecepatan dissolusi intrinsic
kurang dari 0,1 mg menit-1 cm-2 bermasalah pada proses
disolusinya. Kecepatan dissolusi intrinsic dihitung dengan membuat kurva
hubungan jumlah obat terdisolusi tiap satuan luas versus waktu disolusi dari
sebuah pelet yang diletakkan dalam holder sedemikian rupa sehingga luas area
kontak dengan medium dijaga konstan. Pada
kondisi sink yaitu Cs lebih dari 10 C maka akan didapatkan kurva linear. Slope dari kurva tersebut adalah besarnya
kecepatan disolusi intrinsik (k).
dQ D S (Cs
– C)
---- = -----
|
pada kondisi sink
dQ
D S Cs
---- = ----
dt h
dQ = k s dt,
diintegralkan menghasilakan
Q-Q0 = k s (t -
t0), to dan Qo = 0, maka
Q = k.s.t
|
Setelah obat berhasil larut dalam
gastro intestinal, dia akan diabsobsorbsi (permeasi). Kebanyakan obat diabsorbsi dengan
mekanisme difusi pasif, yaitu obat larut dalam membran kemudian muncul
dikompartemen reseptor yaitu darah.
Kinetika difusi pasif ditunjukkan
oleh persamaan Fikcs I. Absorbsi
obat dari gastro intestinal ke dalam darah ditunjukkan sebagai berikut
dQb D A P
----- =
-------- (Cg – Cb)
dt ∆Xm
pada kondisi sink, yaitu
Cg lebih dari 10 Cb, persamaan menjadi
dQb D A P
----- = --------
(Cg)
dt ∆Xm
Transport obat
secara umum dari kompartemen donor ke reseptor analog dengan persamaan
tersebut, dengan konsentrasi gastrointestinal (Cg) sebagai Konsentrasi donor
(Cd) dan konsentrasi darah (Cb), sebagai konsentrasi reseptor Cr.
Jika
konsentrasi di donor dianggap konstan maka hubungan antara jumlah obat
tertransport versus waktu akan linear dengan slope sebagai Fluks Total (JT),
sedangkan Fluks adalah Fluks total dibagi luas area absorbsi
dQ = DAP ∆Xm-1 Cgdt
Q = J/A t
Dengan berjalannya
waktu, obat tidak serta merta muncul di kompartemen reseptor, perlu waktu
tertentu untuk melarutnya obat dalam membran dan berpindah ke kompartemen
reseptor. Waktu ini disebut lag time (tlag)
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Bioavailabilitas
Sifat Fisiko
Kimia
Ada 4 sifat fisiko kimia obat yang berpengaruh terhadap bioavailabilitas. Pengaruh yang pertama adalah dari koefisien
partisi obat. Koefisien partisi adalah perbandingan kadar obat dalam lipid dan
kadar obat dalam air setelah terjadi kesetimbangan. Atau bisa juga sebagai
kelarutan obat dalam lipid dibagi kelarutan obat dalam air. Dalam term ini ada dua masalah yaitu
kelarutan obat dalam air dan kelarutan obat dalam lipid, sehingga koefisien
partisi berpengaruh pada proses dissolusi maupun permeasi. Umumnya obat semakin besar koefisien partisi
semakin sulit larut dalam air sehingga disolusi akan lambat, sebaliknya semakin
kecil koefisien partisi semakin sulit larut dalam lipid sehingga permeasi
menjadi lambat. Maka absorbsi obat akan
baik jika koefisien partisi optimal, tidak terlalu besar dan tidak terlalu
kecil. Jika terlalu kecil maka permeasi
akan menjadi rate limiting step-nya,
sedangkan jika terlalu besar maka dissolusi akan menjadi rate limiting step-nya.
Untuk koefisien partisi yang terlalu besar dilihat harga kecepatan disolusi
intrinsiknya, jika lebih dari 0,1 mg cm-2menit-1,
maka artinya disolusi tidak bermasalah, ini menguntungkan karena berarti obat
tidak bermasalah pada proses disolusi maupun permeasinya. Jika koefisien partisi terlalu kecil maka
jelas permeasinya bermasalah, maka obat tadi bisa dibuat sbentuk prodrug, suatu
senyawa yang tidak aktif, tetapi jika dimetabolisme akan menghasilkan senyawa
yang aktif, misalnya bekampisilin (prodrug untuk ampisilin) dan fenazetin
(calon parasetamol).
Sifat fisiko kimia yang kedua yaitu konstanta
disosiasi (Ka). Besaran ini
menunjukkan kemampuan suatu asam lemah untuk terdisosiasi dalam air. Semakin besar Ka maka semakin mudah asam
lemah ini terdisosiasi. Bersama-sama
dengan pH medium maka pKa (yaitu nilai -log Ka) akan menentukan fraksi obat dalam bentuk ion dan bentuk molekul,
sesuai dengan persamaan Henderson-hasselbalch
pH = pKa+log fi – log fu,
untuk asam
pH = pKa+log fu – log fi,
untuk basa
Untuk obat asam maka semakin besar
pKa semakin mudah diabsorbsi, sebaliknya
untuk obat basa, pada pH medium yang sama.
Persamaan Henderson-Hasselbalch melahirkan suatu teori yang disebut pH-partition hypothesys:
1.untuk
memprediksi ratio konsentrasi dalam dua kompartemen setelah proses transport selesai. Misalnya : Berapakah perbandingan konsentrasi
asam salisilat (pKa 2,9) yang ditransport dari kompartemen A (pH 7,3) ke
kompartemen B (pH 6,4) setelah transport selesai
2.Obat asam
mudah ditransport dari medium dengan pH rendah, karena fraksi molekul semakin
banyak, dan sebaliknya.
Ka berpengaruh pada disolusi sesuai
dengan prinsip disosiasi, senakin besar Ka semakin besar dissosiasi, artinya disolusi juga
semakin mudah, tetapi ingat jika fraksi ion terlalu banyak karena besarnya Ka
maka permeasi juga lambat sesuai prinsip pH-partition
hypothesys.
Siaft Fisiko kimia yang ketiga adalah Ukuran
molekul dan bentuk molekul. Sesuai
dengan persamaan Stokes-Einstein, ukuran molekul berpengaruh pada harga
koefisien difusi, D, pada proses disolusi (D pada persamaan Noyes-Whitney)
maupun pada proses permeasi (Dmpada persamaan Ficks I).
RT R adalah konstanta gas
ideal, T adalah suhu mutlak, N bilangan Avogadro
D = ----------- ,
η viscositas stagnan layer atau membran, dan
r jari-jari molekul,
6
πηrN semakin
besar r semakin kecil D.
Pada proses transport
konvektif, molekul-molekul berukuran kecil dapat menembus pori gastrointestinal seperti urea,
metanol, dan formamid
Sifat fisiko kimia yang terakhir adalah stabilitas obat. Kalau 3 sifat di atas berpengaruh terhadap Cd
dengan mempengaruhi disolusi, maka stabilitas obat berpengaruh terhadap Cd
dengan mempengaruhi seberapa cepat obat hilang dari kompartemen donor, bukan
karena diabsorbsi tetapi karena disrusak.
Beberapa obat tidak bisa dipakai secara oral karena dirusak oleh ph
maupun enzim-enzim dalam gastrointestinal misalnya penisilin, yang beta
laktamnya mudah terhidrolisi dalam suasanan asam maupun basa. Stabilitas obat dapat digunakan untuk
memprediksi besarnya F (bioavailabilitas relatif terhadap intra vena), dengan
asumsi permeasi berjalan sempurna.
Misalnya suatu obat mempunyai
harga k/ka=2. k adalah konstanta
kecepatan degradasi, ka adalah konstanta kecepatan absorbsi P2 adalah jumlah
obat terdegradasi, P1 adalah jumlah obat terabsorbsi. Maka
k P2 k
maka, P1 = 0,5 P2
-- = --- ----
= 2
P1=0,333 (P1+P2)
Ka P1 Ka Abs maks = 30 %
Faktor Formulasi
Bentuk Sediaan
Faktor formulasi yang pertama jelas bentuk sediaan, padat, cair, larutan,
emulsi, suspensi, puyer, dan lainnya.
Ini terkait dengan masalah disolusi.
Bentuk sedian cair lebih cepat terdisolusi, larutan tidak perlu proses
disolusi. Puyer tidak perlu proses
disintegrasi dan deagregasi sehingga dissolusinya lebih cepat dari pada tablet.
Faktor formulasi berikutnya adalah ukuran partikel serbuk zat aktif.
Bedakan dengan ukuran molekul zat aktif. Ukuran partikel berpengaruh terhadap luas
permukaan spesifik. Semakin kecil ukuran partikel semakin besar luas permukaan
spesifiknya. Artinya harga S pada persamaan Noyes-Whitney semakin besar dg
penurunan ukuran partikel, sehingga disolusi semakin cepat, akibatnya absorbsi
semakin baik. Contohnya adalah nitrofurantoin
mikrokristal (<10 mikron) absorbsi lebih baik drpd makrokristal (74 -177
mikron). Demikian juga pada griseovulvin,
fenazetin, dan sulfadiazin. Sehingga
mikronisasi berguna untuk obat-obat yang rate
limiting stepnya pada fase dissolusi.
Faktor formulasi berikutnya adalah memberikan efek
pH pada formulasi sediaan padat.
Obat yang bersifat asam dalam formulasi ditambahkan bahan (dapar) yang
bersifat basa. Akibatnya jika tablet ini
masuk ke cairan maka disekeliling tablet itumenjadi bersifat basa. Sesuai dengan prinsip Henderson-Hasselbalch
maka obat menjadi mudah larut. Sekali
lagi efek pH berguna untuk obat-obat yang rate
limiting stepnya pada fase dissolusi, dengan meningkatkan harga Cs
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan garam dari suatu oabat asam
lemah atau basa lemah. Untuk obat asam
lemah dilakukan dengan mengganti H+ pada obat asam dengan kation
lain (counter ion), semakin kecil conterion disolusi semakin baik. Menjadi pertanyan apakah dengan pembentukan
garam tidak menyebabkan besarnya fraksi obat dalam bentuk ion. Maka jawabannya adalah fraksi obat dalam
bentuk ion dan molekul bukan oleh obatnya asam atau garam, karena obat
dimasukkan dalam dapar bukan air, maka yang berpengaruh adalah pH dapar dan pKa
obatnya. Beberapa obat yang terbukti
bentuk garamnya memberikan bioavailabilitas yang baik adalah na diklofenak,
tetrasiklin HCl, Salbutamol sulfat, dan lain –lain. Pembentukan garam akan mempermudah obat
mengalami disolusi, sehingga berguna untuk obat yang rate limiting stepnya pada fase dissolusi dengan meningkatkan harga
Cs
Faktor formulasi berikutnya adalah penggunaan
surfaktan dalam formulasi. Pada
kadar kecil dibawah CMC surfaktan akan memberikan efek pembasahan sehingga akan
meningkatkan harga S pada prose disolusi.
Jika surfaktan membentuk misel yaitu pada kadar di atas CMC maka bisa terjadi incorporasi, sehingga akan
meningkatkan harga Cs pada persamaan disolusi, tetapi kemungkinan ini kecil
karena volume gastrointestinal besar.
Contoh obat yang berhasil diperbaiki bioavailabilitasnya adalah asam
benzoat (dengan polisorbat 80 atau Na lauril sulfat) dan Sulfadiazin (dengan dioktil
sodium sulfosuksinat). Penambahan
surfaktan akan mempermudah obat mengalami disolusi, sehingga berguna untuk obat
yang rate limiting stepnya pada fase
dissolusi.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan (pemilihan atau penggunaan) polimorf yang besar kelarutannya atau jika memungkinkan
bentuk amorfnya . Bentuk amorf lebih mudah larut karena
susunannya yang tidak teratur
menyebabkan energi kisi yang rendah. Sifat polimorfisme tampak pada
kloramphenikol palmitat, kristal A lebih kecil kelarutannya dari pada kristal B,
sehingga absorbsi kristal B lebih baik.
Sifat amorfisme tampak pada Novobiosin.
Novobiosin kristalin lebih jelek bioavailabilitasnya dari pada
novobiosin amorf. Sekali lagi
pembentukan polimorf metastabil dan amorf berguna untuk obat yang rate limiting stepnya pada fase
dissolusi dengan meningkatkan harga Cs nay.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan (pemilihan atau penggunaan) solvat atau hidrat yang mempunyai kelarutan lebih tinggi. Misalnya pada eritromisin yang mempunyai 3
macam bentuk. Profil disolusi tampak
seperti berikut
Tampak bahwa
eritromisin dihidrat memberikan disolusi yang lebih baik. Tidak ada ketentuan bahwa jika hidratnya
lebih banyak disolusinya lebih baik.
Ampisilin justru sebaliknya.
Sekali lagi pembentukan solvat atau hidrat berguna untuk obat yang rate limiting stepnya pada fase
dissolusi dengan meningkatkan harga Cs nya.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan
kompleks obat dengan senyawa mudah larut.
Kompleksasi dengan senyawa sukar larut akan menurunan kelarutan (bisa susteain
release), misalnya dengan resin. Ikatan
kompleks obat dengan senywa mudah larut diharapkan bersifat reversibel. Kelarutan akan meningkat dengan pembentukan
kompleks ini. Misalnya furosemid, piroksikan, dexametason, dan lain –lain, bisa
dibuat kompleks dengan PEG,PVP, Siklodekstri, cafein, dan kompleksan –
kompleksan lainnya. Kompleksasi yang reversibel
tidak mengurangi absorbsi karena ikatan ini nantinya akan pecah pada proses
pelarutan kemudian obat bebasnya diabsorbsi sesuai skema berikut
Pengurangan obat
bebas karena terabsorbsi akan menyebabkan lepasnya ikatan obat dengan
kompleksan yang baru sedemikian sehingga harga konstanta kompleksasi kembali ke
semula. Peningkatan
absorbsi dipengaruhi oleh:
- Kelarutan zat pengompleks
- Kekuatan ikatan antara
obat dan zat pengompleks (ditunjukkan dengan harga konstanta kesetimbangan
Terbentuknya kompleks
dapat dianalisis dengan: spektra IR, difraksi sinar X, DTA, DSC
Sekali lagi
pembentukan senyawa kompleks berguna untuk obat yang rate limiting stepnya pada fase dissolusi dengan meningkatkan harga
Cs nya.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan dispersi padat dengan senyawa mudah larut. Pembentukan bisa dikerjakan dengan beberapa
metode
- melting methode
- solven methode
- combination
Pada pembentukan dispersi padat beberapa kemungkinan bisa terjadi
- pembentukan kompleks,
sehingg Cs meningkat
- terbentuk larutan
padat, sehingga S nya meningkat
- terbentuk dispersi
padat, sehingga S nya meningkat
- terbentuk polimorf
yang berbeda, sehingg Cs meningkat
- terbentuk amorf,
sehingg Cs meningkat
Contoh obat yang diperbaiki bioavailabilitasnya adalah griseovulvin dengan pembawa PEG atau PVP.
Faktor formulasi berikutnya adalah pembentukan
prodrug. Prodrug dapat menambah
kelarutan dalam air misalnya pembentukan ester fosfat/suksinat dari
prednisolon/deksametason, bisa juga menambah kelarutan dalam lipid, seperti
pada keterangan pada bagian pengaruh koefisien partisi misalnya N-asiloksialkil
alupurinol sebagai prodrug dari alururinil.
Tetapi prodrug ini perlu uji farmakologi dan uji klinik dari awal
sehingga membutuhkan biaya yang besar, selain itu dalam label obat juga harus
disebutkan dengan jelas. Beda dengan
mikronisasi, kompleksasi, pembentukan dispersi padat, yang tidak harus
disebutkan dalam label.
Faktor formulasi berikutnya adalah modifikasi
eksipien misalnya pengisi, penghancur, lubrikan, pengikat, SR agent, dan
lain – lain. Penggunaan lubrikan hidrofobik menurtunkan kecepatan dissolusi, asam
stearat pada jumlah lebih dari 5%, dissolusi turun secara signifikan
Penghancur pengaruhnya kecil jika zat bersifat sangat hidrofobik. Karena
penentu kecepatan disolusi sediaan tersebut adalah larutnya obat bukan pecahnya
tablet.
Dari faktor formulasi
tampak bahwa modifikasi formulasi sangat berguna untuk obat yang rate limiting step-nya pada fase
disolusi, yaitu obat yang kelarutannya kecil.
Oleh karena itu penggantian obat yang kelarutannya kecil dengan merk
yang lain (atau generik) bisa beresiko pada onset yang ditimbulkan. Obat-obat tersebut misalnya glibenclamid,
asam mefenamat, furosemid, dan lainnya.
Faktor Fisiologi dan Patologi Gastrointestinal
Sebelum mempelajari
pengaruhnya terhadap bioavailabilitas, perlu dipelajari anatomi berikut
Gambar Anatomi
gastrointestinal
Gambar Anatomi lambung
Lambung secara garis besar terdiri dari dua bagian, yaitu
·
Bagian
Proksimal (fundus dan bodi lambung), yang berfungsi sebagai penampung masa yang
dikirim dari mulut. Dinding ototnya mempunyai tegangan yang kecil sehingga
mudah mengembang menjadi + 1 liter
·
Bagian Antrum
berfungsi untuk memberikan gerakan mengaduk dan melakukan pompa untuk pengosongan
lambung
Dinding lambung tersusun atas 4 lapisan yaitu mukosa, sub mukosa,
muscularis mukosa, dan serosa Lapisan mukosa
terdiri dari sel epitel columner (sekretori sell, mampu mengeluarkan 2 l getah lambung/hari) yang mengakibatkan pH lambung
1 – 3,5 (dengan siklus diurnal) dan mampu berproliferasi dengan cepat
(pembaharuan 1-3 hari).
Usus kecil mempunyai permukaan yang ditutupi oleh
vili (10 – 40 vili/mm2, dengan panjang 0,5 – 1,5 mm). Setiap vili mengandung mikrofili (600
mikrovili/vili). Akibat adanya vili dan
mikrovili ini luas usus kecil menjadi sangat luas sehingga tempat ini merupakan
tempat absorbsi yang paling baik.
Dinding usus kecil tersusun atas sel goblet yang mensekresikas mukus (musin:
kompleks glikoprotein). Ke dalam usus
kecil disekresikan getah pankreas yang
berisi enzim dan dapar maka pH naik menjadi 5,7 – 7,7. Fungsi sekresi pancreas ini adalah melindungi
epitel, mencegah inaktivasi enzim pankreas, mencegah pengendapan asam-garam
empedu yang disekrisikan oleh kantong empedu dekat hati.
Gambar vili yang menutupi
usus halus, 1-epithelium of mucous membrane; 2-goblet cells
(unicellular glands); 3-net of blood capillars ofvilli; 4-central lymphatic sinus
(capillars) of the fiber; 5-arteria of the fiber; 6-vein ofvilli; 7-net
blood-vessels and lymphatic vessels of the mucous membrane; 8-lymphoid nodule.
Usus besar terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian proksimal (cecum,
ascending colon, sebagian transverse colom) yang berfungsi mengabsorbsi air dan
elektrolit dan bagian distal (sebagian transverse colon, descending colon,
rectum, dan anal) yang berfungsi menyimpan feses, mendorong feses. Usus besar mampu menerima 500 ml cairan/hari,
air diserap sehingga menjadi masa padat (feses). Adanya pengaruh dari dapar karbonat yang
disekresikan oleh pancreas menyebabkan pH berkisar 7- 8.
Struktur
Membran Sel
Ada
empat model tentang membrane sel yaitu model lipid bilayer (Davson-Danielli Models),
model membran globuler, model kristal cair, dan model mozaik cair (Singer and
Nicolson Model). Model mozaik cair
adalah model yang paling mendekati kenyataan. Dalam model mozaik cair terdapat
struktur lipid bilayer dan mempunyai sifat Kristal cair. Sedangakn model membrane globuler adalah yang
paling jauh dari kenyataan sehingga model ini ditinggalkan.
Gambar model mozaik cair, urut dari atas, dari
kiri: skema posisi membran sel dalam sel, gambaran tentang membran sel model
mozaik cair, gambaran lipid bilayer, gambaran posisi phospholipid dalam lipid
bilayer, struktur fosfolipid.
Dalam model mozaik cair, selain ada fosfolipid juga ada protein integral
maupun protein periferal. Juga ada
karbohidrat yang menempel pada protein maupun pada lipid. Ada juga kolesterol
yang menyisip pada fosfolipid. Gambaran
komponen-komponen tadi adalah sebagai
berikut
Gambaran komponen-komponen penyusun model mozaik cair
Faktor – faktor fisiologi yang berpengatruh terhadap bioavailabilitas dapat
dikelompokkan menjadi beberapa hal, yaitu komponen dan sifat gastro intestinal,
pengosongan lambung, transit intestinal, dan kecepatan aliran darah yang
memperfusi gastrointestinal. Empat hal
ini dipengaruhi oleh kondisi psikologis dan hormonal, jenis kelamin, umur, dan
makanan. Faktor yang lainnya yaitu
ketebalan dan fluiditas dinding gastrointestinal.
Komponen dan
sifat cairan gastrointestinal yang berpengaruh terhadap bioavailabilitas
a)
pH berpengaruh pada kecepatan dissolusi
yaitu pada kelarutan obat, juga berpengaruh pada ratio ion – molekul (koef
partisi) dan stabilitas obat
b)
Garam empedu, mengandung surfaktan
(garam dari asam glikokolat dan asam taurokolat), membantu pembasahan obat
lipofil seperti griseofulvin, maka pemakaiannya diianjurkan setelah makan
supaya merangsang pengeluaran getah empedu.
Tetapi obat – obat tertentu tidak boleh bertemu dengan getah empedu
karena dapat membentuk kompleks yang tidak larut, misalnya kompleks neomisin
dan kanamisin dengan garam empedu akan mengendap sehingga tidak bisa diabsorbsi
c)
Sekret pankreas mengandung enzim – enzim
yang dapat menghidrolisis obat seperti kloramphenicol palmitat. Enzim pankreatin dan tripsin dapat
mendeasetilasi obat dengan gugus N-asetil
d)
Viskositas masa di lambung/di usus:
ditentukan oleh makanan dan mukus, mukus sangat kental mengganggu proses
disolusi berpengaruh terhadap kecepatan disolusi, kecepatan pengosongan
lambung, dan transit intestinal.
Sewamikin viskus masa lambung, semakin lambat kecepatan pengosongan
lambungnya
Kecepatan pengosongam lambung dinyatakan dengan beberapa hal yaitu waktu
pengosongan lambung, kecepatan pengosongan lambung, dan t1/2 pengosongan
lambung. Kecepatan pengosongan lambung dipengaruhi
oleh:viskositas massa lambung, suhu masa, energi yang tersimpan dalam masa
lambung, dan faktor psikis. Semakin
viskus masa lambung, semakin besar energi yang terkandung dalam masa lamnbungh,
semakin tinggi susu, semakin lambat kecepatan pengosongan lambung. Beberapa obat berpengaruh (metoklopramid). Kecepatan pengosongan lambung berpengaruh
pada stabilitas obat, kecepatan obat
sampai ke usus dengan A yang besar, dan disolusi obat (pH).
Transit intestinal dipengaruhi
oleh makanan, viskositas masa, dan motilitas usus. Transit
iontestinal menentukan lama obat
berkontak dengan membran yang luas. Beberapa
obat berpengaruh pada motilitas usus (parasimpatolitikum: beladon, papaverin,
dll).
Suplai darah ke gastrointestinam dipengaruhi oleh makanan dan obat-obatan
yang bekerja pada pembuluh darah. Suplai
darah ke gastrointestinam pada proses transport aktif menentukan penyediaan
energi dan oksigen. Pada proses difusi
pasif menentukan gradien kadar terutama untuk obat yang permeabilitasnya tinggi.
Ketebalan dan viscositas dinding gastrointestinal berpengaruh pada beberapa
hal. Sifat ini bersifat induvidual, dan
pablrik tidal bisa memfodimikasi. Karena
membran adalah kristal cair , maka komponen-komponennya bisa bergerak terutama
fosfolipid, maka dia punya viskositas.
Beberapa gerakan tersebut adalalah transversi divusian, lateral shift,
dan fleks, tampak pada skema di bawah
ini
.
Viskositas
membran gastrointestetinal dipengaruhi oleh komposisinya, yaitu:
·
All C-C bonds are single bonds
·
Straight chain allows maximum interaction of fatty acid tails
·
Make membrane less fliuid
·
Solid at room temperature
·
"Bad Fats" that clog arteries (animal fats)
·
Some C=C bond (double bonds)
·
Bent chain keeping tails apart
·
Make membrane more fliuid
·
Polyunsaturated fats have multiple double bonds and bends
·
Liquid at room temperature
·
"Good Fats" which do not clog arteries (vegetable
fats)
3. Cholesterol
·
Reduces membrane fluidity by reducing phospholipid movement
·
Hinders solidification at low (room) temperatures
Beberapa
faktor lain yang tidak termasuk dalam kelompok di atas dan berpengaruh terhadap
bioavailabilitas adalah
•
Drug – Drug interaction
•
Drug food interction
•
Metabolism in GI tract
|
•
Disease state
•
Age
|
•
Beberapa obat berpengaruh pada kondisi
fisiologis saluran cerna sehingga absorbsi obat yang lain berubah misalnya
parasimpatolitik
•
Beberapa obat langsung membentuk
kompleks dengan obat utama misalnya kompleks tetrasiklin dengan mineral.
•
Makanan berpengaruh terhadap kondisi
fisiologis saluran cerna, makanan meningkatkan viskositas dan merangsang
pengeluaran HCl, getah empedu, dan getah pankreas
•
Beberapa makanan dapat membentuk
kompleks dengan obat, misalnya susu dengan tetrasiklin.
•
L-Dopa terdegradasi oleh
enzimdekarboksilase dalam mukosa lambung
•
Pada pria etanol terdegradasi olah alkohol dehidrogenase di
mukosa lambung
•
Digoksin termetabolisme oleh flora normal usus, obat penekan
flora normal usus (antibiotik spektrum luas) meningkatkan absorbsi digoksin,
bias keracunan.
•
Diare dapat menurunkan transit intestinal, sebaliknya
konstipasi
•
Hipersekresi asam lambung menurunkan pH lambung, sebaliknya
aklorhidria.
•
Neonata – 2 th, sekresi HCl belum sempurna (sedikit)
•
Pada anak –anak mukosa belum terbentuk sempurna (A), juga
aliran darah
- EVALUASI
Petunjuk:
I. Untuk soal dengan pilihan
a,b,c,d,e, pilihlah satu jawaban yang paling tepat
II. Untuk soal dengan pilihan 1,2,3,4 , pilihlah III. Untuk soal
sebab akibat, pilihlah
A, jika ada tiga jawaban yang
benar A jika
pernyataan dan alasan benar dan ada hubungan sebab akibat
B,
Jika jawaban 1 dan 3 benar B
jika pernyataan dan alasan benar tapi
tidak ada hubungan sebab akibat
C
jika jawaban 2 dan 4 benar C
jika pernyataan benar alasan salah
D
jika hanya satu jawaban yang benar D
jika pernyataan salah alasan benar
E,
Jika semua jawaban benar E
jika pernyataan dan alasan salah
Dengan memberi tanda silang pada lembar jawab.
1. Perbedaan pokok antara mekanisme transport
difusi pasif dengan transport konvektif adalah
a. transport
konvektif pada membran yang hidup sedangkan difusi pasif tidak
b. difusi pasif mengikuti kinetika ordo
pertama sedangkan transport aktif mengikuti kinetika ordo ke-nol
c. difusi pasif bisa mengalami kejenuhan
sedangkan transport konvektif tidak
d. transport konvektif perlu energi sedangkan
difusi pasif tidak
e. difusi pasif obat larut dalam membran, transport aktif
obat melewati pori membran
2. Tranport
aktif bisa mengalami kejenuhan kaena
a. transport aktif perlu energi d. Jawaban a dan b benar
b. transport aktif perlu carier e. Pertanyaan salah, transport aktif tidak bisa
mengalami kejenuhan
c. transport aktif untuk senyawa polar
3. Difusi
pasif asam salisilat dari dan ke kompartemen tertutup dengan pH yang berbeda
akan berhenti jika
a. konsentrasi total asam salisilat dalam dua
kompartemen sama d. membran telah mati
b. konsentrasi ion salisilat dalam dua
kompartemen sama e. jawaban a dan d benar
c. konsentrasi molekul asam salisilat dalam
dua kompartemen sama
4. Alkaloid
ditransport dari kompartemen pH 5 ke kompartemen pH 7,
a. Setelah transport berhenti konsentrasi total alkaloid dalam dua
kompartemen sama
b. Setelah transport berhenti konsentrasi total alkaloid dalam
kompartemen donor lebih tinggi
c. Setelah transport berhenti konsentrasi total alkaloid dalam
kompartemen reseptor lebih tinggi
d. Untuk memprediksi di kompartemen mana
konsentrasi total yang lebih besar perlu data pKa obat
e.
Setelah transport berhenti konsentrasi
total alkaloid dalam kompartemen donor bisa lebih tinggi ataupun lebih rendah
tergantung konsentrasi mula – mula.
5. Transport aktif glukosa akan berhenti jika
1. Membran
telah mati 3. carier in aktif karena suhu yang extreem
2. Supplai
energi terhenti 4. konsentrasi substrat dalam kedua kompartemen
sama
6. Pengaruh konsentrasi substrat pada
transport aktif adalah
1. Sebelum
mengalami kejenuhan semakin tinggi konsentrasi semakin cepat kecepatan
transport
2. Setelah
mengalami kejenuhan semakin tinggi konsentrasi semakin turun kecepatan
transport
3. Pada
konsentrasi yang sanagt rendah, jauh di bawah km, kinetika tranport
mengikuti orde ke-1
4. Konsentrasi
menjadi sangat berpengaruh jika tranport telah mengalami kejenuhan
7.. Transport
difusi fasilitatif bisa dihambat oleh senyawa yang mirip dengan substrat yang
ditransport karena
a. transport tidak perlu energi d.
jawaban a dan c benar
b. transport perlu energi
e. pertanyaan salah, difusi
fasilitatif tidak bisa dihambat oleh senyawa yang mirip
c. transport perlu carier
untuk soal
no 8 – 10, perhatikan Persamaan Ficks I tentang difusi pasif pada proses
absorbsi secara oral sebagai berikut
dQb DmAmPm/m
(Cgi - Cb)
----- =
--------------------------
dt ∆Xm
8. Upaya
industri farmasi untuk memperbaiki bioavailabilitas dikaitkan dengan hukum
ficks di atas adalah
a. meningkatkan harga Am dengan
memperkecil ukuran partikel serbuk obat
b. meningkatkan harga Am dengan
memperkecil ukuran molekul obat
c. meningkatkan harga Dm dengan
memperkecil ukuran molekul obat
d. meningkatkan harga Cgi dengan
mempercepat disolusi
e. semua jawaban benar
9. Peningkatan
kecepatan pengosongan lambung dapat meningkatkan kecepatan absorbsi karena
a. akan meningkatkan harga Am
karena lambung kosong maka tidak ada pengganggu kontak obat dengan membran
b. akan meningkatkan harga Am
karena obat cepat bertemu dengan usus dengan luas permukaan yang besar
c. untuk obat yang tidak stabil dalam
lingkungan asam maka kontaknya dengan asam dapat diminimalkan
d. jawaban a dan c benar
e. jawaban b dan c benar
10. penyakit
aklorhidria, berpengaruh pada kecepatan absorbsi karena perubahan besaran
a. Dm b. Am c. Pm/m d. (Cgi
- Cb) e. ∆Xm
11. Adanya
sekret empedu dapat meningkatkan kecepatan absorbsi secara lebih berarti pada
1. Obat yang rate limiting step-nya pada fase disolusi 3. Obat
yang kelarutannya kecil
2. Obat yang polaritasnya kecil 4. Obat yang hidrofobik
12. Peningkatan
kecepatan aliran darah akan meningkatkan kecepatan absorbsi secara signifikan
jika
a. Rate limiting step obat pada tahap permeasi
menembus membran
b. Obat mempunyai permeabilitas membran yang
tinggi
c. transport berlangsung pada kondisi sink
d. Koefisien partisi lipid air obat kecil
e. Obat susah terdisolusi
Untuk soal no 13 – 18, perhatikan persamaan
Noyes-Whitney pada proses absorbsi secara oral berikut
dQgi DA (Cs – Cgi)
-----
= ------------------
dt h
13. keterangan
yang tepat untuk persamaan di atas adalah
1. D adalah koefisien difusi obat dalam medium
disolusi 3. h adalah tebal lapisan stagnan
2. Cs adalah kelarutan obat dlm
medium gastrointestinal 4. A adalah luas permukaan absorbsi
14. Besaran
dalam persamaan di atas yang sangat
mungkin menjadi target perbaikan bioavailabilitas adalah
1. harga D dengan mengecilkan ukuran molekul
obat 3.
harga A dengan mengecilkan ukuran molekul obat
2. harga A dengan mengecilkan ukuran partikel
serbuk obat 4. harga Cs dengan pembentukan garam
15. Adanya
mukus dalam cairan gastrointestinal akan menurunkan kecepatan disolusi karena
1. mucus mempertebal stagnan layer, meningkatkan harga h 3.
mukus menaikkan viskositas, menaikkan harga h
2. mukus menurunkan harga A 4.
mukus menaikkan viskositas, menurunkan harga D
16. Perbaikan
bioavailabilitas karena adanya sekret
empedu disebabkan karena
1. sekret empedu memperbaiki pembasahan
meningkatkan harga A
2. sekret empedu menaikkan viskositas,
menaikkan harga D
3. sekret empedu membentuk misel, menaikkan
harga Cs
4. pernyataan salah, sekret empedu justru
membuat obat tidak stabil sehingga menurunkan Cgi
17. Pemberian
griseovulvin dianjurkan setelah makan karena
a. makanan merangsang sekret empedu,
meningkatkan disolusi griseovulfin karena peningkatan harga A
b. makanan melindungi griseovulvin dari
kerusakan oleh enzim pencernaan
c. makanan menurunkan kecepatan pengosongan
lambung memberi kesempatan terdisolusi lebih cepat dengan
bantuan
asam lambung
d. makanan mempercepat
perfusi darah ke vena porta hepatika, meningkatkan harga Cgi – Cb
e.
pernyataan salah, griseovulvin adalah antijamur yang
seharusnya diminum setelah makan
18. Pembentukan
dispersi padat parasetamol (kelarutan 1:70) dengan PVP sangat menguntungkan
karena
a. Dissolusi semakin baik karena peningkatan
harga A
b. Dissolusi semakin baik karena peningkatan
harga Cs
c. Justru merugikan karena parasetasmol menjadi terikat dengan PVP
yang BM nya besar, sehingga D turun
d. Justru merugikan karena PVP bersifgat
viskous sehingga harga D turun
e. Biaya tidak sebanding dengan peningkatan
bioavailabilitas karena parasetamol tidak bermasalah dengan disolusi
19. Kondisi
sink pada proses absorbsi obat dari gastrointestinal ke vena porta selalu
terjadi karena
1. Begitu obat masuk ke vena porta langsung
diikat oleh protein, sehingga Cplasma selalu kecil
2. Begitu obat masuk ke darah terjadi
metabolisme di hati, sehingga Cplasma
selalu kecil
3. Begitu obat masuk ke darah terjadi
ekskresi, sehingga Cplasma
selalu kecil
4. Begitu obat masuk ke darah obat di deposit
dalam lemak, sehingga Cplasma
selalu kecil
20. Pembentukan
garam ambroksol menjadi ambroksol HCl akan memperbaiki bioavailabilitanya
karena
a. Proses transport menjadi transport aktif
karena ion ambrolsol-H+ tidak
bisa larut dalam membran
b. Disolusi semakin cepat karena obat menjadi
mudah larut
c. Fraksi obat dalam bentuk molekul lebih
banyak dari pada jika diberikan dalam bentuk basa bebasnya
d. Permeabilitas menjadi lebih besar karena pH
medium semakin kicil
e. Pernyataan soal salah, bioavailabilitas
turun karena terbentuk ion lebih banyak, padahal ion susah lartut dalam membran
21. Pengaruh
koofisien partisi obat terhadap bioavailabilitas sediaan tablet oral
a. Untuk obat yang rate limiting stepnya pada
tahap disolusi, semakin tinggi koefisien partisi bioavailabilitas semakin baik
b. Untuk obat yang rate limiting stepnya pada
tahap permeasi, semakin tinggi koefisien partisi bioavailabilitas semakin jelek
c. Semakin tinggi koefisien partisi,
bioavailabiliatas semakin baik, dan terus semakin baik
d. Pengaruh koefisien partisi tergantung sifat
obatnya, asam atau basa.
e. Semua jawaban salah
22. Ukuran
molekul tidak berpengaruh terhadap kecepatan transport difusi pasif, sebab obat
tidak melewati pori membran
23. Pembentukan dispersi padat salbutamol sulfat
dengan PEG 6000 sangat menguntungkan karena PEG adalah senyawa mudah larut yang
mampu membentuk kompleks dengan banyak obat.
24. Pada model membran mozaik cair, membran
dianggap mempunyai struktur yang terdiri dari
1. Lipid
bilayer dengan gugus polar kholin phosphat menghadap keluar membran
2. Protein
yang bisa terletak dipermukaan membran ataupun memanjang menembus membran
3. Karbohidrat
yang bisa terikat pada lipid ataupun protein
4. kholesterol
yang menyisip pada lipid bilayer.
25. Faktor beriut berpengaruh terhadap viskositas
membran
a. Jenis
asam lemak penyusun lipid bilayer, semakin banyak asam lemak tak jenuh, semakin
viskous membran
b. Jumlah
kolesterol yang menyisisp, semakin banyak, semakin viskous membran
c. Pergerakan
phospholipid, semakin banyak semakin viskous membran
d. semua
jawaban salah
e. semua
jawaban salah
Essay
Pembentukan kompleks antara furosemid dengan PEG justru menurunkan
bioavailabilitas furosemid, karena furosemid justru menjadi terikat dengan PEG
suatu molekul besar yang bersifat polar.
Senyawa ini (ikatan furosemid dengan PEG) mempunyai koefisien difusi
obat dalam medium disolusi maupun dalam membran yang kecil karena besarnya jari
– jari molekul. Juga mempunyai koefisien partisi yang kecil karena kepolaran
PEG.
Terangkan bahwa pernyataan di atas salah
- REFERENSI
Banker G.S. dan Rhodes C.T., 1995, Modern Pharmaceutics, edisi 3, Marcel Dekker, New York
Shargel, L, Wu-Pong, S , Yu, A.B.C., 2005, Applied
Biophamaceutics and
Pharmacokinetics, Fifth Ed., Apleton & Lance Nortwolk
Notari,
E.,R., 1980, Biopharmaceutics and Clinical Pharmacocinetics: An Introduction,
3rd Edition, Marcel Dekker, New York